Minggu, 31 Maret 2019

MEMENUHI KEBUTUHAN RUMAH BAGI ASN dan ANGGOTA TNI POLRI

Membaca berita Property akhir bulan Maret 2019, menjadi ingat tulisan penulis yang dimuat Majalah Property&Bank awal 2015.   Tulisan berjudul “Rumah Gratis untuk PNS TNI POLRI”.  Tulisan tersebut sebenarnya untuk mendukung Program Sejuta Rumah Jkw.   Namun sepertinya kurang mendapat sambutan, padahal apabila state holder dlm bidang perumahan mau melihat atau membuka sejarah, ide tersebut bukan hal yang sulit.

Mari kita buka kembali Kepres No 08/1977, dimana Kepres tersebut sebagai dasar para Pegawai Pemerintah baik PNS maupun ABRI setiap bulannya dipotong gaji 10 % dengan Rincian :

1. Potongan 4,75 % untuk Dana Pensiun
2. Potongan 2 % untuk Dana Kesehatan
3. Potongan 3,25 % untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan)

Potongan Gaji 10 % sampai detik ini masih berlaku belum ada perubahan.

Selain masalah Kepres tersebut diatas, marilah kita kilas balik, tentang 3 Pilar Pembangunan Perumahan Nasional.   Ketiga Pilar tersebut adalah Kementerian Perumahan, Perum Perumnas dan BTN.   Saat itu Kementerian Perumahan sebagai Regulator, Perum Perumnas yang didirikan tahun 1974 sebagai Pengembang dan BTN sebagai Bank Penyalur Kredit.   Hasil dari ketiga Pilar tersebut di tahun 80 sd 90 an, terlihat nyata dimana Perum Perumnas membangun Kawasan Perumahan maupun Rumah Susun.  Bahkan Kawasan Petumahan maupun Rusun yang dibangun Perum Perumnas, semula di pinggiran sekarang sudah menjadi Kota.  Contohnya tersebar di Depok, Jakarta, Palembang, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya maupun Makasar.

Masihkah ke 3 Pilar tersebut ? Jelas masih ada, disayangkan menurut penulis masing masing kedepankan egonya, melupakan sejarahnya.  Ketiga pilar tersebut berjalan sendiri sendiri, tidak bergandeng tangan lagi.   Padahal kebutuhan rumah untuk MBR masih jauh terpenuhi.   Terbukti Backlog rumah masih tinggi, walau data datanya selalu tidak sama.  Bahkan untuk ASN TNI POLRI saja masih tercatat membutuhkan Rumah sekitar 1.535.000 unit.   Kalau kebutuhan rumah kalangan ASN TNI POLRI saja sekitar 1,5 juta unit, berarti tidak  salah apabila Backlog Runah sekitar 15 juta unit.   Satu sisi Pola pemenuhan kebutuhan rumah untuk ASN dan Anggota TNI POLRI masih begitu begitu saja.   Masih soal Subsidi, Bantuan Uang Muka, berkembang Pola FLPP, serta  Aturan Harga Rumah.  Dari hasil Munas REI belum lama ini,  Aturan Resmi Hunian Bagi ASN, TNI POLRI diharapkan segera keluar  akhir April 2019.  Sebagai Penulis tetap di Majalah Property&Bank, sejak awal tahun 2012, pernah menulis dengan judul Mimpi Merumahkan MBR tanpa Subsidi, bahkan awal 2015 menulis dengan judul Rumah Gratis untuk PNS TNI POLRI.

Dalam kesempatan ini, penulis mengulang kembali konsep Memenuhi Kebutuhan Rumah untuk ASN TNI POLRI, bahkan Pemerintah tidak perlu anggarkan khusus untuk mereka.  Anggaran dari Pemerintah yang ada atau Pola FLPP bisa digunakan untuk MBR diluar ASN TNI POLRI.  Bagaimana Polanya ? Kalau dulu ada 3 Pilar Pembangunan Perumahan Nasional (Kementerian Perumahan, Perum Perumnas dan BTN) sekarang yang perlu dilibatkan selain 3 Pilar tersebut ditambah TASPEN dan ASABRI.   Kenapa TASAPEN dan ASABRI ? Karena kedua instansi tersebutlah yang kelola Potongan Gaji ASN dan TNI POLRI terutama Potongan 3,25 %.   Aset TASPEN dan ASABRI saat ini sudah cukup besar, sehingga sudah waktunya untuk memikirkan bagaimana pemegang polisnya bisa mempunyai rumah.   Para ASN dan Anggota TNI POLRI jangan dibebani untuk Angsuran  KPR atau KPA, tetapi TASPEN dan ASABRI lah yang mengangsur dan begitu mereka berumah tangga langsung bisa disiapin Rumah.   Pola tidak jauh dengan Pola tahun 80 sd 90 an, sekarang bukan hanya 3 Pilar tetapi 5 Pilar sebagai berikut :

1. Kementerian Bidang Perumahan tetap sebagai Regulator
2. Perum Perumnas sebagai Pengembang
3. BTN sebagai Bank Penyalur Kredit
4. TASPEN sebagai Pengangsur untuk ASN
5. ASABRI sebagai Pengangsur untuk anggota TNI POLRI

Dengan Pola ini ASN maupun Anngota TNI POLRI tidak dibebani Angsuran untuk KPR maupun KPA, karena mereka sudah dipotong gaji setiap bulan yang dikelola TASPEN dan ASABRI,   Semoga siapapun Presiden yang terpilih dalam Pilpres tahun ini, bisa menerapkan pola ini dan Penulis yakin Konsep ini menguntungkan semua pihak .. Aamiin  (Penulis Marsda TNI Purn Tumiyo mantan Ketua YKPP dan mantan Dewas Perum Perumnas)



Kamis, 14 Maret 2019

PRASASTI JEJAK SANG PENGINTAI CESSNA 401/402

Sebagai Pilot Pesawat Cessna 401/402, dan sebagai saksi sejarah yang pernah tugas di Skadron Udara 17 dimana pertama kali pesawat tersebut ditempatkan dan di Skadron Udara  4 sebagai tempat terakhir ditempatkan, merasa terpanggil untuk membuat tulisan supaya sejarah tidak terputus.   Sewaktu ada instruksi Kasau Marsekal Hadi Tjahyanto untuk menempatkan Pesawat Cessna 401/402 di Museum Dirgantara di Yogyakarta medio 2017, sebagai pilot pesawat tersebut saya ikut menyampaikan masukan kepada beliau.  Masukan saya sampaikan karena Kasau memberikan Konsep Logo Skadron di Pesawat ada 4 logo yaitu Logo Skadron Udara 17, Skadron Udara 2, Skadron Udara 4 lama dan Skadron Udara 4 baru.   

Sebagai pilot Pesawat Cessna 401/402 yang pernah di Skadron Udara 17 dan Skadron Udara 4, saya menyampaikan masukan bahwa pesawat tersebut tidak pernah ditempatkan di Skadron Udara 2.   Dari Skadron Udara 17 langsung ke Skadron Udara 4, kebetulan di detik detik perpindahan saya masih aktif menerbangkan pesawat tersebut, saat itu  pesawat tidak di parkir dalam hanggar Skadron Udara 17 lagi,  namun diparkir disamping Skadron Udara 2.   Dengan masukan ini akhirnya Kasau memberikan Surat Tugas untuk menelusuri Sejarah Pesawat 402/402 dengan Surat Tugas No Sgas/29/XII/2017.

Dalam Surat Tugas tersebut nama nama yang dicantumkan sebagai Nara  Sumber adalah :

1. Marsdya TNI Purn Ian Santosa Perdanakusuma
2. Marsda TNI Purn Djoko Sasetyo
3. Marsda TNI Purn Mulyanto
4. Marsda TNI Purn Tumiyo
5. Marsda TNI Purn Yushan Sayuti
6. Marsda TNI Purn Sru Ascaryo
7. Marsda TNI Purn Chaerudin Ray
8. Marsda TNI Purn Agus Barmas
9. Marsda TNI Purn Sudipo Handoyo
10. Marsma TNI Purn Gardjito Bismo
11. Marsma TNI Purn Soeharjanto
12. Marsma TNI Purn Suharso
13. Kpt Purn Ratih Kusuma
14. Kpt Purn Oto Sigit
15. Kpt Purn Pengkuh Hardjo
16. Kpt Purn Sariyanto

Dalam kesepakatan dari para sesepuh dan senior, saya ditunjuk sebagai koordinator pelaksanaan tugas untuk menelusuri sejarah tersebut.  Sebagai Prajurit walau sudah purnawirawan saya tidak bisa menolak kesepakatan tersebut, akhirnya saya membentuk tim kecil, itupun juga hanya komunikasi dengan WA.  Tentunya yang saya ajak dalam tim kecil para yunior namun selalu meminta restu kepada sesepuh dan senior, juga melalui komunikasi by WA.  Begitu ada restu dari Kassu saya langsung membuat WAG  yang berjalan sampai sekarang. 

Sebetulnya sambil  menunggu surat tugas, saya bersama tim kecil sudah menelusuri sejarah Pesawat Cessna 401/402. Dimulai cek dokumen ke Skadron Udara 2 serta menghubungi para Kadishar Skadron Udara  2 dari Angkatan 71 sd 76, smua menyatakan bahwa Pesawat tersebut tidak pernah menjadi kekuatan Skadron Udara 2.  Bahkan dari Tamtama  Titik Bekal Skadron Udara 17 yang menangani suku cadang Pesawat Cessna 401/402, yang  juga ikut pindah ke Skadron Udara 4, sejak awal titik bekal tidak dipindah ke Skadron Udara 2.  

Selain menelusuri sejarah Pesawat Cessna 401/402 , Tim Kecil mengusulkan adanya Prasasti yang memuat nama nama pilot yang menerbangkan pesawat tersebut.   Ide ini saya sampaikan kepada Kasau dan beliau langsung setuju .   Mungkin para sesepuh dan senior ada yang belum tahu siapa dibalik adanya Prasasti ini ? Marsda TNI Purn Sudipo Handoyo sebagai Pelaksana di Lapangan untuk Pembuatan Prasasti, dan Kpt Purn Pengku Hardjo sebagai Pelaksana Penggalang Dana.   Pembuatan Prasasti ini memerlukan Dana sekitar 50 juta berdasar proposal Pembuat Prasasti, karena Prasasti terbuat dari Perunggu dan memuat nama seluruh Pilot Cessna 401/402.  Dalam Prasasti memuat 139 Pilot dari Angkatsn 60 sampai dengan Angkatan 89. Prasasti ini merupakan satu2nya yang memuat nama nama pilot yang ada di Museum Dirgantara di Yogya.

Saya sebagai Ketua Panitia Kecil selalu melaporkan Perkembangan pembuatan Prasasti kepada Kasau, bahkan Kasau menyampaikan apabila kekurangan dana akan menutup.   Alhamdulillah atas kegigihan Kpt Purn Pengku Hardjo didukung adik adik yang terbang diluar, semua kebutuhan dana bisa dicukupi tanpa dukungan dari Kasau.  Yang membuat saya terharu , dari adik adik minta para sesepuh n senior tidak perlu memikirkan masalah dana.

Di saat Panitia kecil menyiapkan Prasasti dan sesuai petunjuk Kasau bahwa penyerahan Pesawat Cessna di akhir Desember 2017, tiba tiba ada instruksi akan dilaksanakan awal Desember 2017.   Terus terang Panitia Kecil kelabakan karena dari Pembuat Prasasti menyanggupi minggu ketiga Desember 2017 baru selesai.   Namun Marsda TNI Purn Sudipo Handoyo tidak kekurangan akal, minta kepada Pematung untuk membuat dumy Prasasti yg terbuat dari mika,  dibuat persis seperti dari tembaga.  Prasasti dari Mika bisa dicetak dalam hitungan hari dan dicat  seperti perunggu.  Akhirnya Prasasti  Prasasti yang ditanda tangani Kasau saat Peresmian Penyerahan Pesawat Cessna 401/402 tgl 8 Desember 2017 bukan Prasasti yang asli.  

Demikianlah Jejak Prasasti Sang Pengintai Cessna 401/402 penuh liku liku dan Alhamdulilah anak Walet sebagai Tim Kecil tidak mengecewakan para sesepuh dan senior dalam menyiapkan Penyerahan Pesawat Cessna 401/402 ke Museum Dirgantara di Yogyakarta (Marsda TNI Purn Tumiyo)




PESAWAT CESSNA 401/402 SEBAGAI PIONER WALET


Pada tahun 1960-an, armada pesawat angkut TNI AU terus bertambah mulai dari pesawat jenis angkut berat, sedang maupun jenis pesawat angkut ringan termasuk didalamnya pesawat Cessna 401A/402A.
Cessna 401A/402A diproduksi oleh Cessna Aircraft Company of Wichita USA pertama kali pada tahun 1966.  Pesawat yang pada saat itu tergolong canggih di kelasnya ini memiliki dua tipe yaitu tipe C-401 dan C-402.  Bermesin ganda dari pabrik Continental dengan 6 buah piston yang dilengkapi system turbo charger dan dapat menghasilkan tenaga sebesar 300 HP pada setiap mesinnya.  Pada awal tahun 1969 pesawat Cessna menjadi kekuatan TNI AU. Pengadaan pesawat Cessna 401/402 oleh Sekretariat Negara ini merupakan salah satu hasil pengadaan Renstra I yang awal penugasannya digunakan untuk Operasi PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) di Irian Barat.  Operasi ini berjalan sukses dan pada November 1969 PBB menetapkan Irian Barat resmi masuk Republik Indonesia.  

Dalam Operasi PEPERA, Cessna 401A/402A melaksanakan mobilisasi para kepala suku di Irian Barat untuk duduk dalam Dewan Musyawarh PEPERA yang dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 1969.  Disamping itu juga digunakan sebagai transportasi bagi para petugas dari PBB, negara-negara pengamat dan negara-negara peninjau. Daerah-daerah yang dijadikan sebagai tempat pemungutan suara mencakup 8 kabupaten, yaitu: Merauke, Jayawijaya, Paniai, Fakfak, Sorong, Manokwari, Biak dan Jayapura.   Setelah Operasi PEPERA, Cessna 401/402 masih digunakan di Papua untuk konsolidasi dan hubungan dengan pejabat kabupaten.   Akhir tahun 1971 konsolidasi Papua dianggap selesai dan pesawat dititipkan kepada Skadron 17 untuk angkutan VIP.

Awal Kedatangan

Tujuh pesawat Cessna yang dipesan Indonesia memiliki dua tipe yaitu C-401 sejumlah lima pesawat dan C-402 dua pesawat. Tipe C-401 dengan registrasi; A-4011, A-4012, A-4013, A-4014 dan A-4015.   Sedangkan tipe C-402 nomor registrasinya AF-4021 dan AF-4022.   Pesawat  yang digunakan sebagai angkut khusus dan latih lanjut bagi siswa Sekbang TNI AU jurusan transport ini mampu membawa 5 orang penumpang dengan kecepatan jelajah mencapai 310 km/jam (170 knots).
Untuk merealisasikan pengawakan Cessna 401A/402A di Indonesia, TNI Angkatan Udara memberangkatkan penerbang dan teknisi ke Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan dalam pengoperasian dan pemeliharaan pesawat Cessna 401A/402A. Dua penerbang yang dikirim ke Amerika adalah Mayor Pnb Djoko Susetyo dan Kapten Pnb Subardi.  Dua penerbang ini juga yang langsung membawa pesawat Cessna-402A ke Indonesia dengan rute yang sangat panjang.
Pesawat Cessna dengan Register AF-4021 diterbangkan oleh Kapten Pnb Subardi dan Register AF-4022 diterbangkan oleh Mayor Pnb Djoko Susetyo dengan didampingi oleh pilot dari pabriknya Cessna Aircraft Company of Wichita USA.  Pesawat diterbangkan langsung dari Wichita Kansas Amerika ke Lanud Halim Perdanakusuma selama beberapa hari dengan rute:
Wichita Kansas ke Oakland selama 8 jam
Oakland ke Hawai selama 13 jam
Hawai ke Guam selama 15 jam
Guam ke Singapore selama 16 jam
Singapore ke Halim Perdanakusuma sekitar 3 jam

Dari Singapore menuju Halim Perdanakusuma, Mayor Pnb Djoko Susetyo dan Kapten Subardi tidak lagi didampingi penerbang dari pabrikan, tetapi terbang solo. Penerbangan “ferry flight” dari USA ini tentu tidak mudah untuk jenis pesawat kecil, namun dengan fisik dan stamina yang sangat tinggi, penerbangan selama 55 (limapuluh lima) jam dapat dilaksanakan dengan baik dan pesawat mendarat dengan selamat di Lanud Halim Perdanakusuma.  Dua penerbang ini jugalah yang kemudian memberikan pelatihan kepada para penerbang lainnya di Lanud Halim Perdanakusama.

Dari Halim ke Malang

Diawal kedatanganya, Cessna 401A/402A ditempatkan di Skadron Udara 17 Linud Khusus Lanud Halim Perdanakusuma dan melaksanakan Operasi Pepera, setelah Operasi Pepera selesai dengan sukses dan Irian Barat masuk ke Indonesia, maka pesawat ini kembali ke Skadron 17 Linud Khusus. Pada tahun 1983, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor Kep/22/XI/1983 tanggal 29 November 1983, tentang revitalisasi dan refungsionalisasi Skadron Udara 17 Linud Khusus, yang mengubah kekuatan pesawat di Skadron Udara 17 Linud Khusus dengan pesawat-pesawat jenis baru yang sesuai dengan fungsi dan tugas utamanya. Dan kemudian namanya disesuaikan menjadi Skadron Udara 17 VIP.    Realisasi dari perubahan tersebut, pesawat-pesawat yang tidak termasuk sebagai pesawat VIP, seperti Cessna 401A/402A, Dakota C-47, Skyvan SC-7 dan Casa C-212, tidak diparkir di hanggar Skadron 17 lagi namun diparkir disamping Skadron Udara 2, namun tetap dibawah kendali Wing 1 Halim.

Tahun 1985, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor Kep/02/I/1985 tanggal 17 Januari 1985, Skadron 4 Pengintai Darat kembali dioperasionalkandengan menyandang nama baru Skadron Udara 4 Angkut Ringan.  Semua pesawat yang semula ber-home base di Skadron Udara17 Lanud Halim Perdanakusuma, yaitu Cessna 401A/402A, Dakota C-47, Skyvan SC-7 dan Casa C-212, dipindahkan ke Lanud Abdurachman Saleh Malang menjadi kekuatan Skadron Udara 4 Angkut Ringan.    Perpindahan ke Lanud Abdurachman Saleh dipimpin oleh Mayor Pnb Suharso sebagai Komandan Skadron, dan pada 9 April 1985 pengaktifan kembali Skadron Udara 4 diresmikan oleh Kasau Marsekal TNI Sukardi melalui upacara militer di depan hanggar Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh.

Berbagai Tugas Operasi

Sejak kedatangannya, selain OPERASI PEPERA di Irian Barat, pesawat Cessna 401A/402A banyak dilibatkan dalam berbagai kegiatan, baik dalam Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP), antara lain :

Operasi Seroja.  Sejak awal pelaksanaan OPERASI SEROJA pada bulan Desember 1976 sampai dengan bulan Juli 1977 armada Cessna 401A/402A yang memiliki kemampuan foto udara telah dilibatkan dalam operasi militer untuk perang di Timor Timur.  Kemudian dilanjutkan dengan Operasi Kamdagri tosampai dengan tahun 1989.   Pesawat Cessna 401A/402A di-BKO-kan di Pangkoopskam Timor-Timur dengan tugas membantu satuan-satuan lain, baik satuan darat, laut, maupun satuan sendiri dalam melaksanakan operasi di wilayah tersebut.  Pada operasi ini, Cessna dilengkapi Camera  obligue. Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan pemotretan udara dan pengintaian visual (air recognition atau air recce).  Operasi dilaksanakan diseluruh wilayah Timor-timur dengan sasaran tempat-tempat atau daerah-daerah yang di curigai sebagai tempat persembunyian Gerombolan Pengacau Keamanan (GPK).   Pelaksanaan photo recce dari Lanud Bacau menggunakan High Low Low High.   High dimaksudkan adalah batas ketinggian aman dari senjata yang dimilki musuh, sedangkan Low adalah batas terbang rendah menuju daerah sasaran pada ketinggian 500 feet dengan sekali passing (single passing). Pada operasi di Timor Timur, pesawat Cessna 401A/402A menggunakan call sign “WALET” disamping melakukan pengintaian udara juga dibebani tugas menyebarkan pamflet dari pemerintah daerah di wilayah operasi.

Operasi Natuna Jaya dan Operasi Halau. Pada pertengahan tahun 1975 setelah tentara Amerika menderita kekalahan di Vietnam telah menimbulkan gelombang pengungsi rakyat Vietnam secara besar-besaran. Para pengungsi ini menggunakan perahu kecil dan tongkang melalui Laut China Selatan memasuki Laut Natuna menuju ke Indonesia. Untuk menanggulangi para pengungsi tersebut PBB melalui UNHCR telah minta kepada pemerintah Indonesia agar bersedia menanggulanginya yaitu dengan menampung sementara di Pulau Galang.  Dari pulau Galang UNHCR mengatur penyaluran mereka ke negara yang bersedia menampung secara permanen. Kegiatan ini berlangsung sekitar tiga tahun. Pada tahun 1985 gelombang pengungsi ini kembali terjadi secara terus menerus tetapi karena mereka bukan lagi korban perang maka UNHCR tidak lagi bersedia mengurusnya. Oleh karena itu Pemerintah RI juga tidak bersedia menampungnya, sehingga untuk menanggulanginya dilakukan pengusiran agar tidak memasuki wilayah NKRI. Untuk itu pada bulan September 1985 di wilayah sekitar Laut  Natuna di gelar Operasi Halau yang dibawah kendali Pangkoopsau I.  Pesawat  Cessna 401A/402A di BKO-kan di Lanud Ranai bersama-sama dengan Unit OV-10 dari Skadron Udara 3 dan SA-330 Super Puma dari Skadron Udara 8   Pada operasi ini, tugas utama pesawat Cessna 401A/402A adalah sebagai pesawat yang mengawali dari seluruh rangkaian operasi. Hasil temuan dari pengintaian udara selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh pesawat penghalau bersenjata yaitu pesawat OV-10 Bronco.    Dalam operasi laut ini, untuk memperoleh bukti-bukti yang otentik pesawat Cessna 401A/402A dilengkapi camera oblique (EG flight) yang tujuannya untuk mendapatkan foto udara secara acktual real time.    Pengintaian udara dilaksanakan dengan ketinggian antara 2.500 sampai 500 feet dan target yang dicari berupa kapal pengungsi berupa kapal tongkang yang sarat dengan muatan manusia.    Selain memperkuat Operasi Halau, Cessna 401A/402A juga dibebani pula dengan tugas administrative yaitu mengambil gaji seluruh personel dan PNS Lanud serta Satuan Radar di Ranai dari Tanjung Pinang.

Operasi Rencong Terbang.   Pada operasi ini, Cessna 401A/402A ber-home base di Lanud Maimun Saleh di Pulau Sabang.  Operasi dimulai pada bulan Mei 1987.  Daerah pemotretan adalah wilayah Aceh Utara, Aceh Tengah, dan sepanjang pesisir pantai Utara Aceh, yang diduga sebagai tempat penyelundupan senjata-senjata dari negara tetangga serta sasaran-sasaran yang dicurigai sebagai tempat persembunyian tentara GAM.

Operasi Hujan Buatan. Selain mendukung OMP, Cessna 401A/402A dilibatkan pula dalam OMSP, seperti operasi hujan buatan yang bertujuan untuk melakukan modifikasi cuaca di beberapa wilayah Indonesia yang mengalami kekeringan akibat kemarau panjang atau untuk mengisi waduk-waduk dan bendung-bendung yang airnya mulai menyusut.   Operasi Hujan Buatan merupakan proyek dari Badan Pengakajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan pertama kali dilaksanakan di Bogor, kemudian di Bandung, Solo dan Pulau Lombok.  Pada awal pelaksanaannya, Operasi Hujan Buatan disupervisi oleh Prof. DR. De Vacolt seorang ahli hujan buatan dari Thailand.

Bidang tugas lainnya yang dilaksanakan Cessna 401A/402A adalah survei lapangan menjelang Panen Raya, sebagai upaya meningkatkan hasil pertanian pemerintah pada tahun 1971 dengan melaksanakan Proyek Bimbingan Masyarakat (BIMAS). Dalam proyek ini pemerintah membantu petani dengan pupuk dan insektisida. Proyek ini diprakarsai oleh Menteri Pertanian yang pada waktu itu dijabat oleh Prof. DR. Ir. Hadi Tayeb. Guna mengetahui hasilnya maka pada setiap menjelang Panen Raya, Mentri Pertanian melakukan survai dari udara. Pesawat terbang yang digunakan adalah pesawat Cessna-401 dengan rute penerbangan dari Jakarta menyusuri daerah lumbung padi disepanjang bagian utara Pulau Jawa. Penerbangan dilakukan pada ketinggian 1.000 feet dan dilakukan secara zig-zag mulai dari daerah Bekasi sampai dengan Surabaya.

Tugas Pendidikan Penerbang.
Selama mengabdi di Angkatan Udara pesawat-pesawat Cessna 401/402 juga telah digunakan untuk mendidik dan melatih para Penerbang yang baru lulus dari pendidikan di Sekolah Penerbang Angkatan Udara di Yogyakarta. Para Penerbang baru tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu Perwira Siswa yang mengikuti Pelatihan Terbang Transisi (Transition Flight Training) dan Siswa Penerbang (umumnya masih belum jadi Perwira efektif) yang mengikuti Pelatihan Terbang Split System yaitu mereka yang masih memiliki status sebagai Siswa Sekolah Penerbang di Wing Pendidikan 01. Intensitas pendidikan penerbang dengan pesawat Cessna C-401/402 termasuk tinggi terutama setelah tahun 1977. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Penerbang yang selesai mengikuti pelatihan dan memiliki rating pesawat Cessna-401/402 selama 30 tahun mencapai 139 Penerbang.  Lebih dari separuhnya merupakan hasil pelatihan angkatan 1980 sampai dengan angkatanĂ q 1989. Para Penerbang ini sekarang sebagian sudah purnawira, sebagian menjadi Pejabat TNI AU termasuk bapak Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan sebagian besar telah tersebar di berbagai perusahaan penerbangan di Indonesia (perusahaan Airlines).

Lahirnya Sang “WALET”
Walet merupakan kebanggaan, kehormatan dan identitas jati diri para penerbang-penerbang Skadron Udara 4, yang mengekspresikan karakter sebagai personel yang lincah, tanggap, tanggon, dan trengginas, serta dapat saling bekerjasama secara solid sehingga mampu untuk selalu diandalkan dalam menyelesaikan setiap misi.
Walet lahir pada Desember 1985, ketika awak pesawat pengintai Cessna 401A/402A, Captain Pilot Kapten PNB Chaerudin Ray dan Co-Pilot Lettu PNB Sudipo Handoyo selesai melaksanakan misi operasi (Operasi Halau) di Kepulauan Natuna.  Sewaktu melepas lelah di pantai Natuna, mereka melihat seekor burung Walet yang terbang lincah di sekitar mereka. Mengamati burung Walet yang terbang tersebut, timbul ide Kapten Pnb Chaerudin untuk mengambil Walet sebagai “call sign” pesawat Cessna 401A/402A yang sedang bertugas.  Kemudian istilah Walet resmi dikukuhkan sebagai panggilan bagi pesawat-pesawat yang bernaung di bawah Skadron Udara 4.  Sedangkan untuk pemberian Walet Number diurut berdasarkan senioritas, namun setelah Walet 15 mengalami perubahan, walet number diberikan kepada para penerbang yang sudah menjadi captain pilot saja.

Pengabdian Pesawat Cessna-401/402,
yang pada  akhirnya tahun 1994, Cessna 401A/402A dinon-aktifkan karena kondisi pesawat yang secara teknis sudah tidak layak operasional. Untuk mewakili dari seluruh armada Cessna 401A/402A, dan untuk mengenang pengabdian pesawat tersebut, Cessna 401 dengan “tail number” A-4014 dijadikan Monumen di Lanud Abdurachman Saleh Malang.  Pengabdian Cessna 401A/402A kepada bangsa dan negara NKRI sekarang sudah menjadi bagian dari sejarah bangsa, khususnya TNI AU.  

Untuk itu, sebagai penghargaan terhadap jasa-jasanya, pada bulan Juli 2017 Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P menginstruksikan agar pesawat Cessna 401 dengan tail number A-4014 direlokasi ke Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala di Lanud Adi Sutjipto, Yogyakarta dan diresmikan pada tanggal 3 Desember 2017. Harapannya adalah agar dapat menjadi benda sejarah yang akan selalu dikenang dan juga sebagai bahan pembelajaran bagi generasi penerus bangsa Indonesia sepanjang masa. (Marsda TNI Purn Tumiyo, Maret 2019)
 

Minggu, 10 Maret 2019

FLPP UNTUK SIAPA ?

Membaca harian Rakyat Merdeka Senin 11 Maret 2019, penulis tertarik dengan judul Batas Gaji Penerima KPR Subsidi Mau Dinaikan.   Luar biasa kenaikannya dari 4 juta menjadi 8 juta.   Kenaikan mencapai 100%, hemat penulis suatu langkah yang berlebihan.  Langkah ini jelas menguntungkan bagi Perbankan dan Pengembang, namun bagaimana dengan MBR ?

Penerima Subsidi KPR saat ini berupa FLPP, yang awalnya dikelola BLU FLPP sekarang oleh PPDPP.   Sejak awal penulis sampaikan gagasan bahwa khusus untuk Pegawai Pemerintah (ASN, TNI POLRI) perlu ada penanganan khusus.   Bahkan awal tahun 2015 penulis berani menulis yang bisa dilihat di Google :

Melihat serapan FLPP sampai detik ini masih didominasi oleh Pegawai Swasta (sekitar 73.72%), langkah menaikkan skema FLPP dari 4 juta menjadi 8 juta, perlu adanya kajian kembali.   Bisa kita bayangkan untuk Pegawai Pemerintah (ASN, TNI n POLRI) yg gajinya masih dibawah 4 juta, tentunya makin sulit untuk ikuti Program FLPP.   Dalam hal ini pasti dari pihak Pengembang maupun Perbankan akan mencari konsumen yang penghasilannya 8 juta.   Pola ini pasti disambut baik oleh Pengembang dan Perbankan bahkan dikupas ibarat dapat Durian Runtuh.

Kembali masalah skema FLPP, sejak awal adanya FLPP, penulis sering utarakan bahwa Pola FLPP atau Subsidi Rumah kurang efisien dan tidak optimal.  Dari pantauan Pagu yang semakin besar tapi serapan semakin kecil.  Itu diawal FLPP, mungkin sekarang penyerapan lebih besar karena merupakan dana bergulir.   Penulis menilai FLPP ini orientasi bisnis bukan Subsidi.   Kenapa penulis melihat orientasi bisnis ? FLPP menggunakan APBN tetapi dibungakan, lepas bunga hanya 5%.   Memang dana tidak hanya dari APBN tapi juga gunakan dana Bank.  Awalnya APBN 60%, Bank 40 % sempat APBN 90 % dan Bank 10 %.

Penulis mempunyai Pengalaman meng KPR kan Prajurit untuk KPR dengan meminjamkan
 uang muka sampai dengan 30 sd 50 % harga rumah namun tanpa bunga.   Yaitu saat kelola YKPP, oleh sebab itu Penulis selalu memimpikan Program KPR dari Pemerjintah tanpa bunga.  Tulisan perdana penulis di Majalah Property&Bank dengan judul Mimpi Merumahkan MBR tanpa Subdidi Pemerintah, bahkan di awal tahun 2015 dg judul Rumah Gratis untuk PNS, TNI dan POLRI.

Dalam gagasan tersebut para anggota ASN TNI dan POLRI begitu berkeluarga, bisa mendapatkan Rumah Gratis standart Sederhana.   Para Pegawai Pememetintah baik ASN TNI POLRI setiap bulan dipotong gaji, 10 %, dimana yang 3,25 % untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan) sesuai Kepres No 8/1977.   Potongan tersebut dikelola oleh Taspen dan Asabri, potongan itulah untuk siapkan rumah bagi ASN TNI dan POLRI.  Apalagi Taspen, Asabri mau sinergi dengan Perbankan dan Pengembang, gagasan Rumah Gratis untuk ASN TNI dan POLRI bisa terwujud.

Apabila gagasan ini terwujud, FLPP bisa dimanfaatkan untuk MBR diluar Pegawai Penerintah, sehingga cita cita untuk merumahkan seluruh rakyat mempunyai hunian layak akan terwujud.   Namun pola pemerintah yang meningkatkan skema FLPP dimana batasan penghasilan dinaikkan dari 4 juta ke 8 juta, alamat para Pegawai Pemerintah akan semakin sulit untuk mendapatkan subsidi Rumah.   Dalam Bank Checking bagi yang akan manfaatkan FLPP, pasti akan memilih yang punya gaji mendekati 8 juta.   Padahal Gaji para Pegawai Pemerintah masih banyak yang dibawah 4 juta.   Akhirnya sebetulnya FLPP ini untuk siapa ?

Tetapi smoga  gagasan atau pemikiran penulis tentang merumahkan Pegawai Penerintah tentang Rumah Gratis untuk PNS TNI dan POLRI ini juga bisa didengar oleh BP TAPERA (BP TAPERA sampai detik ini belum terbentuk), sehingga UU TAPERA juga segera dapat diimplementasikan .. Aamiin