Senin, 30 Maret 2020

MENYIKAPI KEBIJAKAN JKW DALAM HADAPI DAMPAK CORONA DI BIDANG PERUMAHAN

Dalam hadapi dampak Corona , banyak langkah pemerintah yang perlu disikapi.  Bahkan dalam waktu seminggu Jkw sudah mengeluarkan 2x kebijakan.   Pertama pada tanggal 24 Maret 2020, media menulis 9 Obat Jokowi Selamatkan Ekonomi RI  yang Terjangkit Corona.    Yang menarik dari ke 9 Obat tersebut adalah poin ke 9 dimana  Pemerintah memberikan stimulus untuk MBR yang sedang melakukan Kredit Rumah bersubsidi.

Selanjutnya yang kedua, pada tanggal 28 Maret 2020, Jokowi kembali menekankan 3 Kebijakan khusus untuk menenangkan masyarakat meliputi :

1. Penambahan nominal penerima kartu sembako
2. Menunda pembayaran angsuran bagi pelaku UMKM selama 1 tahun.
3. Memberikan bantuan pada MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang sedang mengkredit rumah.

Melihat baik 9 Obat kebijakan Jkw yang dimuat di Media tanggal 24 maupun tgl 28 Maret 2020 khususnya di bidang perumahan, sepintas seperti meringankan MBR yang KPR, namun melihat penjelasannya seperti ada yang janggal.   Dalam penjelasan disebutkan bahwa Pemerintah akan memberikan stimulus berupa Subsidi Cicilan dan Bantuan Uang Muka.  Namun dalam penjelasan lebih lanjut, jika bunga diatas 5%, maka selisih besaran bunganya akan dibayar pemerintah.  

Kebijakan bahwa KPR bagi MBR akan diberikan bila bunga diatas 5 % itu perlu diluruskan, karena berdasar Permenpupr no 21/PRT/M/2016 disana disebutkan bahwa bunga KPR untuk Rumah bersubsidi maksimum adalah 5 %.  Bahkan semua Pengembang, mamahami bahwa bunga FLPP hanya 5%.  Oleh sebab itu kebijakan Jokowi dengan bunga KPR Rumah Subsidi diatas 5 %, sisanya akan ditanggung pemerintah bisa dikategorikan pembohongan publik.   Kenapa ini terjadi ? Apakah tidak ada penjelasan dari staf Presiden ?

Sebagai pengamat Perumahan utamanya Pengamat Perumahan MBR, hanya bisa membuat tulisan atau saran atau usulan baik kepada Pemangku Jabatan yang menangani Perumahan MBR, baik Para Pengembang, Asosiasi Pengembang, PPDPP bahkan Kementerian PUPR dan akhirnya Presiden sebagai Penentu Kebijakan, menyarankan sebagai berikut : 

1. Meninjau Kembali Kebijakan Jokowi tentang pemberian bantuan kepada MBR yang sedang mengkredit rumah, akan ditanggung selisih bunga yang diatas 5%, padahal bunga kredit rumah bersubsidi tidak ada yang diatas 5%.

2. Apabila akan berikan stimulus kepada MBR yang sedang mengkredit rumah, disarankan disamakan dengan pelaku UKMN, dimana menunda angsuran selama setahun atau sampai dinyatakan tidak ada Corona lagi.

3. Apabila Angsuran tetap berjalan, diharapkan  ada keringan bunga atau syukur syukur bisa bebas bunga sama sekali selama masih ada virus Corona.

Semoga tulisan ini dibaca oleh Pemangku Kebijakan sehingga mengurangi beban MBR.


Sabtu, 28 Maret 2020

MEIKARTA HARAPAN, PELUANG , TANTANGAN APA ANCAMAN

Akhir akhir ini, kita dibuat terpana oleh iklan Meikarta luar biasa ada 23 Mall di seluruh Indonesia mengadakan pameran yang disebut Meikarta Experiencce.   Bahkan seorang artis berkomentar "Lebih dari 5 tahun saya bekarya untuk Indonesia, tidak mudah bagi saya menemukan wadah yang tepat untuk mendukung karir saya lebih berkembang. Hanya di Meikarta yang dapat menunjang kebutuhan akan karir masa depan saya" (Chelsea Islan/artis).    Bayangkan Apartrmen hanya seharga 127 juta, DP cukup 1 Jt dan angsuran  cuma 1 Jt/bulan.   Memang dengan pola tersebut perlakuannya mirip dengan Pola FLPP bahkan harganya dibawah harga rumah subsidi yang dipatok Pemerintah sekitar 141 Jt di wilayah Jakarta, Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi,  terkesan  MEIKARTA itu peduli dengan MBR.

Penulis belum sempat berhenti dari kekagumandengan Apartemen seharga 127 Jt, dikagetkan dengan iklan dimana dalam promosi untuk Apartemen lainnya ada diskon besar besaran sampai 42%.  Ada Apartemen luas 100,07 m, harga setelah diskon sekitar Rp 580.406.000  berarti per meter hanya Rp 5,800.000.   Ini lebih luar biasa, bila dibandingkan Rusun Umum yg dibangun Perumnas dipatok harga Rp 6.000.000 sedangkan untuk Rusun Komersial dipatok harga Rp 16.000.000.   

Kekaguman belum berhenti sampai disitu, ternyata pemasaran MEIKARTA ini mungkin akan tercatat di Rekor MURI, karena diiklankan atau dipromosikan di 23 Mall di seluruh Indonesia.   Bahkan disaat Penulis membuat tulisan ini di pasarkan di 14 Mall di Jabodetabek, 2 Mall di Bandung dan Semarang dan masing masing  satu Mall di Serang, Malang, Jember, Yogya dan Lippo Cikarang.   Iseng saya buka Google lebih tercengang lagi, ternyata dari belanja dari 20 Produk dengan iklan terbesar di Media TV dan Cetak, Lippo ini di urutan pertama dengan nilai sekitar 1,2 T.   Dalam tulisan kali ini, penulis terlalu banyak tanda tanya, karena Lippo ini di deretan Pengembang Terbesar  di Negeri tercinta bukan merupakan urutan pertama bahka di urutan keenam setelah Agung Podomoro, Agung Sedayu, Alam Sutera, Ciputra dan Intiland Development.

Kenapa penulis membuat judul MEIKARTA HARAPAN,  PELUANG , TANTANGAN APA ANCAMAN ? Sebuah HARAPAN karena, tentunya MEIKARTA dalam membangun Kawasan Peemukiman harus tunduk kepada UU 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun.   Dalam membangun Rumah Susun dalam Pasal 1 , pasal 16 , 97 maupun pasal 109, disana tertuang aturan kewajiban bahkan sangsi bila UU tsb tdk dipenuhi.   Istilah  Rusun Umum dan Rusun Komersialpun  kita jelaskan apa yang dimaksud Rusun Umum dan Rusun Komersial, karena dari kunjungan penulis ke Mall Mall yang promosi MEIKARTA, para petugas Pemasaran tidak ada satupun yang tahu apa itu Rusun Umum.   Jangan jangan para Pejabat di Lippo pun ada yang tidak paham UU No 20 tahun 2011 tentang Rusun.

Rusun Umum atau Rumah Susun Umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).    Sedangkan Rusun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapat keuntungan.   Selanjutnya tentunya dengan adanya Pembangunan besar besaran tentang MEIKARTA, para MBR sangat mengharapkan dibangun Rusun Umum untuk MBR karena dalam Pasal 16 disebutkan Pengembang wajib membangun 20 % dari dari luas lantai untuk para MBR.

Masalah PELUANG, tentunya dengan dibangunnya MEIKARTA, ini merupakan peluang Pemerintah untuk mensukseskan Program Sejuta Rumah.   Dalam promosi atau iklannya Lippo alam membangun MEIKARTA di lahan sekitar 2.200 Ha, berdasar Pasal 16 UU No 20 tahun 2011, berarti sekitar 4.050 Ha bisa diperuntukkan bagi MBR. Ini peluang luar biasa bagi Pemerintah untuk sukseskan Program Sejuta Rumah.  Tentunya disini perlu ketegasan dari Pemerintah untuk mengingatkan Lippo supaya tidak mengingkari kewajibannya.   Dalam UU selain mematuhi pasal 16 tentang kewajiban, pihak Lippo harus paham pasal 97 tentang larangan dan Pasal 109 tentang sangsinya. 

Selain Harapan  dan Peluang, pola Lippo ini juga merupakan TANTANGAN bagi Pengembang Pengembang lainnya.   Kalau Lippo sebagai Pengembang Terbesar di urutan keenam dari Pengembang di Indonesia, mau mikirkan MBR, Pengembang  yang lain juga harus bisa ikuti.   Sesuai Pengamatan Penulis selama ini, masih jarang Pengembang Besar mau mikirkan MBR.   Pada umumnya hanya memikirkan Rumah Komersial dan Rusun Komersial.

Setelah dijelaskan MEIKARTA itu sebagai harapan, peluang, tantangan namun bisa juga sebagai ANCAMAN Kenapa sebagai Ancaman ? Kalau MEIKARTA tidak ikuti aturan atau perundangan yang berlaku, dimana dalam membangun Rusun Komersial tetapi tidak membangun Rusun Umum, berarti ini pertanda ancaman.   Artinya tidak ada MBR yang bisa tinggal di Kawasan MEIKARTA, masyarakat  setempat akan tersingkir.   Bisa bisa yang tinggal di MEIKARTA adalah pendatang baru, dan tidak menutup kemungkinan justru orang asing yang akan tinggal di MEIKARTA.   Oleh sebab itu hal seperti ini harus diwaspadai oleh Pejabat Pemda setempat.

Sejak awal Penulis sebagai Pengamat Perumahan, selalu bermimpi MBR bisa memiliki tempat tinggal yang layak, bahkan pada awal penulisan di Majalah Property&Bank thn 2012, penulis membuat tulisan dengan Judul "Mimpi Merumahkan MBR tanpa Subsidi Pemerintah". Selain itu menjelang Jkw dilantik Prediden thn medio Oktober 2014 penulis membuat tulisan dengan judul "Rumah Gratis untuk PNS,TNI dan POLRI".    Walaupun sesuai pengamatan penulis, MEIKARTA maupun kawasan hunian Rusun Komersial belum ikuti UU No 20/2011,  namun penulis tetap berdoa semoga impian serta harapan penulis bisa terwujud diawali MEIKARTA oleh Lippo dan disusul Pengembang lain akan  peduli dan mematuhi UU No 20 tahun 2011 tentang Rusun .. Aamiin 






Selasa, 24 Maret 2020

OPTIMALI WISMA ATLIT SETELAH CORONA

Mengikuti berita tentang dampak Corona, yang semakin mengkhawatirkan, Pemerintah akhirnya memutuskan  penggunaan Wisma Atlit Kemayoran untuk Rumah Sakit Darurat  Corona.  Tanggal 23 Maret 2020, Jkw meresmikan penggunaan Wisma Atlet sebagai Rumah Sakit Penderita Corona.   Rumah Sakit ini diutamakan untuk  isolasi khusus bagi para pasien Corona.

Sebagai pengamat perumahan tidak akan mengamati masalah berubahnya Wisma Atlet menjadi Rumah Sakit, namun akan mengamati Penggunaan Wisma Atlet tersebut.   Menjadi teringat tulisan di CNN Ekonomi setahun yang lalu tepatnya tgl 29 Maret 2019 dengan judul Wisma Atlit, Riwayatmu Kini.   Saat itu Wisma Atlit sudah tidak dihuni selama 6 bulan setelah perhelatan Asian Games dan Para Asean Games 2018 tepatnya Agustus Oktober 2018.  Kawasan Wisma Atlit menjadi sepi, terkesan tidak dirawat.  Dengan akan digunakan Wisma Atlit untuk Rumah Sakit Penderita Corona, setidaknya Wisma Atlit akan terlebih terawat.

Peletakan batu pertama pembangunan Wisma Atlet pada Maret 2016 dan selesai Februari 2018.   Dibangun di Kawasan Kemayoran, yang terdiri 10 Tower dan 7.426 unit, dimana 3  tower di Blok C terdiri 1.932 unit dan 7 Tower di Blok D terdiri dari 5.796 unit.  Konon Pembangunan menghabiskan Dana sekitar 3,79 T menggunakan Anggaran dari Kemenpupr.   Dalam pembangunan Wisma Atlet ini melibatkan 3 BUMN yaitu PT Waskita Karya, PT Adi Karya dan PT Wijaya Karya.

Sebelum digunakan sebagai Rumah Sakit Darurat Corona berarti cukup lama Wisma Atlet dibiarkan kosong selama 1,5 tahun atau 18 bulan.   Selama kosong perawatan menjadi tanggung jawab Kemenpupr, bisa dibayangkan berapa anggaran perawatannya.  Kenapa Wisma Atlet dibiarkan kosong begitu lama ? Berdasar informasi Wisma Atlet tersebut akan digunakan untuk MBR baik dengan cara disewa atau dimiliki.   Namun melihat biaya pembangunan Wisma Atlet tersebut memang tidak pas untuk MBR.  Dari data didepan anggaran sekitar 3,79 T untuk 7.426 unit, berarti biaya pembangunan saja sekitar 510 juta/unit belum harga tanahnya.   Dengan harga bangunan 510 juta jelas ini para MBR tidak mampu untuk membeli, karena Rusun untuk MBR harganya dibawah 300 juta.   Apa faktor ini yang membuat penanganan Wisma Atlet terbengkelai atau  tidak kunjung selesai ?

Sebetulnya ada jalan tengah untuk kelola Wisma Atlet tersebut setelah nantinya sudah tidak digunakan sebagai Rumah Sakit Darurat Corona.  Wisma Atlet bisa untuk para MBR dari ASN maupun TNI POLRI.   Polanya sebagai berikut :

1. Adanya sinergi, Taspen, Asabri dengan Bank Pemerintah maupun  Pemerintah penanggung jawab Wisma Atlet dalam hal ini Kemenpera dan Setneg.   

2. Biaya Pembangunan yang konon 3,79 T bisa diangsur oleh para Penghuni Wisma, namun yang mengangsur adalah  Asabri dan Taspen.

3. Bagi ASN maupun Anggota TNI POLRI yang menempati Wisma Atlet, memananfaatkan potongan gaji 3,25 % dimana berdasar Kepres no 8 tahun 1977 untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan)

4. Para ASN dan TNI POLRI yang tempati Wisma Atlet saat pensiun tidak mempunyai Hak Santunan Asuransi lagi.

5. Misal dalam hitungan ternyata potongan gaji 3,25 % tidak mencukupi, itu menjadi tanggung jawab Pemerintah, dan Pemerintah wajib untuk memberikan Subsidi kepada MBR dari kalangan ASN dan TNI POLRI.

Mudah mudahan pola ini bisa memecahkan atau mengatasi pemanfaatan Wisma Atlet, untuk menghindari terbengkalainya Wisma tersebut.










Rabu, 18 Maret 2020

BAPERTARUM, JAMSOSTEK DAN YKPP TINGGAL KENANGAN ?

Berbicara masalah merumahkan MBR, kita pasti teringat bagaimana kiprah BAPERTARUM, JAMSOSTEK maupun YKPP.  BAPERTARUM atau Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan adalah Badan atau instansi yang mengelola program untuk merumahkan PNS.   Sedangkan untuk para karyawan atau buruh saat itu  dikelola oleh JAMSOSTEK.  Untuk Prajurit TNI dan POLRI dikelola oleh YKPP (Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit).

Ketiga instansi tersebut selalu dilibatkan oleh Kemenpera, apalagi disaat Menpera Alm Bpk Muhammad Yusuf Asy'ari berkunjung ke daerah.   Setiap Menpera berkunjung ke daerah Pejabat yang duduk di BAPERTARUM, JAMSOSTEK maupun YKPP selalu diajak mendampinginya.   Menpera biasanya mensosialisasikan program Subsidi Rumah didepan para Pengembang maupun Pejabat Bank yang menyalurkan KPR.   Pada kesempatan tersebut BAPERTARUM, JAMSOSTEK dan YKPP diminta untuk presentasi Programnya juga sehingga bisa dipahami oleh para Pengembang dan Bank Penyalur KPR.

Di era SBY setiap tahun selalu ada peresmian 100.000 rumah sederhana  yang dibangun REI. Dalam persmian tersebut selain SBY meresmikan Rumah Subsidi, dari  BAPERTARUM, JAMSOSTEK maupun YKPP, menyerahkan secara simbolis Bantuan Uang Muka untuk PNS, para Karyawan/Buruh dan dari Prajurit TNI POLRI.  Saat itu hubungan antar instasi dalam merumahkan MBR sangat harmonis.  Termasuk BAPERTARUM , JAMSOSTEK maupun YKPP saling bahu membahu untuk menyukseskan program subsidi rumah dari Kemenpera.  Namun hubungan antara ketiga instansi tersebut merenggang diawali berubahnya JAMSOSTEK menjadi BPJS Tenaga Kerja.  Selanjutnya setelah JAMSOSTEK menjadi BPJS Tenaga Kerja disusul diundangkan TAPERA tahun 2016,  dimana sejak itu BAPERTARUM dilikuidasi.  Tinggal YKPP seolah tidak ada parner untuk berdiskusi.   

Setelah diundangkan TAPERA , sesuai bunyi UU, diharapankan setelah 2 tahun diundangkan, BP TAPERA sebagai pengganti BAPERTARUM sudah berfungsi, tetapi kenyataannya sampai saat ini belum ada tanda tanda beroperasi.   Padahal sudah hampir 4 tahun berjalan, sejak diundangkan tepatnya 24 Maret 2016.   Apakah para ASN, para Karyawan yang tergabung dalam BPJS Tenaga Kerja tidak kesulitan untuk mempunyai rumah ? Apakah instansi untuk mewadahi atau memfasilitasi kebetuhan rumah, yang sebelumnya seperti BAPERTARUM maupun JAMSOSTEK tidak diperlukan ? Termasuk BP TAPERA ternyata juga tidak diperlukan ? 

Berdasarkan Data, Backlog Rumah masih tinggi, Program FLPP pun masih dirasa belum optimal untuk memenuhi kebutuhan Rumah bagi MBR, namun kenapa BP Tapera belum juga terwujud ? Semoga segera ada langkah yang lebih kongkrit untuk mengatasi Backlog rumah yang masih tinggi.   Jangan sampai apa yang dirintis BAPERTARUM, JAMSOSTEK maupun YKPP tinggal kenangan.


MAMPUKAH INDONESIA MENGHADAPI LOCKDOWN

Dampak Pandemi Corona saat ini betul betul luar biasa.  Indonesia yang baru menyatakan  ada 2 orang terdampak Corona pada tanggal 2 Maret 2020, berita terakhir  tanggal 18 Maret 2020, tercatat 227 penderita dan 19 meninggal dunia.   Dari data yang ada angka kematian di Indonesia justru tertinggi didunia sekitar 8%, angka kematian rata rata hanya sekitar 4%.   Kondisi  ini bisa dikategorikan Darurat Corona di Indonesia.

Kenapa Indonesia terkesan berat melakukan Lockdown seperti negara negara  lain ? Memang ada Negara yang jumlah penderita Corona yang jauh lebih besar seperti Korsel tidak melakukan Lockdown,  namun angka kematian di Indonesia sementara paling tinggi, mestinya Indonesia tidak ragu ragu melakukan Lockdown.  Terutama untuk kota kota  yang padat penduduk.   Lockdown memang akan berdampak perputaran ekonomi akan terganggu.   Terutama untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang tidak mempunyai penghasilan tetap.   Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan hidup sehari hari ? Mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, pada umumnya hari itu juga baru mencari.  Nah untuk mereka itu mestinya baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusatlah yang bertanggung jawab. 

Jumlah MBR yang tergolong miskin tercatat sekitar 25 juta orang.   Penghasilan rata rata orang miskin setiap bulan, dalam data disebutkan sekitar Rp 400.000,00 (empat ratus ribu rupiah).   Untuk memenuhi mereka dalam 2 Minggu sampai sebulan, sebetulnya hanya memerlukan dana sekitar 5 sd 10 T.   Langkah  ini tidak terlalu berat bila dibandingkan Cadangan Devisa yang tercatat 119 M US $ atau 1.800 T.   Oleh sebab itu tidak ada alasan Pemerintah takut melakukan Lockdown.

Selain anggaran dari pemerintah, untuk membantu MBR yang tidak mempunyai penghasilan tetap, dapat diatasi dengan penggalangan dana dari masyarakat.   Ikuti berita didunia medsos, belum ada himbauan penggalangan dana, sudah banyak para artis maupun pengusaha yang sudah menyumbangkan dana untuk bantu atasi Corona.   Berita Tribun WOW.com terakhir artis Nikita Mirzani menyumbangkan untuk penanganan Virus Corona Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Kalau ada himbauan dari pemerintah, pasti para artis maupun para konglomerat akan berlomba lomba untuk membantu atasi kasus Corona. Bangsa Indonesia pada dasarnya terkenal ramah tamah, kepedulian tinggi, suka hidup bergotong royong.  Apalagi para pejabatnya mau memberikan contoh, insya Allah akan diikuti oleh masyarakat yang mampu.   Kalau ikuti berita di Medsos, ternyata belum ada pernyataan Lockdown dari Pemerintah, banyak daerah daerah yang membatasi atau menutup tempat tempat wisata menghindari kerumunan.

Semoga pemerintah tergugah untuk segera mengikuti negara negara lain memberlakukan Lockdown, namun juga memberikan bantuan atau dukungan kepada MBR yang tidak mempunyai penghasilan tetap.   Dengan langkah ini akan membuat tenang bagi masyarakat dan pasti akan didukung oleh seluruh rakyat Indonesia.   Apalagi penjelasan dari Mentan bahwa persediaan sembako aman sampai Lebaran.


Selasa, 17 Maret 2020

TAPERA UNTUK SIAPA

Undang Undang No 4 Tahun 2016 tentang Tapera diundangkan pada tgl 24 Maret 2016, persis sudah berjalan 4 tahun.   Dalam Undang Undang tersebut diamanatkan paling lambat 2 tahun setelah diundangkan berjalan.  Kenyataannya sudah berjalan 4 tahun belum ada tanda terealisasi.   Keterlambatan kinerja Tapera ini tidak lepas dari terbentuknya Komite Tapera.   Komite Tapera semestinya 3 bulan setelah UU No 4/2016 diundangkan, namun baru terbentuk setelah 8 bulan tepatnya baru tanggal 17 November 2016.   Padahal Pejabat Komite Tapera sudah jelas siapa orangnya yaitu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan dari Unsur Profesional. 

Dalam Undang Undang disebutkan setelah terbentuknya Komite Tapera paling lambat 6 bulan BP Tapera sudah terbentuk.   BP Taperapun mengalami keterlambatan hampir 3 tahun dan baru  dilantik 1 April 2019. Inilah Pejabat BP Tapera :

1. Komisioner BP Tapera dijabat oleh Bpk Adi Setiono (Direktur BTN 2015 sd 2018)
2. Deputy Komisioner Bidang Pengerahan Dana dijabat oleh Bpk Eko Ariantoro (Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan OJK)
3. Deputy Komisioner Bidang Pemupukan Dana dijabat oleh Bpk Gatut Subadio (Dirut Koperasi Kesehatan Pegawai dan Pensiunan Bank Mandiri)
4. Deputy Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana dijabat oleh Bpk Ariev Baginda Siregar (Dosen Indonesian Institude for Cooperate Directoeship)
5. Deputy Komisioner Bidang Hukum dan Admistrasi (Direktur Operasi PPDPP)

Yang menarik dalam acara pelantikan Pejabat BP Tapera, Menteri PUPR selaku Ketua Komite Tapera menyebutkan bahwa untuk tahap awal,dana yang dikelola BP Tapera berasal dari anggota PNS, TNI POLRI yang sebelumnya dikelola oleh Bapertarum dan Asabri.   Pernyataan Menteri PUPR ini mungkin akan mengundang permasalah di Asabri, karena Asabri selama ini berbeda dengan Bapertarum.   Kalau Bapertarum kelola potongan gaji PNS diluar TNI POLRI, tapi Asabri tidak memotong gaji TNI POLRI khusus untuk Perumahan.  Fungsi Asabri tidak jauh dengan Taspen,oleh sebab itu kalau BP Tapera melibatkan Asabri, tentunya juga melibatkan Taspen.

Selain permasalahan diatas, sejak awal penyusunan UU Tapera, menurut pengamatan penulis, terlihat tidak melibatkan instansi yang menangani TNI POLRI, sebagai contoh yang disinggung hanya Bapertarum.   Termasuk Pejabat di Komite Tapera maupun di BP Tapera tidak terlihat pejabat yang berasal dari instansi TNI POLRI.  Padahal perbandingan jumlah TNI POLRI dan PNS adalah 1:5, sebagai contoh jumlah TNI POLRI saat ini sekitar 900.000 dan jumlah ASN sekitar 4,5 juta.   Oleh sebab itu tulisan kali ini mengambil judul TAPERA UNTUK SIAPA ?

Kalau sejenak menengok kegiatan untuk merumahkan MBR, instansi instansi yang pernah menangani adalah Bapertarum (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan PNS), YKPP (Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit) dan Jamsostek.  Tahun 2007 Bapertarum dalam setahun bisa meng KPR kan sekitar 3.500 PNS, YKPP bisa meng KPR kan sekitar 12.000 Prajurit TNI POLRI dan Jamsostek bisa meng KPR kan sekitar 6.000 Karyawan.

Dengan dilantiknya Pejabat BP Tapera yang sudah berjalan hampir setahun, UU Tapera segera terwujud, karena setelah dilikuidasinya Bapertarum, para ASN selama 4 tahun seperti kehilangan induk untuk mendapatkan rumah.   Semoga BP Tapera mampu melayani kebutuhan rumah untuk MBR, bukan hanya melayani mantan peserta Bapertarum tapi juga TNI POLRI juga seluruh lapisan masyarakat. 


Rabu, 11 Maret 2020

PENGERTIAN GUGUR DAN TEWAS

Mengikuti berita meninggalnya Dandim Kuala Kapuas Palangkaraya, yang sedang melaksanakan tugas dalam pengamanan Kunjungan Presiden dan PM Belanda, di media Maret 2020,  menarik untuk dikupas.   Dalam pemberitaan dari berapa  medsos ada yang menyatakan gugur namun ada berita yang menyatakan tewas.   Dari Kanal Kalimantan tanggal 9 Maret 2020 mengulas dengan judul Kecelakaan Speedboat Paspampres di Palangkaraya, Dandim Kuala Kapuas Gugur.  Dalam waktu yang bersamaan Kompas.com memberitakan dengan judul Dandim Kuala Kapuas Tewas dalam Kecelakaan yang Libatkan Perahu Paspampres.

Sebetulnya sudah ada atruran yang baku tentang istilah Gugur dan Tewas, diatur dalam Permenhan no 13 tahun 2017 tentang Status Gugur dan Tewas Bagi Prajurit TNI.   Dalam Permenhan tersebut yang dimaksud dengan Gugur adalah status Prajurit TNI yang meninggal dunia dalam melaksanakan tugas pertempuran atau tugas operasi didalam atau diluar negeri sebagai akibat dari tindakan langsung lawan.  Sedangkan yang dimaksud dengan Tewas adalah status Prajurit TNI yang meninggal dunia dalam melaksanakan tugas berdasarkan perintah dinas bukan sebagai akibat dari tindakan langsung lawan.

Penentuan status gugur atau tewas, akan mempengaruhi hak hak yang diterima ahli waris.   Ketentuan tentang hak ahli waris diatur dalam PP No 102 tahun 2015, dimana PP ini sebagai dasar Permenhan No 13 tahun 2017.   Adapun hak hak ahli waris sebagai berikut :

1. Santunan Resiko Kematian Khusus karena Gugur, diberikan kepada ahli waris sebesar Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
2. Santunan Resiko Kematian Khusus karena Tewas, diberikan kepada ahli waris sebesar Rp 275.000.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh lima juta rupiah)

Selain mendapatkan Santunan Resiko Kematian khusus, ahli waris masih mendapatkan :

1. Biaya pengangkutan dan kecelakaan kerja sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah)
2. Bantuan Bea Siswa bagi anak almarhum sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
3. Biaya pemakaman Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

Penyaluran hak ahli waris tersebut masih melalui beberapa aturan atau persyaratan sebagai berikut :

1. Ada Ketetapan status Gugur atau Tewas
2. Status Gugur atau Tewas ditetapkan oleh Menhan, atau Panglima TNI berdasar kriteria penugasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
3. Ketentuan peraturan perundang undangan tentang status Gugur atau tewas lebih rinci ada dalam Permenhan No 13 tahun 2017

Dalam PP No 102 tahun 2015, ada kenaikan Santunan Resiko Kematian Khusus yang luar biasa, dimana besaran Resiko Kematian Khusus baik Gugur maupun Tewas sebelum terbitnya PP tersebut hanya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).  Dalam kalangan masyarakat sipil istilah Gugur dan Tewas mungkin tidak begitu masalah, namun di kalangan militer tentunya mempengaruhi hak hak yang akan diterima ahli waris.   Karena sesuai aturan perundangan yang ada antara Gugur dan tewas jauh berbeda.

Semoga tulisan ini menambah pemahaman tentang arti Gugur atau Tewas, terutama untuk Prajurit TNI dan Purnawirawan, sehingga bisa membedakan mana yang masuk Gugur dan mana yang masuk Tewas, serta paling tidak memahami hak hak para ahli warisnya.