Senin, 29 Juni 2020

BP TAPERA BELAJARLAH TENTANG PILAR PEMBANGUNAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 70 AN

UU  Tapera diundangkan tahun 2016 dengan UU no 4/2016.  UU ini menjabarkan pasal 28H dan Pasal 34 UUD 45.  Pada pasal 28 H (1) berbunyi Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.  Selanjutnya bunyi pasal 34 (1) berbunyi Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh negara.   

UU Tapera pada dasarnya harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat karena tujuannya sangat mulia.  Apalagi saat ini sudah terbit PP 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat tepatnya  tanggal 20 Mei 2020.  Memang terasa kurang pas terbitnya PP 25/2020 karena Negara lagi dilanda Pandemi Corona.   Para MBR untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari saja kesulitan, apalagi memikirkan rumah.  Namun mau tidak mau BP Tapera akan menjalankan Tupoksinya untuk merumahkan MBR.

Dalam menyikapi adanya UU Tapera maupun PP Penyelenggaraan Tapera ada pro dan kontra, bahkan akhir akhir ini ada beberapa Webibar membahas Tapera.   Bahkan dalam seminggu penulis diundang Webinar sebagai penanggap maupun sebagai Nara Sumber.   Masalah Tabungan Perumahan, sebetulnya sejak tahun 1977 sudah dirintis.   Dalam Kepres no 8/1977 seluruh Pegawai Pemerintah dipotong gaji 10 % dengan rincian :

1. Potongan 4,75 % untuk Dana Pensiun 
2. Potongan 2% untuk Dana Kesehatan sekarang BPJS Kesehatan
3. Potongan 3,25% untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan)

Dalam mengimplementasikan Kepres tersebut untuk kalangan ABRI sejak 1984 sudah ada pola Pinjaman Uang Muka tanpa bunga kepada Prajurit yang akan KPR, besannya sampai 50% harga rumah.  Bahkan bagi Purnawirawan yang belum punya rumah diberikan Bantuan Uang Muka secara gratis.  

Sebetulnya sebelum ada Kepres no 8/1977, Pemerintah dalam program merumahkan rakyatnya telah mendirikan Perum Perumnas yang Tupoksinya menyiapkan rumah untuk MBR.   Kemudian menunjuk Bank BTN sebagai Bank Penyalur Kredit.   Saat itu dikenal 3 Pilar Pembangunan Perumahan Rakyat yaitu Kemenpera sebagai Regulator, Perum Perumnas sebagai Pengembang dan BTN sebagai Bank Penyalur Kredit.  Saat itu  langkah Pemerintah dirasakan kemudahannya oleh MBR untuk memperoleh rumah.    Sayang dalam perkembangannya semakin dirasakan tidak optimal.   Bahkan masing masing instansi mpunyai pola yang berbeda beda.   TNI POLRI ditangani YKPP, PNS/ASN ditangani Bapertarum dan utk Karyawan ditangani BPJS Tenaga Kerjan.   Dengan adanya BP Tapera semoga kinerjanya lebih fokus dan mempermudah untuk merumahkan MBR.

Ada kiat yang bisa melancarkan kinerja BP Tapera diantaranya :

1. Dalam mempersiapkan personil untuk mengawaki, sementara baru memanfaatkan personil dari Bapertarum, padahal BP Tapera akan menangani seleruh Pekerja, tidak salahnya BP Tapera manfaatkan personil diluar Bapertarum yang pernah menangani program KPR baik dari TNI POLRI, BPJS TK maupun dari Asosiasi Pengembang.

2. BP Tapera tidak hanya melihat pola Bapertarum tapi juga melihat pola YKPP,  pola TWP TNI POLRI, pola BPJS TK maupun pola PPDPP atau pola FLPP 

3.  Pola  Pilar Pembangunan Perumahan Rakyat era Orde Baru, dimana Kemenpupr  selaku Regulator tetap diutamakan sebagai penyusun Peraturan Perundang undangan di bidang Perumahan.

4. BP Tapera perlu memperhatikan MBR yang tidak mempunyai penghasilan tetap untuk bisa memiliki rumah layak, bukan hanya melayani Pekerja yang mampu iur.  

5. Langkah yang dipempuh oleh BP Tapera, diharapkan lebih mempermudah MBR dalam mendapatkan tempat tinggal sesuai dasar UU Tapera yang mengacu pasal 28 H dan pasal 34 UUD 45.

Semoga masukan ini ada manfaatnya ,,, Aamiin 

Sabtu, 27 Juni 2020

BP TAPERA DITUNGGU KIPRAHMU

Bulan April yang lalu tepatnya tanggal 25 April 2020 tulisan penulis berjudul Pandemi Corona Datang, Tapera Terhadang, MBR Meradang  dimuat di Majalah Property&Bank .  Dalam tulisan tersebut penulis mengharapkan segera terbit Peraturan Pemerintah tentang BP Tapera yang bisa sebagai Landasan untuk mulai kerja.  Alhamdulillah akhirnya terbit PP 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera tepatnya tanggal 20 Mei 2020.

PP No 25/2020 inilah yang ditunggu BP Tapera yang akan digunakan sebagai Payung Hukum untuk beroperasinya Tapera.   Ternyata untuk terbitnya PP ini perlu waktu panjang, bahkan seharusnya hanya 2 tahun setelah UU Tapera diundangkan, memerlukan 4 tahun lebih.  Walaupun payung hukum sudah terbit, tidak bisa langsung beroperasi karena terkendala adanya Pandemi Corona.

Tapera ini sejak diundangkan sudah mengundang pro dan kontra, bahkan sudah terbit PP pun masih ada pro dan kontra.   Apalagi dalam situasi Pendemi Corona, sangat dirasakan MBR, jangankan memikirkan Perumahan, untuk memenuhi kehidupan sehari hari saja, MBR merasakan kesulitan.   Namun lepas dari semua itu, Tapera sudah menjadi UU dan sudah terbit PP, disini dituntut BP Tapera harus pintar pintar menyikapi.   

Setelah terbitnya PP 25/2020 Pelaku Pembangunan Perumahan baik dari Asosiasi Pengembang, maupun Bank Penyalur Kredit, disaat Pendemi Corona mencari kiat kiat agar kegiatan tetap berjalan.  Kesempatan ini dimanfaatkan baik HUD Institute maupun Aluansi Jurnalis untuk mengadakan Webinar.   Penulis sebagai Pengamat Perumahan dan bisa dibilang jurnalis amatiran mendapat kesempatan ikuti kedua Webinar tersebut.  

Dalam Webinar yang diselenggarakan HUD Institute  tanggal 24 Juni 2020 ikuti Webinar HUD dengan tema Optimalisasi, Peran, Fungsi dan Pelayanan BP Tapera, penulis diminta sebagai Penanggap.  Selanjutnya  tanggapan penulis mengambil topik Mensinergikan Instansi Yang Merumahkan MBR.   Sedangkan dalam Webinar yang diselenggarakan Aluasi Jurnalis Majalah Property&Bank, pada tanggal 26 Juni 2020 dengan tema Mau Dibawa Kemana Tapera ? Penulis diminta sebagai pembicara dan mengambil topik Tapera Kembalilah ke Fitrahmu.

Dalam Webinar yang diselenggarakan oleh HUD Institute maupun oleh Aliansi Jurnalis Majalah Property&Bank, penulis sebagai penanggap maupun pembicara menyampaikan materi yang  intinya tidak jauh beda, sifatnya mengingatkan BP Tapera untuk mengambil pelajaran dari instansi instansi yang menangani KPR diantaranya  :

1. YKPP yang kerjasama dengan Asabri dalam meng KPR kan Prajurit TNI dan POLRI  dimana  bisa memberikan Pinjaman Uang Muka kepada Prajurit yang mau KPR tanpa bunga.   Bahkan untuk Purnawirawan yang belum punya rumah diberikan Bantuan Uang Muka gratis.

2. BPJS TK yang dulunya Jamsostek juga mengadakan KPR kepada pesertanya walaupun dengan bunga, namun lebih ringan dari bunga komersial 

3. BP Tapera sendiri adalah Penjilmaan dari Bapertarum, apalagi semua karyawan Bapertarum menjadi karyawan BP Tapera tentunya sudah memahami pola meng KPR kan para PNS atau ASN

4. PPDPP, sebagai penyalur Subsidi Perumahan dari Pemerintah yang menggunakan APBN yang nantinya akan dikelola BP Tapera .

5. BP Tapera, perlu mengevaluasi Peserta yang dari Pegawai Pemerintah (ASN, TNI POLRI) karena berdasar Kepres no 8/1977 mereka setiap bulan dipotong gaji 10% yang rinciannya 4,75 % untuk Dana Pensiun, 2% untuk Dana Kesehatan, dan 3,25% untuk Dana THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan), potongan untuk Pegawai Pemerintah tetap 2,5 % ? 

6. Selanjutnya menyarankan kepada BP Tapera untuk memanfaatkan personil yang menangani KPR untuk MBR diluar Bapertarum untuk dijadikan staf atau pejabat di BP Tapera, terutama personil instansi yang tidak menggunakan APBN.

7. UU No 4/2016 tentang Tapera akan mewujudkan pasal 28 H maupun pasal 34 UUD 45, dimana setiap orang maupun fakir miskin mempunyai hak untuk memiliki tempat tinggal, oleh sebab itu BP Tapera tidak hanya memikirkan MBR yang bisa iur, namun juga memikirkan MBR yang tidak mempunyai penghasilan tetap.

Dengan masukan masukan diatas, penulis mengharapkan langkah atau kiprah BP Tapera lebih dirasakan bagi para peserta pada khususnya dan MBR pada umumnya  ,, Aamiin  





Selasa, 23 Juni 2020

DANA ASABRI KEMBALI BOBOL

Mengikuti berita di Medsos akhir akhir ini tentang Pembobolan Dana ASABRI, menjadi teringat kejadian tahun 1995 dimana saat itu ASABRI mengalami kebobolan senilai 410 M.   Kebobolan yang terjadi pada tahun 1995 baru ketahuan setelah adanya krisis tahun 1998.   Pembobolan saat itu tetnyata memerlukan waktu cukup lama untuk menuntaskan, karena baru tahun 2008 ada keputusan Tipikor dimana mantan Dirut dipidana selama 6 tahun dan Mitranya dipidana 7 tahun.

ASABRI itu sebenarnya mengelola Dana Pensiun Potongan Gaji 4.75% dan Dana Santunan Potongan Gaji 3,25 %. Akumulasi Potongan Dana Satunan (3.25%) diterimakan kembali saat pensiun, namun Dana Pensiun (4,75%) sampai saat ini masih utuh dikelola ASABRI.   Cuma hasil Pengembangan Dana Pensiun dapat digunakan untuk beberapa keperluan salah satunya untuk PUM (Pinjaman Uang Muka) tanpa bunga bagi Peserta yang mau KPR. Namun PUM itupun akan dikembalikan oleh peserta saat pensiun.   

Kenapa Dana ASABRI kembali bobol ? Sepertinya Dana Pensiun (4,75%) sejak ASABRI didirikan tahun 1971, banyak pejabat atau peserta ASABRI yang kurang memahami pemanfaatannya.   Selain itu dari pihak ASABRI 
juga jarang mensosialisasikan tentang manfaat dana potongan 4,75% tersebut.   Dan selama ini yang dilaporkan ASABRI dalam Annual Report yang bisa dibuka umum hanya potongan gaji 3,25 %.   Tercatat Annual Report 2014 Aset ASABRI sekitar 11,9 T, karena Dana Pensiun belum dilaporkan.

Adanya  keterbukaan Pengelolaan ASABRI setelah ada PP 102/2015, dimana Annual Report ASABRI melaporkan potongan dana santunan  3,25 % dan potongan dana pensiun 4,75 %.     Hal ini terbukti Aset ASABRI 2014 tercatat sekitar 11,9 T, namun Aset tahun 2015 melonjak menjadi 32.3 T, tahun 2016 sekitar 36,5 T dan tahun 2017 sebesar 44,8 T.

Annual Report ASABRI tahun 2015, Aset ASABRI meningkat dari 11,9 T di tahun 2014 menjadi 32,3 T atau meningkat sekitar 21 T.   Ternyata kenaikan  itu merupakan Akumulasi iur Dana Pensiun.   Selama ini kenapa tidak dilaporkan ?   Yang mengundang pertanyaan adalah Annual Report ASABRI tahun 2018, sampai akhir tahun 2019 belum dibuat.

Keterlambatan Annual Report ASABRI 2018 ternyata karena adanya penurunan Aset yang disebabkan kurang kehati hatian dalam investasi.  Pernyataan Menkopolhukam bahwa ASABRI kebobolan sekitar 10 T ada benarnya.  Bahkan kalau melihat Annual Report tahun 2017 dan data investasi ASABRI akhir tahun 2019, ada penurunan sekitar 18 T.  Hal ini karena Aset tahun 2017 sekitar 44,8 T tapi total investasi akhir tahun 2019 tercatat hanya 26,5 T.  Penurunan yang sangat drastis, namun untuk kebenarannya memang perlu adanya audit dan info terakhir pihak Kemhan membentuk Tim PDTT (Pemeriksaan Dalam Tujuan Tertentu) di ASABRI.

Dari data yang ada, ternyata setelah terjadi pembobolan dana ASABRI tahun 1995 dan ada Putusan Tipikor tahun 2008, ASABRI bukan semakin hati hati dalam berinvestasi ternyata malah mengambil pola high risk.   Ini data data investasi sebelum 2006 :

1. Deposito 67 %
2. Obligasi 31 %
3. Reksadana 1,7 %
4. Saham 0.03 %
5. Lain lain0,27 %

Sedangkan data akhir 2019

1. Deposito 6,7 %
2. Obligasi 31,5 %
3. Reksadana 43 %
4. Saham 13,5 %
5. Lain lain 5,3%

Dari uraian diatas, dan dari pengalaman penanganan Kasus Pembobolan Dana ASABRI tahun 1995, semoga proses kali ini lebih cepat dan perlu tindakan tegas agar ada efek jera dan kasus tidak terulang kembali 

Jakarta 23 Januari 2020 (Tahun 2005 Penulis sebagai Ketua Tim untuk Audit penyalah gunaan Dana Asabri 410 M)


Minggu, 21 Juni 2020

PERNYATAAN SIKAP PPAU DALAM MENANGGAPI RUU HIP



PPAU sebagai organisasi masyarakat yang independen berasas Pancasila dan berlandaskan Undang Undang Dasar 1945 serta sudah berbadan hukum, perlu kiranya mengambil sikap dengan adanya Rencana Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), yang akhir akhir ini mengundang polemik.  Dalam pengkajian RUU HIP dengan beberapa kali diskusi, PPAU menyimpulkan :

1. Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum di Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah Sudah Final, rumusan Pancasila hasil kesepakatan para  tokoh bangsa pendiri Negara, sudah tidak bisa dikutik kutik lagi dan tidak perlu dijabarkan menjadi Undang Undang.

2. Pancasila yang merupakan sumber segala sumber hukum seperti yang tercantum di UU No 12/2011, apabila RUU HIP disahkan menjadi UU  akan mendegradasi Pancasila itu sendiri, berarti tidak lagi menjadi sumber segala sumber hukum negara tetapi  akan sejajar dengan UU yang lain.

3. Pembahasan Bab II RUU HIP dimana Pancasila bisa diperas menjadi Trisila (sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan ketuhanan yang berkebudayaan), bahkan bisa diperas menjadi Ekasila (gotong royong), bahkan tidak memuat Rumusan Pancasila seperti yang di Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, mengingatkan bangsa kita ke orde lama pada doktrin Nasakom yang menjadi jargon PKI.

4. Pembahasan RUU HIP justru menghambat kinerja BPIP, karena dengan adanya RUU HIP, BPIP yang didirikan sejak tahun 2017,  akan  menunggu kepastian dan faktanya sudah berjalan tiga tahun belum ada produk nyata

5. Pembahasan RUU HIP, dinilai tidak ada urgensinya apalagi didalam pandemi corona, justru akan menimbulkan perpecahan bangsa karena akan terjadi pro dan kontra 

6. Fakta di Lapangan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang diinisiasi oleh DPR RI memicu kontroversi dan reaksi dari banyak pihak. PBNU, PP Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Forum Komunikasi Purnawirawan TNI POLRI menyatakan sikap yang pada intinya meminta pembahasan RUU HIP dihentikan karena baik secara substansi maupun tertib hukum melanggar dan beberapa aspeknya justru bertentangan
dengan Pancasila.

7. Dari hasil pengkajian diatas, PPAU menyatakan sikap sebagai berikut :

a. Menyarankan kepada DPR untuk menghentikan Pembahasan Rencana Undang Undang Haluan Ideologi Negara.

b. Menyarankan MPR, DPR serta Pemerintah maupun Para Tokoh Masyarakat untuk duduk bersama menyusun konsep untuk membangun Negara dan Jati Diri Bangsa yang tetap berasaskan Pancasila dan UUD 45.

c. Menyarankan BPIP untuk lebih fokus menyusun  Program Kerja dalam mengimplementasikan nilai nilai Pancasila ke masyarakat.

Penyusun :

1. Marsda TNI (Purn) Tumiyo
2. Marsda TNI (Purn) Sumarman
3. Marsda TNI (Purn) Rispandi Ilyas
4. Marsda TNI (Purn) Imam Wahyudi
5. Marsda TNI (Purn) Yushan Sayuti
6. Marsma TNI (Purn) Ali Noor
7. Marsda TNI (Purn) Noor Arifin 
8. Marsma TNI (Purn) Akbar  Linggaprana 

,

Sabtu, 20 Juni 2020

MENGENAL UNDANG UNDANG TAPERA

Walau para Purnawirawan sudah tidak terlibat dengan adanya Undang Undang Tapera, tidak ada salahnya mengetahui apa itu Tapera.  Sesuai UU no 4 Tahun 206 tentang UU Tapera, yang dimaksud Tapera adalah Tabungan Perumahan Rakyat, yaitu penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dimanfaatkan untuk pembiayaan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepersertaan berakhir.  Kenapa para Purnawan tidak terlibat, karena peserta Tapera ini dibatasi sampai dengan umur 58 tahun.

UU Tapera ini diundangkan pada tanggal 24 Maret 2016, dan diharapkan setelah dua tahun sudah berjalan.  Untuk mengetahui sejauh mana UU Tapera, inilah Organnya terdiri dari :

1. Komite Tapera sesuai Kepres no 67/M/2016,  susunan Pejabatnya sebagai berikut :

a. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai Ketua merangkap Anggota 
b. Menteri Keuangan sebagai Anggota
c. Menteri Ketenagakerjaan sebagai Anggota
d. Mulaiman D.Hadad Ph.D Komisioner OJK sebagai Anggota
e. Vincentus Sonny Loho MPH sebagai Anggota dari Unsur Profesional 

2. BP Tapera atau Badan Pengelola Tapera terdiri dari seorang Komisioner dan 4 Deputy Komisioner, dilatik oleh Ketua Komite Tapera pada tanggal 29 Maret 2019 dengan susunan sebagai berikut :

a. Komisioner Tapera dijabat oleh Adi Setiono mantan Direktur BTN
b. Deputy Komisioner Bidang Pengerahan Dana dijabat oleh Eko Ariantoro mantan Direktur OJK
c. Deputy Komisioner Bidang Pemupukan Dana dijabat Gatut Subadio mantan Dirut Koperasi Bank Mandiri
d. Deputy Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana dijabat oleh Ariev Baginda Siregar dosen IICD
e. Deputy Komisioner Bidang Hukum dan Administrasi dijabat Nostra Tarigan mantan Dirops PPDPP

Pelantikan para Organ atau Pejabat Tapera ini ternyata tidak bisa tepat waktu, karena untuk Komite Tapera mengalami kelambatan sekitar enam bulan dan untuk BP Tapera seharusnya akhir 2016 sudah terbentuk namun tanggal 29 Maret 2019 baru dilantik.  Mengalami keterlambatan sekitar dua setengah tahun.  Dalam UU disebutkan Tapera beroperasi setelah dua tahun diundangkan, namun faktanya sampai saat ini juga belum berjalan.

Keterlambatan dilantiknya Pejabat BP Tapera  inilah yang menyebabkan Tapera tidak segera beroperasi, karena menunggu PP nya.   Ternyata PP BP Tapera saat Pandemi Corona itu juga mempengaruhi operasinya Tapera.   PP tentang Tapera baru terbit pada Mei 2020 ditengah Pandemi Corona dengan PP No 25 Tahun 2020 diundangkan tanggal 20 Mei 2020.

PP 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang diundangkan dalam suasana Pandemi Corona, sepintas sebagai berikut :

1. Peserta Tapera adalah seluruh Pekerja di Indonesia termasuk WNA yang bekerja lebih 6 bulan

2. Besaran Iur Tapera sebesar 3%, dimana 2,5% potongan gaji Pekerja dan 0,5% dari Pemberi Kerja, 

3.  Pemberi Kerja  paling lambat pada tanggal 10 bulan berjalan sudah menyetorkan Iur ke BP Tapera .

4. Peserta bisa memfaatkan Dana Tapera untuk :

a. Pemilikan Rumah
b. Pembangunan Rumah ; atau
c. Perbaikan Rumah

5. Peserta bisa manfaat Tapera setelah minimum sebagai peserta 12 bulan.

Demikian sekilas masalah Tapera yang diundangkan pada awal 2016 dan akan diberlakukan mulai awal tahun 2021, ternyata mengalami keterlambatan  tiga tahun yang seharusnya mulai 2018.   Semoga bermanfaat 



Rabu, 17 Juni 2020

TANGGAPAN PPAU TERHADAP RUU HIP

Pancasila Sebagai Dasar Negara

Secara konstitusional Pancasila sebagai Dasar Negara, berada di Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 pada Alinea Keempat.   Dimana dalam alinea secara lengkap berbunyi;  Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Memang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tersebut tidak menyebutkan Kalimat atau Kata Pancasila, namun dalam Dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila isinya persis yang ada apa yang tercantum didalamnya.

Bahkan dalam Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia Garuda Pancasila, jelas terlihat simbulnya sebagai berikut :

1. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan Bintang
2. Sila Kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dilambangkan Kepala Banteng
3. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia dilambangkan Mata Rantai.
4. sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dilambangkan pohon beringin.
5. Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dilambangkan padi kapas.

Dengan ditempatkannya Pancasila di Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, berarti Pancasila itu sudah final, sebagai Landasan, Dasar Negara bahkan sebagai Ideologi Negara.  Bahkan karena Pembukaan UUD 45 sebagai fundamental berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bisa dikatakan merubah Pembukaan UUD 45 ibarat merubah Negara Indonesia oleh sebab itu dalam Amandemen UUD 45 tahun 2002, Pembukaan UUD 45 dan Penjelasannya tidak disentuh.  Yang disentuh dalam Amandemen UUD 45 hanya Batang Tubuh atau Bab dan pasal pasalnya.   Dengan adanya Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila, perlu dilihat bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara sudah final tidak perlu disusun sebagai Undang Undang karena berada didalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Pancasila sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum Negara 

Dalam UU no 12 Tahun 2011 tentang Undang Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, terutama dalam pasal 2 berbunyi sebagai berikut ; Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.  Dari bunyi pasal tersebut jelas sekali kedudukan Pancasila dalam peraturan perundang undangan.  Pasal 7 UU no 12/2011 herarki Peraturan Perundang Undangan sebagai berikut :

1. Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peratutan Daerah Provinsi, dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Melihat herarki Peraturan Perundang Undangan, jelas sekali Pancasila berada dalam Undang Undang Dasar 1945 berada dalam pembukaan, oleh sebab itu RUU HIP memang kurang tepat untuk dilanjutkan

Rencana Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) 

RUU HIP dalam pembahasan awal  pada bulan April yang lalu sudah  dipastikan masuk Prolegnas 2020 - 2024.  Tentunya RUU HIP ini sudah melalui tahap pembahasan Naskah Akademik.   Namun setelah  beredarnya  Naskah RUU HIP,  bahkan kalau Presiden setuju tinggal tanda tangan akan resmilah  menjadi  UU.  Itu semua karena RUU HIP ini inisiatif dari DPR.  RUU HIP terdiri dari 10 Bab dan 60 pasal, namun begitu beredar di media sosial, langsung mendapat perlawanan dari elemen bangsa yang sifatnya menolak RUU HIP tersebut.  Yang sudah nyata nyata membuat pernyataan sikap menolak adalah MUI, disusul Muhammadiyah dan NU, bahkan Forum Komunikasi Purnawirawan menyusul membuat sikap menolak.  Alasan Penolakan pada umumnya hampir sama yaitu tentang :

1. Pancasila sebagai Dasar Negara dan merupakan sumber segala sumber hukum negara, apabila RUU HIP disahkan sebagai UU, berarti mendegradasi Pancasila itu sendiri karena disamakan dengan UU lainnya
2. Pancasila adalah Ideologi Negara, bahkan dalam Tap MPRS No XXV/1966 masih berlaku dan tidak memberi peluang Ideologi lain untuk masuk Indonesia.
3. Pembahasan RUU HIP terutama dalam Bab II, adanya pemerasan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila, mengingatkan bangsa Indonesia ke Orde Lama tentang doktrin Nasakom yang masih merupakan Trauma
4. Pembahasan RUU HIP justru menghambat kinerja BPIP yang sejak dibentuk tahun 2017, sampai saat ini belum terlihat produknya 

Pancasila menjadi salah satu Konsesus Nasional,  bahkan merupakan Urutan Pertama yaitu Pancasila, Undang Undang Dasar 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, sudah final tidak perlu dijabarkan menjadi Undang Undang 

Kesimpulan dan Saran

Dari pembahasan Pancasila sebagai Dasar Negara yang merupakan Sumber dari Segala Sumber Hukum Negara maupun sekilas tentang RUU HIP, bisa disimpulkan sebagai berikut :

1. Pancasila sudah final sebagai dasar negara, sencara konstitusional berada di Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
2. Pancasila merupakan Sumber dari Segala Sumber Hukum Negara dikuatkan dengan UU no 12/2011 dan sebagai Sumber Hukum Tertinggi yaitu Undang Undang Dasar 1945
3. Dengan disahkan RUU HIP menjadi Undang Undang, berarti akan mendegradasi Pancasila tidak menjadi Sumber dari Segala Sumber Hukum Negara lagi.
4. Pancasila merupakan 4 Konsesus Nasional dan merupakan urutan Pertama yaitu Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sudah final dan tidak perlu dijabarkan dengan Undang Undang 

Selanjutnya dengan beberapa pertimbangan diatas disarankan PPAU menolak RUU HIP untuk menjadi Undang Undang dan bersama ini dilampirkan Pernyataan sikap PPAU 


Minggu, 14 Juni 2020

PERMASALAHAN RUU HIP

I. PERSOALAN :  Penolakan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila 

II. PERANGGAPAN. 

Bahaya laten Komunis masih mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI

III. FAKTA YANG MEMPENGARUHI

1. Pembukaan UUD 45 Alinea 4 dimana Pancasila sebagai Dasar Negara.

2. Ketetapan MPRS No XXV/1996 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia, dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan atau Mengembankan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme Leninisme masih Berlaku.

3. UU no 27/1999 tentang Perubahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara belum dicabut.

4. UU no 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, dimana menyebutkan Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.

5. Perpres no 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, dimana tupoksi BPIP adalah membantu Presiden merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.

IV PEMBAHASAN

1. Pancasila sebagai Dasar Negara, sebagai Ideologi Negara serta sebagai Sumber segala Sumber Hukum selain ada dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 45 di alinea 4 juga ada dalam Undang Undang No 12 Tahun 2011 dan berada dalam pasal 2.   Dikaitkan dengan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Negara, apabila RUU tersebut disyahkan sebagai UU, berarti Pancasila bukan lagi sebagai Sumber segala Sumber Hukum lagi karena disejajarkan dengan Sumber Hukum lainnya.

2.  Dari pengalaman sejarah Pacasila sebagai Ideologi Negara mengalami beberapa kali cobaan untuk digantikan Ideologi lainnya seperti Tragedi tahun 1965 yang dikenal Gerakan G30S/PKI, dan terbukti Pancasila bisa terselamatkan bahkan selalu diperingati dengan Hari Kesaktian Pancasila.  Bahkan akhirnya keluar Ketetapan MPRS No XXV/1966 yang membubarkan Partai Komunis Indonesia dan melarang ajaran Komunis, Marxisme/Leninisme dan dikuatkan lagi dengan UU no 27/1999 dimana ada sangsi bagi yang menyebarkan ajaran paham Komunis, Marxisme maupun Leninisme. Melihat RUU HIP tidak adanya Konsideran Tap MPRS no XXV/1966 maupun UU no 27/1999 ada kesan membiarkan berkembangnya ajaran Komunis, Marxisme dan Leninisme.

3. Pemerintah dengan Perpres  no 54/2017 dan Perpres  no 7/2018 telah membetuk Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila dan mementuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dimana ada Unsur  Pengarah dan Unsur Pelaksana.   Sebetulnya kedua unsur tersebut bisa langsung bekerja, namun dengan adanya RUU HIP terutama dalam Bab VI isinya tidak jauh dari PP no 7/2018, terkesan BPIP menginginkan Dasar Hukum yang lebih tinggi, secara langsung tidak mematuhi Peraturan Presiden tersebut.

4. Dalam hal Pembinaan Ideologi Pancasila yang awalnya dengan Perpres no 54/2017 tentang Unit Kerja Pembinaan Ideologi Pancasila, Unit belum bekerja sudah direvisi dengan Perpres no 7/2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, masih bongkar pasang bentuk organisasinya dari Unit menjadi Badan.   BPIP belum bekerja sekarang ada RUU HIP, seolah bongkar pasang yang tidak ada hentinya.   RUU HIP pun saat ini menghadapi penolakan dari berbagai kelompok atau berbagai komponen bangsa. 

5. Sejak dilantiknya para Pejabat BPIP yang awalnya bernama UKPPIP, pada tanggal 7 Juni 2017 berdasar Kepres no 31/M/2017, Kinerja BPIP belum terlihat, diakui sendiri oleh Kepala BPIP Yudhi Latif saat beliau mengundurkan diri pada tanggal 8 Juni 2018 persis setahun setelah dilantik.  Mundurnya Yudhi Latief disebabkan belum adanya Perpres tentang alokasi Anggaran, padahal sudah berjalan setahun.  Kinerja BPIP memang terkesan lambat hal ini terbukti setelah mundurnya Kepala BPIP Yudhi Latief di tahun 2018, setelah 2 tahun tepatnya tanggal 5 Februari 2020 Kepala BPIP baru dilantik.  Apakah kinerja BPIP akan menunggu RUU HIP disahkan ? 

6.  RUU HIP mengundang berbagai Komponen Bangsa menolak, diawali dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Maklumat yang didukung dari 34 DP MUI.  Disusul Forum Komunikasi Purnawirawan TNI, Persis, NU, Muhamaddiah,  GPA, Kobar dan masih banyak komponen bangsa lainnya.   Alasan Penolakan berbagai Komponen Bangsa pada umumnya sama yaitu :

a. Tidak dicantumkannya Tap MPRS/1966 sebagai konsideran dalam menyusun RUU HIP, dan hal ini menimbulkan kekhawatiran bangkitnya kembali Komunis di Indonesia.

b. Dalam RUU HIP terutama di Bab II, Pancasila bisa diperas menjadi Trisila selanjut nya menjadi Ekasila, mengingatkan gagasan lama tentang Nasakom yang merupakan jargon PKI 

c. RUU HIP dinilai mendegradasi Pancasila, karena apabila RUU disahkan sebagai UU, Pancasila tidak lagi  menjadi sumber segala sumber hukum yang berarti kedudukannya sama dengan UU lainnya.

V KESIMPULAN

1. RUU HIP dikhawatirkan akan mendegradasi Pancasila, karena apabila disyahkan sebagai UU, Pancasila bukan lagi sebagai sumber segala sumber hukum.  

2. Penolakan RUU HIP semakin hari semakin bertambah dan pada umumnya alasan sama yaitu tidak dicantumkannya Tap MPRS no XXV/1966 maupun UU no 27/1999  sebagai konsideran.

3. Kekhawatiran terulangnya sejarah kelam, tragedi 1948 maupun 1965 yang diprakarsai PKI, apalagi dalam RUU HIP Pancasila bisa diperas menjadi Trisila dan Ekasila, mengikatkan kepada jargon PKI tentang Nasakom

VI SARAN

1. Walaupun PPAU tidak berpolitik praktis, mengingat RUU HIP ini sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara, serta berbicara masalah Ideologi disarankan PPAU mengambil sikap ikut menolak RUU HIP

2. Sikap PPAU dikirimkan kepada  Presiden, MPR, DPR, DPD, Para Akademisi, Tokoh Tokoh Agama, Tokoh Tokoh Masyarakat, serta menyarankan untuk  duduk bersama guna menyusun konsep untuk membangun  Negara  dan Jatidiri Bangsa yang berasaskan Pancasila dan UUD 45.



PERNYATAAN SIKAP PERHIPUNAN PURNAWIRAWAN  ANGKATAN UDARA 

PPAU sebagai organisasi masyarakat yang independen berasas Pancasila dan berlandaskan Undang Undang Dasar 1945 serta sudah berbadan hukum, perlu kiranya mengambil sikap dengan adanya Rencana Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), yang akhir akhir ini mengundang polemik.  Dalam pengkajian RUU HIP dengan beberapa kali diskusi, PPAU menyimpulkan :

1. Dengan adanya RUU HIP, Pancasila yang merupakan sumber segala sumber hukum seperti yang tercantum di UU No 12/2011 akan terdegradasi dan akan sejajar dengan UU yang lain.

2. Dalam Konsideran RUU HIP tidak mencantumkan Tap MPRS No XXV/1966, akan memberi peluang Ideolgi lain masuk bahkan mungkin bisa menggantikan Pancasila sebagai Ideologi Negara.

3. Pembahasan Bab II RUU HIP dimana Pancasila bisa diperas menjadi Trisila (sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan ketuhanan yang berkebudayaan), bahkan bisa diperas menjadi Ekasila (gotong royong), mengingatkan bangsa kita ke orde lama pada doktrin Nasakom yang menjadi jargon PKI.

4. Pembahasan RUU HIP justru menghambat kinerja BPIP, karena dengan adanya RUU HIP, BPIP yang didirikan sejak tahun 2017, menunggu kepastian dan faktanya sudah berjalan tiga tahun belum ada produk nyata

Dari hasil pengkajian diatas, PPAU menyatakan sikap sebagai berikut :

a. Menolak RUU HIP dan  menyarankan DPR untuk mencabut RUU tersebut.

b. Menyarankan MPR, DPR serta Pemerintah maupun Para Tokoh Masyarakat untuk duduk bersama menyusun konsep untuk membangun Negara dan Jati Diri Bangsa yang tetap berasaskan Pancasila dan UUD 45.







Rabu, 03 Juni 2020

PERUMNAS KEMBALILAH KE FITRAHMU

Prakata

Sebagai mantan Anggota Dewas Perumnas, mengikuti berita di media dimana Perumnas mengalami gagal bayar MTN, rasanya ikut menjadi prihatin.  Apalagi dengan kejadian tersebut ada pergantian besar besaran direksi di Perumnas.   Teringat kembali kejadian setelah krisis tahun 1998 dimana pada tahun 2007 di Perumnas terjadi perombakan besar besaran bukan hanya sebagian Direksi dan Pengawas yang dirombak tetap baik Direksi maupun Pengawas dirombak total.  Dengan adanya Direksi baru semoga Perum Perumnas bisa bankit seperti pengalaman 2007.

Sejenak Menengok Sejarah 

Sebelum membahas lebih lanjut perlu melihat perjalanan Perum Perumnas sejak didirikan tahun 1974.  Ide mendirikan Perumnas sebetulnya sudah  sejak Konggres Perumahan Rakyat Sehat pada tahun 1950.  Dari konggres ada tiga Keputusan Penting yaitu :

1. Mengusulkan kepada Pemerintah agar diusahakan pendirian perusahaan pembangunan perumahan yang dibantu pemerintah di setiap propinsi.
2. Pembangunan perumahan rakyat agar memakai syarat/norma minimum yaitu rumah induk dengan dua kamar tidur dan luas 36 m2, syarat minimum hendaknya menjadi undang undang.
3. Agar segera dibentuk Badan/Lembaga Perumahan yang pembiayaan dimaksudkan dalam anggaran pemerintah.

Ternyata dari tiga keputusan tersebut baru terwujud pada tahun 1974 dimana didirikan Perumnas dengan PP 29/1974, dan ditunjuknya Bank BTN sebagai Lembaga pemberi KPR (Surat Menkeu no B-49/MK/IV/1/1974) serta Kementerian yang menangani Perumahan bertugas dalam pembinaan teknis.   Bahkan ketiga instansi tersebut dikenal sebagai Pilar Utama Pembangunan Perumahan Rakyat.   Ketiga Piar tersebut adalah Kemenpera (sekarang Kemenpupr), Perum Perumnas dan Bank BTN.

Diawal didirikan Perumnas, prestasinya langsung luar biasa, bahkan saat itu bisa menenuhi hampir 95 % program pemerintah dalam merumahkan kalangan menengah kebawah.  Perumnas mampu menciptakan kawasan hunian baru seperti di Medan, Palembang, Depok, Bogor, Bekasi, Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makasar.  Awalnya merupakan daerah pinggiran saat ini sudah merupakan kota.  Perumnas tidak hanya membangun rumah tapak, setelah sukses membangun rumah tapak mulairmbangun rumah susun.

Rumah Susun Klender adalah merupakan rumah susun atau hunian vertikal pertama yang dibangun Perumas.   Menyusul Rumah Susun di Tanah Abang, Kebon Kacang, Kemayoran, Cengkareng, Sarijadi Bandung, Palembang maupun di Medan.  Sampai menjelang krisis 1998 Perumnas masih mampu mempertahankan atau membangun sekitar 50 % dari total pembangunan rumah secara nasional.

Ternyata Perumnas mengalami dampak krisis 1998, sehingga kinerjanya menurun drastis.  Titik nadir penurunan terjadi di tahun 2007, yang akhirnya ada perombakan besar besaran baik untuk Direksi maupun Pengawasnya.   Lambat lain Perumnas bisa bangkit, dan pada periode setelah 2010 Perumnas bisa menjadi  Pengembang  10 besar di Indonesia.   Selain tetap mengutamakan Rumah Tapak, melanjutkan menangani Rusunawa di Batam, Padang, Pontianak, Samarinda selain yang ada di Jakarta, Palembang, Surabaya dan Makasar.   Ternyata di situasi pertumbuhan ekonomi yang menurun yang dirasakan sejak 2015, Perumnas kembali menghadapi situasi yang tidak menguntungkan.   Di tahun 2019 kinerja Perumnas terganggu, dampaknya awal tahun 2020 gagal bayar MTM yang jatuh tempo.   Akhirnya awal April 2020 terjadi perombakan Direksi dan Pengawas besar besaran.  

Sebetulnya sejak awal didirikan Perumnas untuk mengikuti perkembangan zaman setiap masa diadakan Perubahan Peraturan Pemerintah. Pertama dengan PP no 29/1974, direvisi dengan PP 12/1988. Selanjutnya dengan adanya  UU no 19/2003 tentang BUMN, PP Perumnas direvisi dengan PP no 15/2005.   Terakhir di  era Jkw,  PP Perumnas  mengalami Revisi denga PP no 83/2015.  Sejak berdirinya Perumbas sudah mengalami 4 x perubahan atau revisi 

Kinerja Perumnas Terulang Merosot

Dari uraian Sejarah, Perumnas tahun 2019, terulang kembali kinerja Perumnas merosot.  Tahun 2007 merupakan titik nadir Perumnas disebabkan krisis yang terjadi tahun 1998. Setelah adanya perubahan total Direksi dan Pengawas di tahun 2007, kinerja Perumnas mulai menggeliat pelan pelan.   Untuk kembali seperti awal berdirinya Perumnas dimana bisa mencapai 50 % kebutuhan rumah secara Nasional memang berat.   Apalagi bersaing dengan REI atau Asosiasi Pengembang lainnya.  Selain berat bersaing dengan Pengembang lainnya, terkesan Pemerintah dalam hal ini kurang mendukung Perumnas.  Kalau sebelumnya ada Pilar Pembangunan Perumahan Rakyat adalah Kemenpera, Perumnas dan Bank BTN, sejak krisis Pilar Pembangunan Perumahan Rakyat seperti jalan sendiri sendiri.  Apakah ini dampak dari kebebasan atau transparansi ? 

Melihat Program Subsidi Rumah era SBY sebetulnya dari tahun ke tahun mengalami kenaikan luar biasa.   Awal tahun era SBY, pagu Subsidi Rumah sekitar 300 M, naik menjadi 800 M, bahkan tahun 2009 naik menjadi 2,5 T.  Setelah ada Pola FLPP pagunya semakin naik, pada tahun 2020 diprogramkan sekitar 11 T.   Sebelum krisis 1998, dapat dikatakan Subsidi Perumahan, Perumnaslah pelaku utamanya.  Tetapi setelah itu Perumnas harus bersaing ketat dg Asosiasi Pengembang lainnya.   Walaupun dengan tertatih tatih Perumnas masih mampu menjadi 10 Besar Pengembang di Indonesia.  Ternyata dengan semakin beratnya persaingan dan semakin menurunnya pertumbuhan ekonomi, Perumnas di tahun 2019 mengalami beban berat yang mengakibatkan atau mengalami gagal bayar MTN.

Langkah Benahi Perumnas 

Dengan adanya Perombakan Direksi Perumnas di awal Mei tahun 2020, diharapkan  Perumnas bisa keluar dari kegagalan bayar MTN.   Belum  sebulan adanya perombakan Direksi Perumnas, ada dua media yaitu Tribun Bisnis dan Liputan6.com memberitakan bahwa PT Peringkat Efek Indonesia (Pefindo) menaikan peringkat Perumnas dari CCC menjadi BBB.   Walaupun perubahan peringkat begitu cepat, semoga ini pertanda baik bagi Perumnas.  

Sebagai mantan Anggota Dewan Pengawas dan sebagai Mantan Ketua YKPP (Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit), untuk mencegah terulang kembali Perumnas mengalami kemerosotan, perlu kiranya Perumnas kembali ke fitrahnya seperti saat didirikan.  Perumnas lebih berkonsentrasi untuk bekerja sesuai Tupoksinya yaitu merumahkan MBR.   Awalnya Perumnas sukses merumahkan pegawai Pemerintah baik PNS maupun TNI POLRI.   Jumlah Pegawai Pemerintah saat ini sekitar 5,5 juta personil, kebutuhan rumah untuk mereka minimum 2 % atau sekitar 110.000 Personil.   Ini merupakan pasar luar biasa.  Oleh sebab itu sambil membenahi kedalam langkah langkah yang perlu ditempuh adalah :

1. Perumnas harus bisa meyakinkan kepada Pemerintah bahwa sesuai PP 83/2015, Perumnas mampu ditugasi untuk merumahkan MBR terutama Pegawai Pemerintah.

2. Perumnas mampu menghidupkan atau mensinergikan kembali Pilar Pembangunan Nasional Perumahan Rakyat yaitu Kemenpupr, Perumnas sendiri dan BTN 

3. Perumnas harus bisa meyakinkan kepada Asabri maupun Taspen bahwa Peserta Asabri maupun Taspen, Perumnas mampu menyiapkan rumah untuk mereka yang notabene peserta Asabri maupun Taspen adalah Pegawai Pemerintah.

4. Perumnas, Asabri dan Taspen maupun BTN adalah BUMN, sehingga lebih mudah untuk bersinergi.

5. Asabri dalam PP 102/2015, ada fungsi menyiapkan PUM (Pinjaman Uang Muka) tanpa bunga bagi Prajurit yang akan KPR.

6. Kalau Asabri bisa memberikan Pinjaman Uang Muka kepada Prajurit, semestinya Taspen juga bisa melakukan hal yang sama.

Dengan langkah langkah tersebut, Perumnas bisa memulai dengan membuat konsep untuk bisa sinergi antar Kementerian BUMN dan Kementerian PUPR maupun sinergi intern BUMN sendiri yaitu dengan, Asabri, Taspen, Bank BTN.   ASN, TNI POLRI adalah pasar yang sangat menjanjikan untuk mengembangkan Perumnas dan apabila Perumnas mampu memanfaatkan peluang ini, insya Allah Perumnas akan selalu bisa memenuhi kebutuhan papan untuk Pegawai Pemerintah selamanya.   Bahkan Perumnas bisa menjangkau seluruh Karyawan BUMN yang memerlukan rah.