Jumat, 22 Juni 2018

DALAM ATASI BACKLOG RUMAH POLA TNI POLRI PERLU DITIRU

Kebutuhan Pokok harkat hidup rakyat sering dikenal dengan Sandang, Pangan dan  Papan.   Dari ketiga kebutuhan pokok tersebut baru bidang Sandang yang sudah tidak menjadi perhatian Pemerintah, namun untuk Pangan dan Papan masih mendapatkan Subsidi dari Pemerintah.   Yang menjadi keprihatinan kita bersama adalah kebutuhan di bidang Papan.   Kesenjangan didalam kebutuhan dibidang Papan yang dikenal dengan Backlog Rumah ternyata masih tinggi. Berbeda beda dalam menilai besaran Backlog Rumah dalam kisaran 13 sd 15 Jt.

Penulis sependapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan Backlog Perumahan makin meningkat dalam menentukan acuan jumlah Backlog Perumahan, karena terdapat perbedaan sudut pandang antar Kementerian PUPR dengan Badan Pusat Satistik .   Selama kebutuhan rumah untuk masyarakat setiap tahunnya sekitar 820.000 sd 1.000.000 unit belum terpenuhi, pasti Backlog Rumah akan selalu meningkat.   Tepat sekali analisa Menkeu menyebutkan bahwa kebutuhan rumah baru sekitar 40 % yang terpenuhi, Pemerintah hanya bisa intervensi sekitar 20 %, sisanya 40% belum terpenuhi.   Analisa ini masuk akal karena hasil Program Sejuta Rumah tahun 2015 hanya tercapai sekitar 600.000 unit atau 60%.  Hal ini disampaikan oleh Menkeu pada acara Investor Gathering 2017.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk masyarakat, sebetulnya Pemerintah sudah berupaya, bahkan sejak era Presiden Bung Karno, pada tahun 1950 telah diadakan Konggres Perumahan yang Pertama (26 sd 30 Agustus 1950) dimana keputusannya sebagai berikut :

1. Mengusulkan kepada Pemerintah, agar mendirikan Perusahaan Perumahan.
2. Pembangunan Perumahan memakai syarat minimum (minimum 36 m2)
4. Membentuk Badan/Lembaga Perumahan 

Ternyata untuk mewujudkan keputusan Konggres Perumahan 1950, baru terlaksana tahun 1974 dimana didirikan Perum Perumnas untuk menyediakan Rumah dan menugasi BTN sebagai Bank Penyalur Kredit.   Di era Presiden Soeharto inilah mulai dibentuk juga Kementerian Perumahan Rakyat.    Diawal didirikan Perum Perumnas, kebutuhan masayarakat tentang rumah mulai diprogramkan dan hasilnya makin terlihat.   Pemukiman Baru mulai di bangun baik di Jakarta, Palembang, Medan, Bangung, Semarang, Surabaya  dan Makasar, contoh Kota Depok awalnya permukiman diluar kota Jakarta, sekarang sudah menjadi Kota Administrasi.   Sayangnya Program ini  tidak berlanjut berkesinambungan.   Kalau awal didirikan Perum Perumnas mampu memenuhi sampai dengan 95 % kebutuhan rumah secara Nasional, saat ini untuk mencapai 10% kebutuhan secara nasional tidak mampu.    Setiap ganti Pemerintahan seperti ganti nomenklatur, ganti aturan, sehingga Backlog rumah bukan menurun tapi bertambah naik.

Pemerintah dalam mengatasi Backlog Rumah sudah berbagai cara, namun masih belum menemukan pola yg tepat.     Subsidi Rumah setiap ganti Pemimpin ganti pola, mungkin juga salah satu sebab kenapa tidak kunjung mampu atasi Backlog Rumah.   Apalagi setelah Reformasi ada poka Subsidi Selisih Suku Bunga, ada Subsidi Uang Muka, bahkan pola terakhir adalah FLPP, kesemuanya masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.   Program Sejuta era Jkw pun belum menunjukkan keberhasilannya.   Menurut Laporan sejak dicanangkan Program Sejuta Rumah terkesan laporannya meragukan.  Penulis selama di Perumnas pencapaiannya setiap tahunnya sekitar 10 sd 15 % pencapaian Pemerintah, tapi dlm Program Sejuta Rumah kemampuan perumnas hanya mampu sekitar 2%.   Inilah yang membuat pertanyaan penulis tentang pencapaian Program Sejuta Rumah.

Dalam memenuhi kebutuhan rumah untuk MBR, dikalangan Pegawai Pemerintah, baik TNI POLRI maupun PNS, sejak era Presiden Soeharto sudah membuat terobosan yaitu YKPP (Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit) didirikan tahun 1984 untuk TNI POLRI dan BAPERTARUM untuk PNS/ASN didirikan tahun 1994.   Namun dengan adanya UU No 4/2016 tentang TAPERA, BAPERTARUM dilikuidasi dan sampai saat ini bagaimana kelanjutan TAPERA masih belum ada kejelasan.   Dengan dilikuidasinya BAPERTARUM berarti Program memenuhi kebutuhan rumah bagi ASN/PNS mengalami statusquo, padahal kebutugan rumah tidak bisa dicegah.   

Menurut penulis pola pemenuhan kebutuhan Rumah bagi Prajurit TNI dan POLRI perlu ditiru, karena tidak terpengaruh oleh adanya UU TAPERA yg belum jelas kapan akan berlaku.    Bahkan di TNI POLRI untuk memenuhi kebutuhan rumah anggotanya selain melalui YKPP ada pola TWP (Tabungan Wajib Perumahan).   Bahkan Pola TWP ini bisa dipakai untuk model, dimana dalam KPR, Prajurit tidak perlu menyiapkan Uang Muka atau bisa dibilang DP 0% dan bunga Angsuran cuma 3%.   Inilah Gebrakan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto begitu dikantik sebagai  Panglima TNI dalam memenuhi kebutuhan rumah untuk prajuritnya, mari kita tunggu hasilnya.






Sabtu, 09 Juni 2018

KAJIAN GAJI PURNAWIRAWAN

1. DASAR : PP 102/2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

a. Pasal 1.26 yang disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintah di bidang pertahanan berarti Menhan.
b. Pasal 2 berbunyi : Asuransi Sosial dalam Perarturan Pemerintah ini meliputi Program :
1) THT (Tabungan Hari Tua)
2) JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) 
3) JKm (Jaminan Kematian)
4) PENSIUN (Penghasilan yang diterima oleh penerima Pensiun setiap bulan berdasarkan peraturan perundang - undangan)
c. Pasal 48, Pengelola Progran (ASABRI),wajib menyampaikan laporan Penyelenggaraan Program THT, JKK, JKm dan Pensiun kepada menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintah di bidang badan usaha milik negara, menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintah di bidang keuangan, menteri, dan Kapolri secara berkala, dengan tembusan kepada Panglima dan Kepala Staf Angkatan,
d. Dalam PP No 64/2001, menteri Pertahanan RI bertindak selaku Regulator sedang wakil Pemerintah selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang semula dipegang Menteri Keuangan RI dialihkan kepada Menteri Negara BUMN.
e. Selain tugas utama ASABRI mempunyai Tugas Khusus yaitu menunjang upaya meningkatkan kesejahteraan Prajurit TNI, Anggota POLRI dan ASN  Kemhan/TNI/POLRI beserta keluarganya dengan cara menyelenggarakan Program Asuransi Sosial dan Pembayaran Sosial.
f. Para Purnawirawan sewaktu aktif sebagai peserta ASABRI setiap bulan dipotong 8 % dari gaji. 

2. PEMBAHASAN.  Sesuai dasar dasar tersebut diatas bersama ini disampaikan bahasan khusus mengenai Pensiun sebagai berikut :

a. Seperti dijelaskan dalam Ketentuan dalam PP ini, Pensiun  adalah penghasilan yang diterima penerima pensiun setiap bulan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan Besarannya 75% Gaji Pokok terakhir. 
b. Sampai saat ini aturan tersebut tidak berubah, namun di era Pemerintahan 2014 sd 2018 ada kebijakan bahwa Gaji Pokok Pegawai (ASN, TNI POLRI) tidak ada kenaikan.
c. Dampak dari kebijakan tersebut, pensiun atau penghasilan yang diterima penerima pensiun sejak 2014 tetap tidak ada perubahan.
d. Karena sejak 2014  gaji Pensiun tetap, akhirnya pengasilan para Purnawirawan dari tahun ke tahun mengalami penurunan nilainya, sebagai ilustrasi kalau pada tahun 2014 gaji Purnawirawan masih diatas UMR, lambat laun menurun bahkan di tahun 2018 ini gaji Purn jauh dibawah UMR sebagai berikut :
1) Gaji Purnawirawan Bintara pada tahun 2014 sekitar 1,7 Jt, UMR rata2 saat itu 1,6 Jt , namun di tahun 2018 gaji Purnawirawan Bintara tetap 1,7 Jt sedangkan UMR DKI 3,6 Jt atau sekitar 47,2 % UMR, sangat tidak cukup untuk hidup layak.
2) Gaji Purnawirawan Pati pada tahun 2014 sekitar 4,2 Jt UMR rata rata 1,6 Jt atau 262,5 % UMR namun di tahun 2018 gaji Purnawirawan Pati tetap 4,2 Jt sedangkan UMR DKI 3,6 Jt atau tinggal 116,6% UMR 
e. Dalam PP 102/2015 pasal 48, disebutkan secara periodik ASABRI harus  melaporkan tentang Pensiun ini kepada Menhan, Kapori dan ditembuskan kepada Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan, dan mengingat Pejabat pejabat ini juga Pembina Purnawirawan n Pensiunan ASN, semestinya mengetahui apa yang dialami para Purnawirawan dan Pensiunan tersebut.
f. Apabila tidak ada kebijakan  baru tentang  Pensiun, para Purnawirawan penghasilannya akan semakin merosot dan kehidupannya  semakin tidak layak, disatu sisi aset ASABRI dari tahun ke tahun kenaikannya cukup signifikan.    Aset akhir tahun 2017, berdasar anual report sekitar 36 T. 

3. SARAN.   Dengan dasar dan pembahasan tersebut diatas disarankan :

a. Perlu adanya Peninjauan Kembali tentang  Pensiun atau Pengasilan yang diterima para Penerima Pensiun  setiap bulannya karena yang mereka terima saat ini tidak cukup untuk hidup layak.
b. Pihak Kemhan, Mabes TNI maupun Mabes POLRI perlu membuat Kajian khusus tentang Pensiun ini karena dalam PP 102/2015, Menhan, Panglima TNI Kapolri maupun Kepala Staf Angkatan yang mempunyai wewenang untuk menindaklanjuti apalagi Menhan sebagai Regulator ASABRI.

(Penyusun Marsda TNI Purn Tumiyo)