Jumat, 01 Januari 2021

TAHUN 2020 ADALAH TAHUN KELABU (RENUNGAN AKHIR TAHUN)

Umum

Sebagai Pengamat amatiran, penulis berusaha merenung di akhir tahun 2020.   Di era Jkw ini memang terasa berat, karena sejak 2015 bahkan tahun tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan terus menerus.  Bisa dibayangkan dalam 10 tahun terakhir, dimana tahun 2010 pertumbuhan ekonomi 6,81 % di tahun 2020 tercatat pernah -5,98%.   Sebetulnya bukan hanya di Indonesia, namun di arena Regional maupun Global mengalami hal yang sama. Yang memperparah kondisi negeri tercinta ini adalah adanya Pandemi Covid 19.

Pandemi Covid 19

Diawal tahun 2020, disaat tahun pertama Jkw meraih kemenangan untuk periode yang kedua, sudah hadapi berbagai cobaan.   Cobaan yang paling berat adalah dilandanya Pandemi Covid 19.  Penulis tidak menyalahkan siapa siapa, namun penanganan Covid 19 di Indonesia termasuk lambat.  Indonesia baru mengakui adanya Covid 19 baru 2 Maret 2020.   Sedangkan di Wuhan Cina sudah sejak akhir Desember 2019.

Gubernur DKI Anies Baswedan menurut media mulai Januari 2020 sudah mendeteksi ada Covid 19 di Jakarta.   Namun saat itu terlihat berseberangan dengan pemerintah.   Akhirnya setelah terbukti adanya Covid 19 di Indonesia, Pemerintah seperti kaget dan dalam mengambil langkah seperti tidak siap.  Untuk menangani Kasus Covid 19 dibentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 dengan Kepres no 7 tahun 2020 tanggal 13 Maret 2020.  Baru seminggu berjalan direvisi dengan Kepres no 9 tahun 2020 tanggal 20 Maret 2020.  Selanjutnya  Kepres  no 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) sebagai Bencana Nasional baru terbit 13 April 2020.

Dalam penanganan Covid 19 ini terbit Perpres no 82 tahun 2020 tanggal 20 Juli 2020.   Dalam Perpres tersebut tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional melibatkan seluruh Menko.   Sebagai Ketua adalah Menko Perekonomian, semua Menko sebagai anggota.  Dalam Komite ini selain para Menko, Menkeu, Menkes dan Mendagri sebagai Wakil Ketua, adapun sebagai Pelaksana adalah MenBUMN.   Jkw dalam tangani dampak Covid 19, sudah all out, namun sampai akhir 2020 peningkatan penderita Covid 19 bukan menurun tetapi malah meningkat.  Langkah Pemerintah dalam hadapi Covid 19 akhir tahun 2020, sangat luar biasa, kalau awalnya terlambat antisipasi, kali ini sangat super reaktif.  Kebijakan menolak WNA masuk Indonesia tanggal 1 Januari sampai 14 Januari 2021 merupakan keputusan final Pemerintah hasil rapat kabinet terbatas tanggal 28 Desember 2020.  Pandemi ini sampai kapan berakhir, belum ada yang berani memprediksi.

Perpu Untuk Tanggulangi Covid 19

Setelah terbukti adanya Covid 19 di Indonesia yang diakui pada tanggal 2 Maret 2020, Pemerintah ambil langkah cepat dengan menerbitkan Perpu no 1 tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 sebagai revisi UU no 20 tahun 2019 tentang APBN 2020.   Perpu tesebut akhirnya disyahkan oleh DPR sebagai UU no 2 tahun 2020 dan di tetapkan oleh Presiden pada tanggal 16 Mei 2020 dan diundangkan pada tanggal 18 Mei 2020.    UU no 2 tahun 2020 tersebut tentang Penetapan Perpu no 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian National dan/atau Stabilatas Sistem Keuangan Menjadi Undang Undang.

Dalam UU no 2 tahun 2020 dinilai sebagai bukti Negara hadir berikan perlindungan terhadap dampak Covid 19.   Satu sisi ada sinyalemen bahwa UU ini terlalu melindungi  Pejabat terkait Keuangan Negara seolah kebal Hukum.  Hal ini ada benarnya karena dalam Pasal 27 (2) berbunyi : (Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia ,  Otoritas Jasa Keuangan, serta  Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik  secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Masalah Korupsi

Di tahun 2020 bisa dibilang sudah jatuh ditimpa tangga.  Berbagai Lembaga Keuangan, diawali  adanya kasus Jiwasraya dimana negara dirugikan sekitar 16,8 T, disusul Asabri sekitar 27 T, kemudian Bumi Putera sekitar 48,8 T.  Bahkan Tim Panja DPR juga menyoroti Taspen dan Bank Muamalat.    Dalam penyelesaian Kasus Jiwasraya maupun Asabri terlihat tidak kunjung tuntas.   Penulis sebagai pengamat amatiran mempunyai pengalaman mengusut Kasus Asabri yg terjadi di tahun 1995.  Akhir tahun 2005 Penulis dapat tugas untuk selesaikan kasus yang sudah 10 tahun tidak tuntas, tetapi penulis tangani tidak sampai 6 bulan bisa tuntas. Akhirnya masuk sidang Tipikor, mantan Dirut dipidana 6 tahun dan Mitranya dipidana 7 tahun.  Kenapa kasus Jiwasra Asabri menjadi lambat prosesnya ?Apa terlalu banyak yang terlibat ? Waktu yang akan menjawab.

Belum reda tentang kasus Jiwasraya maupun Asabri, ternyata dikalangan Pejabat Kementerian juga terjadi korupsi.   Diawali Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo disusul Menteri Sosial Juliadi Batubara.  Kerugian kasus Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Sosial tidak sebesar kasus Jiwasraya dan Asabri.   Apa karena kasusnya kecil cepat ditangani ? Tidak salah pendapat umum bahwa kasus Kakap selalu lama prosesnya tetapi kasus Teri cepat dalam ambil tindakan.  Namun langkah pemerintah kali ini perlu diacungi jempol.   Reshuffle Kabinet bukan hanya Menteri Sosial dan Menteri Kelautan dan Perikanan  saja diganti  tetapi Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Menteri Perdagangan juga diganti.

Kasus Kerumunan Masa

Yang tidak kalah menjadi sorotan dalam tahun 2020 ini adalah banyaknya kerumunan masyarakat.   Dalam protokol kesehatan mengedepankan memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan ternyata pada dilanggar.  Apalagi saat menjemput Imam Besar HRS terjadi kerumuman masyarakat bak lautan manusia.   Sebetulnya kerumunan masyarakat bukan hanya saat penjemputan Imam Besar HRS saja tapi dalam Pilkada juga banyak terjadi kerumunan masyarakat.

Pilkada serentak ini sebetulnya juga pro dan kontra.  Ada kelompok yang menghendaki Pilkada Serentak, namun faktanya berjalan dan kerumunan masyarakat tidak bisa dihindari.   Kalau melihat UU no 6 tahun 2020, sebetulnya Pilkada Serentak misal ditundapun juga memungkinkan.  Dalam Penjelasan pasal 201A(3) menyebutkan : Ayat (3)
Pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2O2O ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Corona Vints
Disease 2O19 (COVID- 19) belum berakhir.  Namun memang ada pasal yang menyebutkan tergantung keputusan KPU, Pemerintah dan DPR.   Akhirnya ada sinyalemen karena putra dan menantu Jkw ikut Pilkada, kerumunan saat Kampanye bukan merupakan pelanggaran.

Hutang Negara

Tidak kalah menariknya sorotan tentang negara.   Dari media cetak, media elektronik,  dunia online maupun dunia maya hutang negara selalu menjadi bahan pembicaraan.   Memang kemajuan dalam bidang pembangunan terutama infrastruktur, era Jkw ini luar biasa.  Namun kalau melihat data hutang negara, ternyata hutang di era Jkw cukup membuat kekhawatiran dalam membayar hutang.  Hutang memang tidak bisa dihindari dari data hutang dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan.   Membandingkan era SBY dan Jkw tentunya tidak bisa dipakai ukuran standard.

Melihat era SBY dari 2004 sampai dengan 2014 selama 10 tahun penambahan hutang sekitar 1.309 T, sedangkan era Jkw dalam 6 tahun dari 2014 sampai 2020 tercatat sekitar 3.321 T.    Seolah sudah 2 x lipat dari era SBY.   Namun kalau melihat hasil pembangunan era Jkw jauh lebih nyata.  Cuma masalahnya bagaimana pola pengembalian hutangnya ? Dari berbagai proyek ternyata tidak semulus yang direncanakan.   

Sebagai contoh Proyek LRT di Palembang sepi penumpang, jalan tol Bekatayu terlihat sepi juga.   Belum Kereta Api Bandung Jakarta sudah berjalan 5 tahun sejak ground breaking, perkembangannya terlihat lambat.  LRT  Jakarta Bogor Depok dan Bekasi juga mengalami kemunduran termasuk Cawang Cibubur.

Termasuk pembangunan Bandara, seperti Bandara Kertajati, Bandara Tasik Malaya di era pandemi ini sama sekali tidak ada penerbangan.  Dalam situasi seperti ini masih membangun Bandara Wirasaba, Bandara Cepu dan Bandara Kediri.   Ini baru yang di Jawa, belum yang di luar Jawa termasuk Tol Laut yang semua menggunakan hutang.

Sisa Pilpres 2019 Masih Melekat.

Dalam Pilpres 2019 masing masing pendukung mempunyai ikon yang berbeda.   Pendukung Jkw MA mendapat sebutan Cebong dan Pendukunh PS SU mendapat sebutan Kampret.  Entah darimana sebutan itu didapatkan.   Walaupun PS masuk dalam Kabinet Jkw, toh kelompok Cebong dan Kampret masih kental di pendukungnya. 

Setelah reformasi dalam pemerintahan selalu ada posisi, apalagi setelah Pilpres Langsung.   Karena dalam aturan berpolitik para capres untuk bisa maju harus berkoalisi.   Akhirnya partai pendukung yang kalah biasanya terbentuk sebagai Oposisi.   Walau tidak jarang ada partai koalisi yang membelot bergabung Capres yang menang.   

Dalam sejarah memang baru kali ini rival Capres bukannya membentuk Oposisi tapi malah bergabung dalam Kabinet yang menang.   Awalnya hanya Capres yang menggabung, ternyata dalam reshuffel kabinet yang baru berumur setahun Cawapres rival pun ikut masuk Kabinet.   Lengkap sudah Capres dan Cawapres bergabung masuk Kabinet Jkw MA.   Akan berhasilkah Pemerintah untuk menjalankan programnya setelah Prabowo Sandi bergabung ? Waktu yang akan bicara 

Hubungan TNI POLRI

Di era Jkw ini, hubungan TNI POLRI sangat mesra.  Terutama untuk pucuk pimpinan.  Namun fakta di lapangan justru dibawah sering terjadi benturan.   Sebetulnya faktor yang membuat sering terjadinya benturan adalah faktor kesejahteraan yang berbeda menyolok antara TNI dan POLRI.   Dibawah tidak sedikit anggota level bawah yaitu Bintara Tamtama sering bentrok.   Cara penyelesaian hampir begitu begitu saja, Para Pejabat saling berangkulan, satu sisi sesuai Sumpah Prajurit dan Sapta Marga, bawahan mau tidak mau hanya siap laksanakan perintah.

Masalah pelaksanaan tugas, mungkin karena kebijakan politik, terkesan TNI menonjolnya hanya sebagai Pasukan Perbantuan.   UU TNI yang sudah berjalan 16 tahun mestinya perlu adanya revisi atau evaluasi.   Sebagai contoh mengatasi terorisme sebetulnya merupakan tugas pokok TNI tetapi dalam kenyataan dan di lapangan TNI sebagai perbantuan.   Dalam struktur organisasipun kalau POLRI dibawah langsung Presiden baik Penggunaan maupun Pembinaan, tapi untuk TNI Penggunaan langsung Presiden tapi Pembinaan dibawah Menhan.   Pengamat yakin hati kecil TNI mengharapkan Polri juga dibawah Kementerian.

Sebagai Pengamat yang Purnawirawan, tentunya mengharapkan ada evaluasi tentang UU 34 tahun 2004 tentang TNI, bahkan kalau perlu UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara perlu di evaluasi juga.   Termasuk UU no 2 tahun 2002 tentang POOLRI mestinya juga perlu dievaluasi.  Sebetulnya seperti lucu semestinya UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara harus lahir duluan karena didalamnya menyebutkan TNI POLRI sebagai Komponen Utama, namun justru UU POLRI lahir duluan.   Padahal kalau melihat pasal 30 UUD 45 ayat (2) disebutkan usaha pertahanan dan keamanan negara, dilaksanakan melalui Sishankamrata oleh TNI dan Polri sebagai Kekuatan Utama dan Rakyat sebagai Kekuatan Pendukung.   Selanjutnya dalam UU no 3 tahun 2002 ttg Haneg, dalam menimbang c disebutkan bahwa  dalam penyelenggaraan pertahanan negara setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.   Dalam hal ini Polri juga sebagai warga negara tentunya mempunyai kewajiban yang sama dalam bela negara.   Semoga baik TNI dan POLRI saling legowo untuk mau merevisi UU masing sesuai yang diharapkan.

Dikala Pandemi Covid 19, Program Subsidi Rumah Melampaui Target

Berdasarkan evaluasi dari PPDPP yang menangani Subsidi Rumah yang dikenal dengan FLPP, mungkin hanya satu - satunya instansi yang mampu melampaui target hanya PPDPP.   Dalam evaluasi akhir tahun, Program Subsidi Rumah dengan target 102.500 unit pada bulan November 2020 sudah mencapai 102.665 unit dan diperkirakan pada akhir tahun bisa mencapai 107.600 unit.

Ini kinerja luar biasa, disaat pandemi covid 19, bisa melampaui target.  Apalagi kalau melihat evaluasi penerimaan pajak tahun 2020 diperkirakan hanya mencapai 85,65 %.   Menurut penjelasan Dirut PPDPP penyerapan program FLPP memang cukup tinggi karena daftar antrian debitur akhir 2020 cukup tinggi sekitar 255.635 MBR . Sedangkan Program setahunnya hanya sekitar 100.000 sampai dengan 110.000 unit.

Tahun 2021,  BP Tapera akan memulai Programnya yang teetunda karena Covid 19.  Sesuai UU no 4 tahun 2016 tentang Tapera, semestinya akan mulai berjalan tahun 2018, namun faktanya PP baru terbit awal 2020.  Bersamaan itu pula ada pandemi covid 19, rencana Program BP Tapera akan dimulai semester II 2020 terpaksa mundur tahun 2021.  Akan lebih menarik mana PPDPP dan BP Tapera ?  Kenapa kinerja PPDPP di tahun 2020 luar biasa ? Ini strategi biar PPDPP lebih menarik dari BP Tapera ? Waktu yang akan bicara.

Optimisme di Tahun 2021

Pemerintah memang harus selalu optimis dalam menjalankan Programnya.  Oleh sebab itu dalam penutupan perdagangan BEI tahun 2020, Menko Perekonomian lebih optimis di tahun 2021.  Salah pertimbangan lebih optimis karena Kondisi Pasar Modal di Tahun 2020 dinilai lebih stabil.  Sebetulnya di kawasan Asean Indonesia di urutan ke 3 dibawah Vietnam dan Malaysia.  Optimisme Menko Perekonomian cukup beralasan karena saat awal pandemi IHSG sempat menyentuh 4.500 namun diakhir tahun sekitar 6.000.

Tidak kalah optimisnya Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5 %.   Apalagi dengan diberlakukan UU Cipta Karya diyakini menjadi faktor penarik aliran modal asing masuk ke Indonesia.   Namun kalau melihat pertumbuhan ekonomi selama pandemi covid 19 pernah menyentuh - 5 %, mampukah Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021 mencapai 5 % ? Kembali Pemerintah memang harus optimis, bahkan hutang yang sudah mencapai hampir 6.000 T pun Pemerintah terlihat tenang.

Tulisan pengamat amatiran ini, sekedar renungan di akhir tahun 2020.  Tahun 2020  bisa bisa dibilang tahun kelabu, oleh sebab itu renungan ini semoga menggugah semuanya untuk tetap optimis dalam menghadapi masa depan.  Selamat  Tahun Baru 2021 (Marsda TNI Purn Tumiyo/31 Desember 2020)

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar