Rabu, 11 September 2019

SSB, SBUM, FLPP, TAPERA, BP2BT, KPBU MAU APA LAGI ?

Sebagai Pengamat Perumahan, melihat Pola Pemerintah dalam atasi Backlog Rumah, menjadi tambah prihatin.   Kementerian yang urusi kebutuhan pokok harkat hidup manusia tentang kebutuhan papan atau perumahan sepertinya setiap ganti Presiden selalu ganti aturan.   Kementerian yang mengurusi Perumahan Rakyat mulai berkiprah pada saat era Presiden Soeharto tepatnya mulai Kabinet Pembangunan  III tahun 1978.  

Menteri Perumahan saat itu adalah  Alm Bpk Cosmas Batubara.   Sebagai pengamat, era Presiden Soeharto dapat dikatakan berhasil, karena ada tiga tiga pilar pembangunan perumahan Nasional yang sinergi dalam merumahkan MBR.   Kementerian Perumahan sebagai Regulator, Perum Perumnas sebgai Pengembang dan BTN sebagai Penyalur Kredit.   Subsidi Rumah tersalur dengan baik, para Pegawai Pemerintah merasakan kemudahan dalam memperoleh KPR.   Gaji mereka saat itu masih kecil, untuk mengangsur dengan ketentuan 1/3 gaji saja, mereka sebetulnya banyak yang merasa berat.   Untuk Anggota ABRI 1/3 gaji belum cukup untuk angsuran.

Oleh sebab itu khususnya kalangan ABRI saat itu ada kebijakan memberikan Pinjaman Uang Muka tanpa bunga,  besarannya sampai dengan 50 % harga rumah. Dengan adanya PUM, para Prajurit bisa mengangsur dengan 1/3 Gaji.  Sebagai ilustrasi Penulis tahun 90 an, gaji sekitar 300 ribu, ambil KPR dg Angsuran 98 ribu karena dapat pinjaman 6,5 jt saat itu.  Kalau beli cash harga rumah 13 jt.   Diangsur selama 15 tahun, lunas tahun 2005 namun harga rumah saat itu sudah sekitar 150 jt.

Sebetulnya Subsidi Rumah saat ini sudah ukup besar dan setiap tahunnya selalu ada kenaikan.  Sebagai contoh era SBY Subsidi Rumah, awalnya sekitar 300 M di tahun 2005, akhir tahun 2009 sekitar 2,5 T bahkan tahun 2010 menjadi sekitar 4,5 T.   Sayangnya begitu Subsidi Rumah meningkat, pola penyaluran berubah.  Dari data yang ada pada era SBY (2010 sd 2014) Pagu FLPP sekitar 18,7 T tareserap 361.105 unit.   Era Jkw (2015 sd 2019) Pagu FLPP meningkat menjadi 32,6 T tapi Targetnya 335.685 unit (Laporan PPDPP).

 Awalnya ada pola SSB (Subsidi Selisih Bunga), SBUM (Subsidi Bantuan Uang Muka), Bantuan PSU.  Begitu Subsidi makin besar mencapai triliunan timbul pola FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dimulai tahun 2010.  Pola ini oleh Jkw dilanjutkan bahkan ada pola baru BP2PT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan), adalagi pola KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha), selain pola Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).

Inilah kelemahan pola penyaluran Subsidi Rumah, menurut penulis Pola baru FLPP perlu dievaluasi, fakta Anggaran makin besar tapi realisasi makin kecil.   FLPP Bukan dievaluasi, malah  ada beberapa pola baru, kementerian  perumahan  layaknya kementerian litbang.  Sebagai contoh tahun 2016 ada UU no 4 tentang Tapera, yang mestinya tahun 2018 sudah berjalan tapi malah ada pola BP2PT.  Pola BP2PT masih sosialisasi sudah ada pemikiran pola KPBU.   Pola2 tersebut diatas timbul setelah Kementerian Perumahan digabung dengan Kementerian Pekerjaan Umum.

Melihat Rencana Program Kemenpupr yang begitu besar di era Pemerintahan Jkw yang kedua ini, dimana untuk Perumahan saja diperlukan 780 T (skema KPBU edisi 163 P&B).   Semestinya Pengelolaan Perumahan perlu ditangani Kementerian tersendiri.  Pola Penyaluran tidak perlu berbagai bermacam macam.  Perlukah ada SSB, SBUM, FLPP, TAPERA, BP2BT dan KPBU ? 


Semoga Kemenpupr bisa lebih memahami bahwa MBR tidak perlu aturan yang bermacam macam.  Mereka bisa memiliki rumah layak dengan cara KPR dan bunga tidak memberatkan serta aturan tidak ribet.   Pola Subsidi Rumah FLPP perlu evaluasi, yang selama ini dirasakan tidak meringankan para MBR.  Mungkin perlu belajar ke TWP (Tabungan Wajib Perumahan)TNI POLRI, terutama TWP TNI AU, dimana Prajurit dalam KPR tanpa Uang Muka dan bunga KPR  cuma 3%.










Minggu, 01 September 2019

MEMAHAMI UU ORMAS

PPAU adalah Ormas yang sudah berbadan hukum dengan Keputusan Menkumham no AHU-31.AH.01.06 Tahun 2010 tanggal 11 Maret 2010.   Dari sejarah PPAU didirikan tahun 1998 tepatnya tanggal 24 Agustus 1998, namun berbadan hukum baru mulai 2010.   Sesuai dengan perkembangan situasi dan dengan adanya Reformasi, UU Ormas saat  era Orde Baru dengan UU no 8/1985, mengalami beberapa perubahan.   Diawali pada tahun 2013 dengan UU no 17/2013 dan pada tahun 2017 ada Perpu no 2/2017. 

Untuk lebih jauh memahami tentang UU Ormas, mari kita ulas UU Ormas no 8/1985, UU no 17/2013 dan Perpu no 2/2017 :

1. UU no 8/1985, diundangkan era Presiden Soeharto tepatnya 17 Juni 1985, secara garis besar :

a. Masih sangat Simple, hanya 9 Bab dan 20 Pasal, disana belum ada ketentuan harus berbadan hukum atau tidak.

b. Merupakan Organisasi Masyarakat, dibentuk secara sukarela dan ikut berperan dalam pembangunan Nasional dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila.

c  Bentuk Organisasi belum mengikat, hanya disyaratkan mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

d. Sanksi terhadap ormas yang melakukan pelanggaran hanya sebatas Pembekuan dan Pembubaran.

2. UU No 17/2013, diundangkan era Presiden SBY pada tanggal 22 Juli 2013, dengan garis besar sebagai berikut :

a. Undang Undang merupakan pengganti UU no 8/1985, lebih detail terdiri 19 Bab dan 87 Pasal

b. Bentuk Ormas dalam UU ini  lebih mengikat bisa berupa Perkumpulan atau Yayasan.

c. Ormas bisa berbadan hukum, namun juga diijinkan  untuk tidak berbadan hukum.

d. Ormas yang berbadan hukum akta pendirian harus disyahkan oleh Menkumham.

d. Ormas yang sudah berbadan hukum setiap ada perubahan Pengurus dan Perubahan AD diharuskan lapor kepada Menteri.

e. Untuk sanksi Ormas yang melanggar UU, melalui Pengadilan Negeri bahkan bisa berlanjut ke MA

f. UU no 8/1985 dianggap tidak berlaku lagi, semua Ormas segera menyesyaikan dengan UU baru diberi peluang 2 tahun setelah diundangkan.

3. Perpu 02/2017, terbit era Jkw tepatnya pada tanggal 10 Juli 1917, dengan intisari sebagai berikut :

a. Perpu ini merevisi UU no 17 tahun 2013 Pasal 1,59, 60, 62 dan  menghapus pasal 63 sd 81 serta menambah pasal 80A, 82A , 83A  dan menambah Bab XVIIA

b. Untuk membubarkan Ormas tidak perlu sidang di Pengadilan.

c. Sanksi Pengurus atau anggota   Ormas yang melanggar UU, cukup berat dapat pidana kurunga  paling singkat 6 bulan bahkan bisa seumur hidup.

d. UU no 17/2013 masih berlaku selama tidak bertentangan Perpu no 2/2017.

Melihat dari ketiga UU tersebut, PPAU melaksanakan Penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  sangat tepat sekali.  Kebutulan  sejak ada pengesahan dari Menkumham tahun 2010, belum pernah ada Perubahan atau Revisi.   Dalam rangka Perubahan, Revisi, Penyempurnaan maupun Penyesuaian, kiranya ada hal hal yang perlu menjadi perhatian :

1. Dalam Setiap Keputusan Menkumham selalu mengingat tentang Staatsblad 1870 nomor 64 dan Staatsblad 1904 nomor 272, dimana ormas yang berbentuk Perkumpulan  dan sudah berbadan hukum sedapat mungkin Organnya terdiri dari  Pendiri, Pembina, Pengawas dan Pengurus.

2. Organ yang ada di PPAU saat ini adalah Penasehat, Pengawas, Pengurus dan Pelindung.

3. Membaca Laporan Ketua Badan Penasehat pada Konggres ke IV PPAU, pada halaman 4 (e) Struktur Organisasi PPAU, menyarankan adanya validasi struktur organisasi yang baru (ii) berbunyi "Penyatuan Badan Penasehat dan Badan Pengawas, mengingat tugas dan tanggung jawabnya yang sangat mirip"

Melihat beberapa catatan tersebut diatas, kiranya dalam penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, khususnya tentang Organ seyogyanya terdiri dari Pendiri, Pembina, Pengawas, Pengurus dan Pelindung dengan pertimbangan:

1. Pendiri dicantumkan dalam organ agar supaya para generasi penerus tidak kehilangan sejarah atau jejak.

2. Badan Penasehat berubah menjadi Badan Pembina yg anggotanya para mantan Jatayu yang tupoksinya membina Pengawas dan Pengurus.

3. Badan Pengawas tetap dan funsinya mengawasi termasuk menasehati Pengurus.

4. Badan Pengurus tetap yang tupoksinya menjalankan organisasi PPAU yg mempunyai hak mutlak sebagai eksekutor organisasi.

5. Pelindung dijabat Ex Officio oleh Kasau unt  Tingkat Pengurus Pusat dan para Danlanud untuk  Tingkat Pengurus Cabang, Dansatrad/Dansatrudal/Kaperwal untuk Tingkat Pengurus Perwakilan.

Tulisan ini sekedar penyegaran dan Saran, semoga bermanfaat ,, Aamiin