Prakata
Sebagai mantan Anggota Dewas Perumnas, mengikuti berita di media dimana Perumnas mengalami gagal bayar MTN, rasanya ikut menjadi prihatin. Apalagi dengan kejadian tersebut ada pergantian besar besaran direksi di Perumnas. Teringat kembali kejadian setelah krisis tahun 1998 dimana pada tahun 2007 di Perumnas terjadi perombakan besar besaran bukan hanya sebagian Direksi dan Pengawas yang dirombak tetap baik Direksi maupun Pengawas dirombak total. Dengan adanya Direksi baru semoga Perum Perumnas bisa bankit seperti pengalaman 2007.
Sejenak Menengok Sejarah
Sebelum membahas lebih lanjut perlu melihat perjalanan Perum Perumnas sejak didirikan tahun 1974. Ide mendirikan Perumnas sebetulnya sudah sejak Konggres Perumahan Rakyat Sehat pada tahun 1950. Dari konggres ada tiga Keputusan Penting yaitu :
1. Mengusulkan kepada Pemerintah agar diusahakan pendirian perusahaan pembangunan perumahan yang dibantu pemerintah di setiap propinsi.
2. Pembangunan perumahan rakyat agar memakai syarat/norma minimum yaitu rumah induk dengan dua kamar tidur dan luas 36 m2, syarat minimum hendaknya menjadi undang undang.
3. Agar segera dibentuk Badan/Lembaga Perumahan yang pembiayaan dimaksudkan dalam anggaran pemerintah.
Ternyata dari tiga keputusan tersebut baru terwujud pada tahun 1974 dimana didirikan Perumnas dengan PP 29/1974, dan ditunjuknya Bank BTN sebagai Lembaga pemberi KPR (Surat Menkeu no B-49/MK/IV/1/1974) serta Kementerian yang menangani Perumahan bertugas dalam pembinaan teknis. Bahkan ketiga instansi tersebut dikenal sebagai Pilar Utama Pembangunan Perumahan Rakyat. Ketiga Piar tersebut adalah Kemenpera (sekarang Kemenpupr), Perum Perumnas dan Bank BTN.
Diawal didirikan Perumnas, prestasinya langsung luar biasa, bahkan saat itu bisa menenuhi hampir 95 % program pemerintah dalam merumahkan kalangan menengah kebawah. Perumnas mampu menciptakan kawasan hunian baru seperti di Medan, Palembang, Depok, Bogor, Bekasi, Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makasar. Awalnya merupakan daerah pinggiran saat ini sudah merupakan kota. Perumnas tidak hanya membangun rumah tapak, setelah sukses membangun rumah tapak mulairmbangun rumah susun.
Rumah Susun Klender adalah merupakan rumah susun atau hunian vertikal pertama yang dibangun Perumas. Menyusul Rumah Susun di Tanah Abang, Kebon Kacang, Kemayoran, Cengkareng, Sarijadi Bandung, Palembang maupun di Medan. Sampai menjelang krisis 1998 Perumnas masih mampu mempertahankan atau membangun sekitar 50 % dari total pembangunan rumah secara nasional.
Ternyata Perumnas mengalami dampak krisis 1998, sehingga kinerjanya menurun drastis. Titik nadir penurunan terjadi di tahun 2007, yang akhirnya ada perombakan besar besaran baik untuk Direksi maupun Pengawasnya. Lambat lain Perumnas bisa bangkit, dan pada periode setelah 2010 Perumnas bisa menjadi Pengembang 10 besar di Indonesia. Selain tetap mengutamakan Rumah Tapak, melanjutkan menangani Rusunawa di Batam, Padang, Pontianak, Samarinda selain yang ada di Jakarta, Palembang, Surabaya dan Makasar. Ternyata di situasi pertumbuhan ekonomi yang menurun yang dirasakan sejak 2015, Perumnas kembali menghadapi situasi yang tidak menguntungkan. Di tahun 2019 kinerja Perumnas terganggu, dampaknya awal tahun 2020 gagal bayar MTM yang jatuh tempo. Akhirnya awal April 2020 terjadi perombakan Direksi dan Pengawas besar besaran.
Sebetulnya sejak awal didirikan Perumnas untuk mengikuti perkembangan zaman setiap masa diadakan Perubahan Peraturan Pemerintah. Pertama dengan PP no 29/1974, direvisi dengan PP 12/1988. Selanjutnya dengan adanya UU no 19/2003 tentang BUMN, PP Perumnas direvisi dengan PP no 15/2005. Terakhir di era Jkw, PP Perumnas mengalami Revisi denga PP no 83/2015. Sejak berdirinya Perumbas sudah mengalami 4 x perubahan atau revisi
Kinerja Perumnas Terulang Merosot
Dari uraian Sejarah, Perumnas tahun 2019, terulang kembali kinerja Perumnas merosot. Tahun 2007 merupakan titik nadir Perumnas disebabkan krisis yang terjadi tahun 1998. Setelah adanya perubahan total Direksi dan Pengawas di tahun 2007, kinerja Perumnas mulai menggeliat pelan pelan. Untuk kembali seperti awal berdirinya Perumnas dimana bisa mencapai 50 % kebutuhan rumah secara Nasional memang berat. Apalagi bersaing dengan REI atau Asosiasi Pengembang lainnya. Selain berat bersaing dengan Pengembang lainnya, terkesan Pemerintah dalam hal ini kurang mendukung Perumnas. Kalau sebelumnya ada Pilar Pembangunan Perumahan Rakyat adalah Kemenpera, Perumnas dan Bank BTN, sejak krisis Pilar Pembangunan Perumahan Rakyat seperti jalan sendiri sendiri. Apakah ini dampak dari kebebasan atau transparansi ?
Melihat Program Subsidi Rumah era SBY sebetulnya dari tahun ke tahun mengalami kenaikan luar biasa. Awal tahun era SBY, pagu Subsidi Rumah sekitar 300 M, naik menjadi 800 M, bahkan tahun 2009 naik menjadi 2,5 T. Setelah ada Pola FLPP pagunya semakin naik, pada tahun 2020 diprogramkan sekitar 11 T. Sebelum krisis 1998, dapat dikatakan Subsidi Perumahan, Perumnaslah pelaku utamanya. Tetapi setelah itu Perumnas harus bersaing ketat dg Asosiasi Pengembang lainnya. Walaupun dengan tertatih tatih Perumnas masih mampu menjadi 10 Besar Pengembang di Indonesia. Ternyata dengan semakin beratnya persaingan dan semakin menurunnya pertumbuhan ekonomi, Perumnas di tahun 2019 mengalami beban berat yang mengakibatkan atau mengalami gagal bayar MTN.
Langkah Benahi Perumnas
Dengan adanya Perombakan Direksi Perumnas di awal Mei tahun 2020, diharapkan Perumnas bisa keluar dari kegagalan bayar MTN. Belum sebulan adanya perombakan Direksi Perumnas, ada dua media yaitu Tribun Bisnis dan Liputan6.com memberitakan bahwa PT Peringkat Efek Indonesia (Pefindo) menaikan peringkat Perumnas dari CCC menjadi BBB. Walaupun perubahan peringkat begitu cepat, semoga ini pertanda baik bagi Perumnas.
Sebagai mantan Anggota Dewan Pengawas dan sebagai Mantan Ketua YKPP (Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit), untuk mencegah terulang kembali Perumnas mengalami kemerosotan, perlu kiranya Perumnas kembali ke fitrahnya seperti saat didirikan. Perumnas lebih berkonsentrasi untuk bekerja sesuai Tupoksinya yaitu merumahkan MBR. Awalnya Perumnas sukses merumahkan pegawai Pemerintah baik PNS maupun TNI POLRI. Jumlah Pegawai Pemerintah saat ini sekitar 5,5 juta personil, kebutuhan rumah untuk mereka minimum 2 % atau sekitar 110.000 Personil. Ini merupakan pasar luar biasa. Oleh sebab itu sambil membenahi kedalam langkah langkah yang perlu ditempuh adalah :
1. Perumnas harus bisa meyakinkan kepada Pemerintah bahwa sesuai PP 83/2015, Perumnas mampu ditugasi untuk merumahkan MBR terutama Pegawai Pemerintah.
2. Perumnas mampu menghidupkan atau mensinergikan kembali Pilar Pembangunan Nasional Perumahan Rakyat yaitu Kemenpupr, Perumnas sendiri dan BTN
3. Perumnas harus bisa meyakinkan kepada Asabri maupun Taspen bahwa Peserta Asabri maupun Taspen, Perumnas mampu menyiapkan rumah untuk mereka yang notabene peserta Asabri maupun Taspen adalah Pegawai Pemerintah.
4. Perumnas, Asabri dan Taspen maupun BTN adalah BUMN, sehingga lebih mudah untuk bersinergi.
5. Asabri dalam PP 102/2015, ada fungsi menyiapkan PUM (Pinjaman Uang Muka) tanpa bunga bagi Prajurit yang akan KPR.
6. Kalau Asabri bisa memberikan Pinjaman Uang Muka kepada Prajurit, semestinya Taspen juga bisa melakukan hal yang sama.
Dengan langkah langkah tersebut, Perumnas bisa memulai dengan membuat konsep untuk bisa sinergi antar Kementerian BUMN dan Kementerian PUPR maupun sinergi intern BUMN sendiri yaitu dengan, Asabri, Taspen, Bank BTN. ASN, TNI POLRI adalah pasar yang sangat menjanjikan untuk mengembangkan Perumnas dan apabila Perumnas mampu memanfaatkan peluang ini, insya Allah Perumnas akan selalu bisa memenuhi kebutuhan papan untuk Pegawai Pemerintah selamanya. Bahkan Perumnas bisa menjangkau seluruh Karyawan BUMN yang memerlukan rah.