Pada awal Juni 2024 setelah WAG IKAL ANALYSIS berjalan 8 bulan, beredar di media bahwa Komisi I DPR RI mengusulkan Program Tapera dibatalkan. Tentunya terjadi Pro dan Kontra, termasuk dalam WAG IKAL ANALYSIS. Kembali Adm WAG Bapak Djoko Saksono mengusulkan Diskusi membahas Tapera. Penulis kebetulan sebagai Kadep Kominfo DPP LVRI, berlangganan Zoom Meeting, menawarkan Diskusi by Daring, dengan harapan banyak yang bisa hadir dan lebih rileks. Tawaran gayung bersambut, daring dan oleh Adm WAG akan dilaksanakan pada tanggal 13 Juni. Awalnya Penulis diminta sebagai Nara Sumber, namun penulis mengusulkan Nara Sumber sebaiknya dari BP TAPERA penulis cukup sebagai Host saja. Kebetulan penulis pernah sebagai Anggota Pembina Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia (LPP3I) tahun 2011 sd 2016 dan masih ada hubungan dengan pengurusnya. Penulis minta salah satu Pejabat BP TAPERA bisa jadi Nara Sumber Diskusi on line, alhamdulillah Pimpinan Tertinggi BP TAPERA bersedia menjadi Nara Sumber.
Pejabat BP TAPERA ada 5 Orang, kebetulan beliau-beliau baru dilantik untuk masa jabatan 2024-2029 inilah pejabatnya :
1. Komisioner Bapak Heru Punya Nugroho.
2. Deputy Komisioner Bidang Pengerahan Dana Bapak Sugiyarto.
3. Deputy Komisioner Bidang Penupukan Dana Bapak Doddy Bursman.
4. Deputy Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Bapak Sid Herdi Kusuma.
5. Deputy Komisioner Bidang Hukum dan Administrasi Bapak Wilson Lie Simatupang.
Akhirnya Diskusi On Line dengan Topik TAPERA berjalan lancar pada tanggal 13 Juni 2024 dengan Moderator Bapak Djoko Saksono. Pembicara Pertama Komisioner BP TAPERA Bapak Heru Punya Nugroho, Pembicara Kedua Penulis merangkap sebagai Host Daring, Pembicara Ketiga Mayjen TNI (Purn) Hendardji. Peserta Diskusi On Line lumayan tercatat ada 23 orang dibuka oleh Sekjen IKAL Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo. Selanjutnya penulis akan menyampaikan makalah saat sebagai Pembicara Kedua dengan topik Dari Bapertarum ke TAPERA.
UMUM
1. Kebutuhan pokok manusia pada dasarnya meliputi kebutuhan Sandang, Pangan dan Papan. Untuk kebutuhan Sandang dan Pangan walau masih ada kekurangan disana sini dapat dibilang telah terpenuhi. Namun untuk Bidang Papan masih banyak kendalanya.
3. Sebetulnya masalah kebutuhan Papan sudah dipikirkan sejak era Bung Karno. Masalah ini dirintis oleh Bung Hatta yang mengadakan Kongres Perumahan pada tahun 1950 an. Cita-cita Bung Hatta yg dikenal sebagai Proklamator maupun Bapak Koperasi, baru bisa diwujudkan era Presiden Soeharto dengan mendirikan Perum Perumnas pada tahun 1974 dan menujuk BTN sebagai Bang Penyalur Kredit bagi akan KPR.
4. Program Perumahan ini mengalami Pasang surut, bahkan aturan yang berubah ubah, bahkan backlog rumah masih cukup tinggi. Setelah Reformasi di era Megawati dikembangkan Program Sejuta Rumah, era SBY dengan Program Seribu Tower, dilanjut Program FLPP dan terakhir ada, Program TAPERA sesuai UU no 4 tahun 2016, yang saat ini mengundang polemik pro dan kontra.
PERKEMBANGAN PROGRAM PERUMAHAN DARI TAHUN KE TAHUN
5. Era Orde Lama. Era Bung Karno masih dalam pemikiran, dimana masalah Perumahan dirintis oleh Bung Hatta. Dalam Kongres Perumahan Rakyat Sehat tahun 1950 dicanangkan Perumahan Nasional. Tahun 1952 terbentuk Djawatan Perumahan Rakyat dibawah Kementerian Pekerjaan Umum. Namun karena masih kesulitan keuangan, hasilnya belum terlihat secara signifikan.
6. Era Orde Baru.
a. Cita-cita atau angan2 Bung Hatta baru terislisir di Era Presiden Soeharto. Pada tahun 1974 didirikan Perum Perumnas sebagai Pengembang, dan BTN ditunjuk sebagai Bank Penyalur Kredit bagi yang mau KPR. Di era Orde Baru, ada kebijakan untuk mempermudah bisa KPR, dalam Kepres no 8/1977 khususnya utk Pegawai Pemerintah (ASN n ABRI) mengatur besaran potongan gaji sebesar 10 % dengan rincian : 4,75 % sebagai Iuran Dana Pensiun, 2 % untuk Iuran Dana Kesehatan da 3,25 % untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan. Kebijakan KPR saat itu besaran angsuran minimum 1/3 Gaji dan bunga KPR disubsidi Pemerintah.
b. YKPP (Yayasan Kesejahteraan Prajurit). Pada tahun 1984, pihak ABRI juga memikirkan untuk merumahkan Prajuritnya dengan mendirikan Proyek KPR dibawah ASABRI. Tupoksinya memberikan Pinjaman Uang Muka tanpa bunga bagi Prajurit yang KPR. Mengingat saat itu Gaji Prajurit belum mampu untuk aturan KPR dimana Angsuran minimum 1/3 Gaji, besaran Pinjaman Uang Muka sd 50 % Harga Rumah. Dana yang dikelola Proyek KPR adalah mengelola hasil Pengembangan Dana Potongan Gaji Prajurit ABRI yg dikelola ASABRI. Proyek KPR inilah sebagai Cikal Bakal YKPP. Pola YKPP ini sebetulnya cukup berhasil dimana pada tahun 2009 mampu membantu sekitar 13.000 Prajurit TNI POLRI bisa KPR. Pinjaman Uang Muka tanpa bunga dikembalikan saat Pensiun diperhitungkan dengan Dana THTP (Potongan 3,25 %)
c. BARPETARUM (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil). BAPERTARUM didirikan di era Presiden Soeharto pada tahun 1994. Berbeda dengan YKPP, karena di Bapertarum, PNS setiap bulannya dipotong gaji untuk Tabungan, dengan rincian sebagai berikut :
1) Golongan I ditoptong Rp 3.000,00
2) Golongan II dipotong Rp 5.000,00
3) Golongan III dipotong Rp 7.500,00
4) Golongan IV dipotong Rp 10.000,00.
Peserta BAPERTARUM, bisa manfaatkan Dana untuk Uang Muka KPR, namun dibebani bunga (tahun 2.000 an bunga 7,5%). Saat BAPERTARUM dilikuidasi, Pengembalian Dana banyak masalah.
d. TWP (Tabungan Wajib Perumahan). Mengingat YKPP saat itu belum mampu melayani atau memenuhi kebutuhan rumah untuk Anggota ABRI, ada Kebijakan tentang TWP. Masing-masing Matra mengadakan Tabungan Wajib Perumahan dengan memotong Gaji dan besarannya berbeda-beda. Untuk TNI AU ada kebijakan yang meringankan dimana yang memanfaatkan TWP, dibebani bunga hanya 3%. Disayangkan dalam Pengelolaan TWP terjadi penyalahgunaan wewenang dengan menyalah gunakan Dana yang ada.
7. Era Setelah Reformasi.
a. Era Megawati. Program Subsidi Rumah sebetulnya sejak era Orde Baru sudah dimulai berupa Subsidi suku bunga. Di Era Megawati dilanjutkan bahkan pernah mencanangkan Program Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR). Namun program tersebut dinilai tidak fundamental dan tidak menyentuh hal yang mendasar.
b. Era SBY. Di era SBY, program Subsidi Rumah lebih transparan, dianggarkan dalam APBN.
1) Program Subsidi Rumah periode 2004 -2009, tercatat Pagunya mencapai 4,1 T
2) Program Subsidi Rumah 2010 - 2014, mulai dikenalkan Pola FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), Pagunya mencapai 16,24 T.
3) Era SBY terbit UU No 1/2011 tentang PKP (Perumahan dan Kawasan Permukiman) dan UU No 20/2011 tentang Rumah Susun.
c. Era Jkw. Di era Jkw Subsidi Rumah tetap nelanjutkan Pola FLPP, bahkan mencanangkan Program Sejuta Rumah.
1) Kenaikan Pagu Subsidi Rumah sangat signifikan, selama dua periode mencapai sekitar 89 T.
2) Terbitnya UU no 4/2016 tentang TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat), tepatnya diundangkan pada 24 Maret 2016. Beberapa catatan tentang UU No 4/2016 tentang TAPERA :
a) Melihat manfaatnya sangat menarik karena :
(1) Sebagai Pembiayaan Perumahan
(2) Sebagai Tabungan Purna Kerja
(3) Sebagai Inovasi Benefit Tapera
b) Sejak diundangkan menuai pro dan kontra terutama mengenai iuran, masyarakat sudah terlalu banyak potongan
c) Penjabaran nya tidak tepat waktu, disebutkan setelah dua diundangkan TAPERA mulai berlaku, namun PP terbit setelah 4 tahun dengan PP No 25/2020
c) Setelah PP terbit terjadi pandemi Covid 19 dan akhirnya PP direvisi dengan PP 21/2024
d) Terjadi Penolakan besar2an dengan terbitnya PP no 21/2024, bahkan Penentu Kebijakan TAPERA Menpupr dan Menkeu menunda pelaksanaanya.
e) Iur untuk TAPERA dirasakan memberatkan, terutama bagi Pegawai Pemerintah (ASN TNI POLRI) terjadi duplikasi potongan, dalam potongan gaji 10 % sudah ada unsur Peeumahan.
BACKLOG RUMAH
8. Adanya Subsidi Rumah maupun TAPERA ini sebetulnya untuk mengatasi adanya Backlog Rumah yang masih cukup tinggi. Dari data yang ada, backlog rumah dalam dekade terakhir ini tercatat pada tahun 2010 tercatat 13,5 juta unit dan pada tahun 2020 tercatat 12,7 juta. Dalam kurun 10 tahun hanya turun 800.000 unit.
9. Satu sisi Pemerintah mengklaim bahwa backlog rumah rumah semakin mengecil, dimana disebutkan bahwa tahun 2023 turun menjadi 9,9 juta dari tahun 2022 sebesar 10,51 juta. Sebetulnya angka ini juga masih menjadi perdebatan, karena sejak awal tahun 2020 terjadi pandemi Covid 19, dimana roda ekonomi mengalami penurunan. namun dengan backlog rumah sebesar 9,9 juta inipun menunjukkan penurunan backlog rumah Penurunan belum signifikan.
KAJIAN SUBSIDI RUMAH
10. Usaha untuk mengatasi kebutuhan rumah sebetulnya sudah diawali sejak era Orde Lama dimana pada tahun 50 an sudah dicanangkan adanya Perumnas pada Kongres Perumahan Pertama atas Prakarsa Bung Hatta. Namun karena kondisi ekonomi masih berat Cita-cita Bung Hatta terealisir di Era Orde Baru oleh Presiden Soeharto. Program Perumnas saat itu betul-betul dirasakan oleh MBR. Namun kejayaan Perumnas semakin tergerus oleh bermunculan Asosiasi Pengembang dengan hadirnya REI, APERSI maupun Pengembang lainnya.
11. Dengan bertambahnya pertumbuhan penduduk makin meningkat kebutuhan rumah, terutama untuk pegawai pemerintah, baik PNS maupun Anggota ABRI, didirikanlah Proyek KPR ASABRI(YKPP), BAPERTARUM maupun TWP dari masing Matra TNI dan Polri. Dari Pemerintah sendiri dalam mengatasi Backlog Rumah, terlalu banyak macam subsidi yaitu memberikan Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SUM) dan Bantuan Pembiayaan Berbasis Tabungan (BP2BT).
12. Pola Subsidi Rumah sejak tahun 2010 disebut FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dianggarkan melalui APBN yang menurut catatan mencapai 105 T. Dari 105 T tersebut era SBY sekitar 16,24 T di era Jkw sekitar 88,76 T, merupakan Peningkatan yang fantastis.
13. Kenaikan Subsidi Rumah era Jkw termasuk luar biasa terutama dengan Pola FLPL, namun ditinjau dari realisasi unit yang dicapai justru tidak seimbang dari Program Subsidi Rumah sebelumnya. Sebelum pola FLPP atau tahun 2005 sd 2009 dengan Pagu sekitar 5,1 T mampu merealisasikan 562.926 unit, namun dengan pola FLPP tahun 2010 sd 2014 dengan Pagu 16,24 T hanya mampu merealisasikan 361.107 unit. Justru Pola FLPP ini dilanjutkan pada era Jkw. Sampai dengan tahun 2023 FLPP tercatat Pagu sd 108,5 T capai 1.289.748 unit. kebaikan Pagu tidak diikuti target yang memadai.
14. Dengan adanya TAPERA, yang sebetulnya hanya melanjutkan pola FLPP, dimana bunga KPR 5 % dan tenor 20 tahun. Yang menjadi pertanyaan saat sebelum ada TAPERA yang memanfaatkan FLPP tidak dipungut iuran namun dengan adanya TAPERA diwajibkan semua tenaga kerja ikut TAPERA dengan dipungut iuran 3% dimana 2,5 % ditanggung Peserta dan 0,5 % ditanggung Pemberi Kerja.
KESIMPULAN DAN SARAN
15. Kesimpulan
a. Dari berbagai pola merumahkan rakyat dari YKPP, BAPERTARUM, TWP maupun TAPERA yang tidak memberatkan peserta adalah Pola YKPP, karena peserta tidak dibebani iuran namun bisa KPR dengan Pola Pinjaman Uang Muka tanpa bunga.
b. Pola TAPERA yang sebenarnya adalah lanjutan Pola FLPP, dimana KPR dengan bunga 5 %.
c. Pola TAPERA masih dirasakan memberatkan Pesertanya dimana setiap bulan dipotong sebesar 3 % dari Gaji mereka.
d. Untuk Pegawai Pemerintah (PNS, TNI n POLRI) terjadi duplikasi potongan, Potongan gaji 10 % didalamnya ada, unsur untuk Perumahan.
16. Saran
a. Masalah Perumahan Rakyat perlu dibawah kementerian tersendiri tidak digabung dengan Pekerjaan Umum sehingga lebih konsentrasi menangani kebutuhan rumah untuk masyarakat.
b. Mengingat TAPERA ini merupakan hasil iuran, apabila peserta akan KPR tidak dikenakan bunga karena menggunakan uang sendiri.
c. UU TAPERA perlu direvisi, sehingga bisa diterima oleh semua pihak.
d. Beda Iuran untuk Pihak Pemberi Kerja dan Pekerja terlalu jauh terkesan memberatkan Pekerja, tidak ada salahnya, meniru Pola TAPERA Singapore (17% untuk Pemberi Kerja dan 20% untuk Pekerja)
Demikian sumbangsih tulisan dari member IKAL ANALYSIS (Marsda TNI Purn Tumiyo)