Sabtu, 22 Juni 2019

2019 PELUANG INDONESIA MASUK ANGGOTA DEWAN ICAO


Sejak tahun 1962 Indonesia selalu sebagai Anggota Dewan ICAO, namun kedudukan itu lepas setelah adanya Reformasi.   Tepatnya sejak 2001 Indonesia tidak lagi sebagai Anggota Dewan ICAO sampai saat ini.   Terakhir Indonesia berjuang untuk masuk sebagai Anggota Dewan ICAO di tahun 2016.    Indonesia gagal lagi, padahal utusan Indonesia dalam sidang ICAO dipimpin oleh Menteri Perhubungan sendiri.

Kekecewaan selalu gagal untuk menjadi anggota Dewan ICAO,  jelas dirasakan oleh pihak Indonesia, bisa dibayangkan dari 1962 sampai dengan 1998 tidak pernah absen menjadi Dewan ICAO, namun setiap sidang selalu kandas.   Indonesia duduk sebagai Dewan ICAO tahun 1962, 1968, 1971, 1974, 1987,  1980, 1983, 1986, 1989, 1992, 1995, 1998. Dalam kurun 36 tahun bisa sebagai Dewan ICAO 12 x, kali ini dalam kurun  19 tahun  (2001 sd 2019) belum berhasil.

Ketidak berhasilan Indonesia bisa dimaklumi karena faktanya hasil audit keselamatan penerbangan di Indonesia hasilnya kurang bagus.   Hasilnya selalu dibawah rata rata dunia sekitar 64,71 %.   Hasil audit tahun 2007 hanya 54,95 %, tahun 2014 hasilnya lebih jelek yaitu 45,33 %, tahun 2016 hasilnya lebih baik sekitar 51,41 % namun masih dibawah rata rata dunia 64,71 %.

Audit terakhir yang dilakukan ICAO terhadap  keselamatan penerbangan Indonesia dilakukan pada tahun 2017, hasilnya sangat mengembirakan.   ICAO menyebutkan skor layanan navigasi Indonesia sebesar 84,09 % melebihi skor rata rata dunia 62,43 %.  

Berikut hasil lengkap audit ICAO terhadap delapan bidang keselamatan penerbangan Indonesia pada 2017:

1. Primary Aviation Legislation and associated civil aviation regulations 71,43% (rata-rata dunia 71,46%)
2. Civil Aviation Organizational structure 69,23% (67,75%)
3. Personnel Licencing activities 75% (72,87%)
4. Aircraft Operations 87,5% (67,97%)
5. Airworthiness of civil aircraft 90,91% (77,28%)
6. Aerodromes 72,73% (58,53%)
7. Air Navigation Services 84,09% (62,43%)
8. Accident and Serious incident investigations 63,73% (55,54%)

Dengan hasil audit terakhir ini, insya Allah dalam sidang ICAO ke 40 yang merupakan sidang 3 tahunan yang akan dilaksanakan tanggal 24 September sd 4 Oktober 2019, Indonesia berhasil menjadi Anggota Dewan ICAO.   Dengan menjadi Anggota Dewan ICAO, Indonesia  akan lebih mudah  dalam  ambil alih FIR Singapore. (Marsda TNI Purn Tumiyo)

Selasa, 11 Juni 2019

LINGKUNGAN BANDARA BARU YOGYAKARTA PERLU DILIRIK

Sejak akhir bulan April 2019 Bandara Baru Yogyakarta yaitu Yogyakarta Internasional Airport sudah diresmikan operasionalnya.   Bandara ini terletak di Kabupaten Kulon Progo, sekitar 60 km dari Yogyakarta.    Nantinya akan menggantikan Bandara Adisucipto dan Bandara Adi Sucipto kembali milik TNI Angkatan Udara.     Bahkan Bandara ini merupakan Bandara terbesar ke 5 yang ada di Indonesia.    Saat ini memang baru sekitar 6 penerbangan setiap harinya namun setelah nantinya semua penerbangan yang di Adi Sucipto dipindahkan, Bandara Yogyakarta Internasional Airport akan lebih sibuk.  Saat ini saja di Bandara Adi Sucipto ada sekitar 176 Penerbangan setiap hari dan angka peningkatan sekitar 7% per tahunnya.

Melihat kenyataan yang ada pada saat ini, fasiltas pendukung Bandara Baru Yogyakarta Internasional Airport,  terutama yang berkaitan dengan hunian, sepertinya belum ada perhatian dari penggiat Property.   Suatu Bandara biasanya ada fasilitas hunian terutama untuk hotel.  Di sekitar Bandara, bahkan di daerah Kulon Progo masih minim hotel berbintang.   Pengguna penerbangan pada umumnya adalah para pebisnis, mereka berprinsip waktu adalah uang.   Hotel yang berbintang di Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini ada di Yogyakarta, jarak tempuh dari Bandara Yogyakarta Internasional Airport cukup jauh, memerlukan waktu lebih dari 1 jam.   Tentunya akan melelahkan, berbeda dengan Bandara Soekarno Hatta, disana dalam Airport ada hotel bahkan disekelilingnya juga ada hotel.   Di sekitar Bandara Adi Sucipto sendiri bermunculan banyak hotel.

Para Penggerak Property mestinya harus melirik peluang di Bandara Yogyakarta Internasional Airport ini.   Bahkan dibandingkan dengan Bandara Kertajati, Bandara Yogyakarta Internasional Airport lebih menjanjikan.   Kalau Bandara Kertajati nantinya memindahkan penumpang dari Bandara Husen, yang totalnya jauh dibawah Bandara Adi Sucipto, berati prospek Bandara Yogyakarta Internasional Airport lebih baik.   Dari data jumlah Penumpang tahun 2018 di Adi Sucipto sekitar 8 juta sedangkan di Bandung sekitar 4 juta.

Melihat data data yang ada,  Bandara Internasional Yogyakarta kedepan, jauh akan lebih cepat berkembang dari Bandara Kertajati.   Bandara Kertajati sudah beroperasi hampir satu setengah tahun, namun animo penumpang semakin menyusut.   Saat diresmikan  ada lima maskapai penerbangan yang sempat terbang di Kertajati yaitu Lion Air, Garuda, Nam Air yang masuk dalam grup Sriwijaya Air, Wings Air, dan Citilink.   Saat ini hanya tinggal Maskapai Penerbangan Citilink yang terbang ke Kertajati dari Surabaya, itupun penumpangnya hanya sekitar 13 sampai dengan 15 orang.

Sebagai Pengamat Property khususnya di bidang perumahan, melihat peluang Bandara Internasional Yogyakarta yang terletak di Kabupaten Kulon Progo merupakan mutiara yang belum diolah.   Para Penggerak Property tidak hanya melirik kota kota besar, dan harus lebih jeli melihat peluang ini.   Ini merupakan peluang emas untuk dikembangkan.   Apalagi Bandara Internasional Yogyakarta merupakan Bandara terbesar kelima, dan DIY juga merupakan Kota Wisata, masa depan lebih cerah.   Kabupaten Kulon Progo bahkan merupakan urutan ke 4 dari 5 Kabupaten yang tergolong tertinggal atau miskin, namun dengan adanya Bandara baru tidak menutup kungkinan akan lebih unggul dan maju.   Ini merupakan peluang emas bagi penggerak Property.