Jumat, 31 Juli 2020

HARUSKAH TNI AU SELALU MENGALAH ?

Membaca Harian Tribun Medan tanggal 29 Juli 2020, rasanya menjadi sedih.   Saat TNI AU memperingati Hari Bhakti yg ke 73, kembali TNI AU merasakan keprihatinan karena ada berita yang jelas TNI AU akan jadi korban.   Tribun Medan memuat berita dengan head line Babak Akhir Sengketa Tanah Eks PTPN, dengan judul Bersengketa dengan TNI AU, Formas Sarirejo Appresiasi Penyelesaian Sengketa Tanah Oleh Pemerintah.   Terkesan luar biasa cara pemerintah menyelesaikan masalah ini.   

Menurut penulis, sengketa yang berlarut larut memang perlu penyelesaian, namun dalam penyelesaian seharusnya win win tidak ada yg terlalu dirugikan.   Alasan warga sudah menempati hunian sejak 1948, berarti sudah 72 tahun menempati lahan tersebut.  Namun satu sisi TNI AU justru lebih lama menempati Pangkalan Angkatan Udara tersebut.   Kalau berbicara lahan eks PTPN, di Sumatra Utara memang terkenal banyak masalah.   Pengalaman penulis sewaktu di Perum Perumnas mau bekerjasama dengan PTPN II di daerah Kuala Berkala Medan akhirnya kandas karena banyak hunian liar di kawasan tersebut.

Sudah pastikah Lanud Suwondo akan dipindahkan ke daerah Langkat ? Perpindahan ini atas perintah atau sudah melalui pengkajian yang mendalam ? Berbicara dasar kepemilikan lahan, justru TNI AU mempunyai dasar hukum yang kuat.   Sebagai mantan Komandan Lanud, dasar hukum kepemilikan pangkalan pangkalan adalah Surat Keputusan KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang) yang menyebutkan semua pangkalan udara yang dikuasai Jepang menjadi milik Angkatan Udara Republik Indonesia.   Tentunya termasuk Pangkalan Udara Suwondo yang dulunya Lanud Polonia.   

Membaca koran Tribun Medan tanggal 29 Juli 2020, terkesan sudah merupakan keputusan final dimana Lanud Suwondo akan pindah ke daerah Langkat.   Padahal melihat sejarah maupun aset yang ada di Lanud Suwondo merupakan lokasi yang strategis dalam aspek Pertahanan baik pertahanan wilayah maupun kota.   Dalam kondisi pandemi Corona, situasi ekonomi yang sedang tidak menguntungkan, pertumbuhan minus, tentunya akan mempengaruhi proses perpindahan.

Rencana perpindahan Lanud Suwondo ke daerah Langkat bukan yang pertama, tahun 80 an terjadi perpindahan Lanud Perak ke daerah Sidoharjo.  Akankah akan diikuti Lanud Lanud yang lain ? Pangkalan Udara saat didirikan pada umumnya diluar kota, namun kondisi saat ini sudah menyambung dengan kota.  Langkah perpindahan Lanud masih bisa dhindari asal perluasan kota harus mempertimbangkan lokasi obyek vital.  Pangkalan Udara adalah merupakan obyek vital, yang perlu dilindungi, bukannya dikorbankan untuk dipindahkan.  

Kedepan perlu ada kajian untuk menghindari perpindahan Pangkalan Udara, sehingga  bukti  sejarah, tidak akan hilang.   Pendiri bangsa selalu ingatkan Jasmerah (Jangan Sekali Kali Melupakan Sejarah), namun pesan ini dengan perkembangan jaman semakin luntur.   Semoga generasi muda TNI AU lebih berani melakukan terobosan dan tidak sekedar sendiko dawuh (Renungan dalam memperingati Hari Bhati TNI AU ke 73)


Rabu, 29 Juli 2020

MENYIKAPI GUGATAN ASABRI TENTANG UU NO 24/2011

Di awal tahun 2020 Asabri mengalami musibah yang kedua sejak didirikan tahun 1971, dimana diberitakan kebobolan dana sekitar 10 T, bahkan berita itu disampaikan sendiri oleh Menkopolhukam.  Kasus pertama terjadi saat krisis tahun 1998, dimana saat itu kebobolan dana sekitar 410 M.   Alhamdulillah kasus 1998 bisa diselesaikan dengan digelar sidang Tipikor tahun 2007 dengan putusan mantan Dirut dipidana 6 tahun dan mitranya dipidana 7 tahun.  Walau Asabri dilanda kasus, tidak mengurangi langkah para Pejabat di Asabri dalam memperjuangkan Pesertanya untuk lebih sejahtera, dengan melakukan gugatan tentang UU no 24/2011 ke MK.   Gugatan teregistrasi dengan nomor perkara 6/PUU-XVIII/2020.

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu kiranya melihat pola pengelolaan dana yang dihimpun Asabri.   Berdasarkan Kepres no 8/1977 dana yang dihimpun Asabri adalah potongan gaji pesertanya yang setiap bulannya 8 % meliputi :

1. Potongan 4,75 % untuk Dana Pensiun
2. Potongan 3,25 % untuk Dana THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan).

Sesuai PP 102/2015 Tupoksi Asabri meliputi :

1. THT (Tabungan Hari Tua) besar iurnya 3,25%
2. JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) iur ditanggung Pemerintah dengan besaran 0,41 %
3. JKn (Jaminan Kematian) iur ditanggung pemerintah dengan besaran 0,67%
4. Pensiun dengan besar iur 4,75 %

Dari keempat tugas pokok Asabri tersebut no 1 sd no 3 sejak awal didirikan Asabri secara rutin sudah dilaksanakan.   Namun untuk tugas no 4 sejauh ini masalah Gaji Purnawirawan masih menggunakan APBN dan Asabri hanya sebagai penyalur.

Selanjutnya masalah Materi gugatan adalah pasal 65 ayat (1) UU no 24/2011 yang berbunyi PT Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Tenagakerjaan paling lambat tahun 2019.  Dalam gugatan tersebut diajukan oleh 4 Punawirawan TNI yang terdiri dari 2 dari Purn AD, 1 Purn AL dan 1 Purn AU.  Atas gugatan tersebut sidang pertama dilakukan pada tanggal 27 Januari 2020 dan sidang kedua pada tanggal 23 Juli 2020.   Ternyata Gugatan Asabri ini sudah didahului Gugatan oleh Taspen pada  akhir tahun 2019.    Oleh sebab itu Sidang tanggal 23 Juli  2020 yang menghadirkan Pejabat BPJS TK, TASPEN dan ASABRI.  Sidang tanggal 23 Juli 2020 belum menghasilkan putusan MK, karena setelah masing masing Dirut menyampaikan tuntutan dan sanggahan , dari MK masih akan minta penjelasan dari MenBUMN, Menhan dan  Kapolri serta Menaker.   

Melihat gugatan Asabri memang cukup beralasan karena kalau melihat sejarahnya, sejak era Bung Karno Asuransi untuk Prajurit ABRI dikelola Taspen.   Namun karena alasan masa bhakti yang berbeda dengan PNS dan resiko kematian ABRI lebih tinggi, akhirnya di era Presiden Suharto ABRI memisahkan dari Taspen dan didirikan Asabri pada tahun 1971.  Oleh sebab itu dalam sidang tanggal 23 Juli yang lalu, alasan itu pulalah yang membuat Asabri keberatan digabung dengan BPJS TK.   Dari Taspen juga keberatan digabungkannya Taspen ke BPJS TK dengan alasan  belum tentu hasilnya akan lebih baik.

Dari BPJS TK menjelaskan bahwa penggabungan ini amanat UU no 24/2011 dimana dalam pasal 65 diamanahkan baik Taspen maupun Asabri harus bergabung paling lambat tahun 2029.   Selama ini 3 Asuransi terbesar adalah BPJS TK yang awalnya adalah Jamsostek, Taspen dan Asabri.  Ketiga asuransi tersebut mempunyai pola yang berbeda beda, sebagai contoh untuk Santunan Kematian, BPJS TK berikan dengan nilai 48 Gaji Terakhir, untuk Taspen berikan 60 % x 80 Gaji Pokok Terakhir, sedangkan Asabri berikan dengan Nominal 275 Juta.

Menyikapi adanya Gugatan Asabri terhadap Pasal 65 ayat (1) UU no 24/2011, ada pemikiran sebagai berikut :

1. UU no 24/2011 tentang BPJS adalah penjabaran UU no 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang tentunya penjabaran selanjutnya diharapkan bisa meningkatkan Kesejahteraan Pesertanya.

2. Untuk bergabungnya Taspen dan Asabri ke BPJS TK diberi waktu cukup panjang yaitu 18 tahun, diharapkan untuk didiskusikan tidak hanya sekali dua kali, namun sesering mungkin sehingga ada titik temu.  Masih ada waktu sekitar 9 tahun untuk mendapatkan titik temu.

3. Mengingat dalam UU no 24/2011 sudah mengamanahkan adanya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, satu sisi BPJS Kesehatan sudah berjalan dengan kekurangan dan kelebihannya, diharapkan BPJS Ketenagakerjaan bisa mengikuti.

4. Untuk Pihak Asabri sendiri, mengingat mengelola Dana Prajurit TNI dan Anggota Polri, dalam menggugat disarankan melibatkan  Polri.

5. Asabri harus mampu menunjukkan bahwa pengelolaannya akan lebih baik daripada dikelola BPJS TK.

 6. Dengan adanya PP 102/2015, dimana tupoksi Asabri menangani Pensiun, harus mampu meningkatkan gaji Purnawirawan yang selama 6 tahun terakhir dirasakan tidak mencukupi kebutuhan sehari hari.

7. Dalam menyalurkan PUM, Asabri harus konsisten melalui satu pintu, selama ini melalui YKPP, namun setelah ada PP 102/2015 ditangani Asabri sendiri, sehingga penyaluran PUM ada 2 pintu Asabri dan YKPP.

8.  Mengingat Asabri sejak awal memang hanya mengelola Dana  Asuransi potongan gaji 3,25 %, dan belum pernah melaksanakan pengelolaan Potongan 4,75%, disarankan Asabri tetap tangani THT, JKK n JKm sedangkan untuk Pensiun serahkan ke BPJS TK 






Sabtu, 25 Juli 2020

TASPEN DAN ASABRI BERAMAI RAMAI MENGGUGAT

Akhir akhir ini muncul berita gugatan UU no 24/2011 tentang BPJS oleh Taspen maupun oleh Asabri.  Gugatan Asabri ke MK tentang Pengujian Materi UU no 24/2011 muncul diawal tahun 2020.   Dalam gugatan yang teregristrasi  di MK dengan No 6/PUU-XVIII/2020 mengenai pasal 65 ayat (1) yang berbunyi PT Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan  paling lambat tahun 2029.  Sebetulnya gugatan tersebut menyusul gugatan yang dilakukan oleh Taspen pada tahun 2019 dengan teregistrasi dengan No 72/PUU-XVII/2019 dalam masalah yang sama.

Baik gugatan Taspen maupun Asabri belum ada hasil final, oleh sebab itu dalam sidang tanggal 23 Juli 2020 yang lalu, selain menghadirkan BPJS Ketenagakerjaan, juga menghadirkan Asabri maupun Taspen.   Dalam sidang belum ada titik terang, karena selain masing masing  pihak berbeda pola pengelolaan, pesertanyapun  beda latar belakangnya.   Pembicara pertama dari BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa BPJS menjalankan amanah undang undang dan menilai Gugatan sangat Prematur.   Sedangkan dari pihak Asabri menjelaskan bahwa menangani Prajurit TNI Polri berbeda dengan menangani kalangan sipil, sehingga perlu dikelola tersendiri dan sejarah membuktikan resiko kematian TNI Polri lebih tinggi dari sipil.  Dari pihak Taspen juga menyampaikan tentang kekhawatirannya kalau ditangani BPJS Ketenagakerjaan belum tentu lebih bagus dari Taspen dalam pengelolaannya.

Dari pihak MK sendiri dalam sidang tanggal 23 Juli 2020 tersebut minta kepada  semua pihak untuk melengkapi berkas sesuai yang disampaikan untuk bahan sidang berikutnya.  Para hakim merasa masih perlu mendengar dari Menteri BUMN karena Taspen dan Asabri dibawah BUMN.   Selain itu juga ingin mendengar dari Menhan serta Kapolri karena Asabri menangani Prajurit TNI dan Anggota Polri.   Selain MenBUMN, Menhan dan Kapolri, MK juga ingin mendengar dari Menaker.  Kelihatannya masalah gugatan baik Taspen maupun Asabri tentang UU no 24/2011 masih memerlukan waktu panjang.

Kalau sejenak menengok sejarah, masalah Asuransi khususnya untuk Pegawai Pemerintah baik PNS  maupun ABRI, sudah dirintis sejak Bung Karno dengan mendirikan Taspen di tahun 1963.  Dalam perkembangannya,  di era Presiden Soeharto dipisahkan  Asuransi untuk PNS dan ABRI, PNS tetap dikelola Taspen, untuk ABRI dikelola tersendiri dengan mendirikan ASABRI di tahun 1971.   Selanjutnya untuk menangani buruh atau karyawan didirikan Jamsostek pada tahun 1992 (Proses lebih awal  adanya Astek 1977 bahkan UU Kecelakaan Kerja tahun 1951).   Berbicara masalah  Asuransi, sebelum adanya UU no 24/2011, ada Taspen,  Asabri dan Jamsostek, dimana Pengelolaannya berbeda beda sesuai bidang kegiatan masing masing.  Menteri yang menangani baik sebagai  pembina, regulator maupun menteri teknis pun berbeda beda.   Taspen dan Asabri dibawah Menteri BUMN, dimana regulatornya Menhan dan Kalpolri, sedangkan Jamsostek bukan dibawah MenBUMN, pembinaannya dibawah Menaker.

Dengan adanya UU no 24/2011 mengamanatkan adanya BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja, untuk BPJS Kesehatan sudah berjalan dengan kelebihan dan kekurangannya, namun untuk BPJS Tenaga Kerja diharapkan paling lambat Taspen dan Asabri bergabung ditahun 2029.   Gugatan baik dari Taspen dan Asabri sepertinya akan mengalami pembahasan panjang dan alot.  Gugatan Taspen di akhir tahun 2019, dari Asabri awal tahun 2020, sudah berjalan hampir setahun belum ada titik temu.  Kelihatannya Pemerintah melalui para Menteri dan Kapolri, mau tidak mau harus turun tangan, mari kita tunggu episode selanjutnya 


Rabu, 22 Juli 2020

ZOOM MEETING PERDANA PPAU

Rabu tanggal 22 Juli 2020 merupakan tonggak sejarah  bagi PPAU dalam menggunakan  sarana komunikasi masakini yaitu Zoom Meeting.  Hanya menggunakan HP seluruh warga PPAU bisa ikuti Video Conference dengan Ketum PPAU.   Walaupun waktu pemberitahuan mendadak hanya dua hari sebelumnya, namun lumayan beberapa Cabang PPAU bisa mengikuti.

Jadwal Zoom Meeting direncanakan jam 10.00, namun sebelum dimulai dengan antusias para peserta sudah semangat berkomunikasi mulai jam 09.30.    Terlihat dari beberapa Cabang yang ikuti,  dan yang menarik penampilannya adalah  dari Cabang Malang dengan empat peserta dengan seragam PPAU. Terasa para pengurus cabang rindu adanya pertemuan.  Apalagi dalam suasana pandemi corona, para pengurus cabang menginginkan ada pergantian suasana untuk mengurangi kejenuhan dirumah.

Karena waktu mendesak dalam Zoom Meeting peserta hanya sekitar  27 terdiri dari Cabang, pengurus pusat maupun peserta anggota PPAU lainnya.  Perwakilan Pengurus cabang yang ikut dalam Zoom Meeting dari :

1. Perwakilan Cabang Halim
2. Perwakilan Cabang Bandung
3. Perwakilan Cabang Yogyakarta
4. Perwakilan Cabang Malang
5. Perwakilan Cabang Makasar
6. Perwakilan Cabang Tangjung Pinang 
7. Perwakilan Cabang Singkawang

Agenda Zoom Meeting sangat tepat yaitu Menyongsong Hari Bhakti TNI AU 29 Juli 2020.  Diawali dengan arahan atau sapaan Ketum PPAU dilanjut diskusi dengan para perwakilan dari cabang cabang.   Yang menarik dalam diskusi terutama dalam kondisi pandemi corona, ternyata pada umumnya para perwakilan melaporkan bahwa memang ada para purnawirawan yang meninggal, namun bukan karena corona tetapi karena faktor umur.

Zoom Meeting ini ternyata lebih efektif dalam mencari masukan dari cabang cabang, mungkin karena suasana tidak begitu formil lebih rileks sehingga mereka lebih bebas utarakan pendapat.   Masukan yang menarik adalah perlu dipikirkan masalah dana pralaya dari Yasau yang dirasakan seperti tidak ada lagi.   Selain itu masalah seragam yang belum semua anggota mempunyai serta menginginkan Majalah Warta PPAU untuk didistribusi lebih banyak.

Sebetulnya Zoom Meeting ini sarana komunikasi yang tergolong murah, hanya berlangganan sebulan 300 ribu rupiah, peserta bisa diatas 100 dan waktu tak terbatas.  Bahkan bisa tanpa bayar namun waktu terbatas sekitar 40 menit dan peserta dibawah 100.   Sebetulnya semua HP Android bisa mengikuti Zoom Meeting namun harus install terlebih dahulu.  Install juga tidak sulit hanya buka App Store atau Play Store dan ikuti petunjuk selanjutnya.   

Peserta Zoom Meeting yang diselenggarakan oleh PPAU tanggal 22 Juli 2020 merupakan perdana, masih sedikit pesertanya, karena selain pemberitahuan yang mendadak, masih banyak anggota PPAU yang belum install Zoom.   Semoga pola ini disosialisasikan dan tidak ada salahnya diprogramkan secara rutin.  Dalam rangka menyambut Hari Bhakti TNI AU 2020, tidak ada salahnya Ketum PPSU memberikan Sambutan gunakan Zooom Meeting, namun jauh sebelumnya diumumkan.


Selasa, 21 Juli 2020

SEMINGGU BERGABUNG FORUM KOMUNIKASI GUNUNG KIDUL (FGK)

Saya gabung WAG FORUM KOMUNIKASI GK atau diundang sebagai member tepatnya tgl 14 Juli 2020.   Ternyata WAG ini baru dibuat oleh Dimas Sastro tgl 13 Juli 2020 pukul 23.56 berarti persis menjelang tengah malam, yang beberapa menit lagi masuk tanggal 14 Juli 2014.   Suatu kehormatan bagi saya bisa ikut mengawali posting dalam WAG.   Saya tergolong sudah uzur, berusaha disiplin jaga waktu, tidur lebih awal dan bangun lebih awal juga.   Biasa setelah sembahyang subuh saya buka2 HP, kebetulan mempunyai puluhan WAG.   

Saya mungkin karena sebagai Pengamat dan Jurnalis Amatiran, begitu diundang masuk WAG, saya lihat dulu dari kelompok apa.   Maklum setelah pensiun dari sorodadu kerjanya nunul2 HP nulis dan sejak tahun 2011 menjadi penulis tetap di Majalah Property&Bank sampai sekarang.   Begitu diundang di WAG dan tertulis tanah kelahiran, dengan semangat saya langsung posting.  Sebagai orang tua saya ikuti para pinisepuh, nek wis uzur bisanya tinggal Tutur, Sembur lan Wuwur.   

Dalam posting saya yang pertama saya komentari nama WAG yaitu POLITIK GUNUNG KIDUL +JKT, menurut saya kok kabotan jeneng.   Saya usul nama diganti Dhaksinarga Bhumikarta, sebagai lambang Gunung Kidul atau Hasta Sharma, sebagai makna 8 Gunung dalam lambang.  Selanjutnya bermunculan usulan nama yaitu Gayeng Regeng Gunung Kidul, muncul Cakruk Dhaksinarga,  kemudian ada yang usul Gunung Kidul Jaya.

Sorenya saya usul lagi dengan nama Forum Komunikasi Gunung Kidul.   Ada yang nanggapi usulan saya pakar pendidikan dimas Darmaningtyas, dan langsung dimas Karoseri Soetarwanto mengganti nama WAG.  Namanya FORUM KOMUNIKASI GUNUNG KIDUL (FKG) WAG.  Sepertinya nama ini disepakati secara aklamasi tanpa melalui voting.

Sebagai orang tua, saya menikmati WAG ini, dan sebetulnya menurut saya banyak  putra Gunung Kidul yang sukses, namun pada umumnya tinggal diluar Gunung Kidul, termasuk saya.    Saya sangat menghargai ide dibentuknya WAG ini, karena paling tidak bisa ikut menyumbangkan pemikiran untuk membangun Gunung Kidul.   Memang perlu digalang potensi potensi yang ada baik SDM nya sendiri maupun SDA yang ada.   

Kemaren begitu ada acara Google Meet dimana Nara Sumbernya Dimas Darmaningtyas pakar pendidikan saya mencoba ikut gabung.   Temanya Srawung Tokoh Pendidikan, dengan penyelenggara anak anak muda Gunung Kidul.   Sebetulnya saya sekedar ikut sebagai pemerhati dan saya merasa tidak dikenal hanya saran melalui chat.  Ternyata chat saya dibaca penyelenggara, malah saya diberi kesempatan untuk bicara.   Saya hanya menyampaikan bahwa banyak tokoh tokoh atau pakar pakar dari Gunung Kidul, saya minta dimanfaatkan sebagai nara sumber setiap ada kegiatan diskusi.   Apalagi diskusi era pandemi Corona itu hanya lewat udara atau online.   Saya terus terang mempromosikan Laksamana TNI Purn Sumardjono.   Sampai detik ini sejak merdeka seluruh Indonesia itu baru ada sekitar 100 Jendral Bintang 4 salah satunya dari Gunung Kidul.

Alhamdulillah Admin WAG FORUM KOMUNIKASI GUNUNG KIDUL juga tanggap mulai memasukkan tokoh tokoh putra putri Gunung Kidul, seperti Pak Sumardjono, Mbak Aniek, Dimas Bagong dll.   Semoga WAG ini bisa mewujudkan langkah kongkrit tidak sebatas wacana dan bisa ikut berperan dalam membangun Gunung Kidul.   Maaf lur dulur ini sekadar nunul nunul HP, isi kegiatan timbang nganggur dan intinya menunda kepikunan  🙏

Sabtu, 18 Juli 2020

MALANG NASIBMU PARA PENSIUNAN PEGAWAI PEMERINTAH

Ikuti berita di Medsos tentang nasib pensiunan rasanya semakin prihatin.   Berita yang masih hangat adalah yang dimuat oleh Kontan.co.id tanggal 18 Juli 2020 dengan judul Ini Alasan Kemenku Memperbaharui Aturan Dana Pensiun.   Dalam berita tersebut Kemenku berencana memperbaharui UU no 11 Tahun 2011 tentang Dana Pensiun.   Konotasi Pensiun pada umumnya adalah untuk para Pegawai Pemerintah yaitu para PNS/ASN, Anggota TNI dan POLRI.   Namun kalau UU no 11 Tahun 2011 ini bukan untuk para Pensiunan Pegawai Pemerintah tapi untuk Pensiunan para Karyawan Perusahaan.

Sebagai Purnawirawan, sebetulnya yang diharapkan pola Pensiun Pegawai Pemerintah yang perlu ada penyesuaian.   Karena dasar hukum Gaji Pensiunan Pegawai Pemerintah masih mengacu kepada UU no 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun, dimana besarannya 75% dari Gaji Pokok Terakhir.   Sebelum era Jkw Gaji Pokok para Pensiunan Pegawai Pemerintah, setiap tahun ada kenaikan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), bahkan era SBY tiap tahun terbit PP.   Gaji para Pensiunan baik dari PNS maupun TNI POLRI  masih bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari.  

Di era Jkw selama enam tahun baru 2x ada PP yg membuat kenaikan gaji Pensiunan Pegawai Pemerintah, itupun besarannya hanya sekitar naik 11 %.  Sebagai ilustrasi, penulis Pensiun tahun 2005 dengan gaji 1,3 jt tapi UMR DKI saat itu 600 ribu.  Kemudian tahun 2014 saat SBY lengser gaji penulis sekitar 4 jt dan UMR DKI sekitar 2,1 jt, masih 2x UMR.  Tahun 2020 gaji penulis 4,4 jt sedangkan UMR DKI sudah 4,2 jt.   Untuk Pensiunan pegawai rendahan lebih memprihatinkan lagi karena gaji mereka masih ada yang dibawah 2 jt.

UU No 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun bagi Karyawan sebetulnya masih lebih bagus dari UU no 6 Tahun 1966, tetapi kenapa aturan Perundangan untuk Pensiunan Pegawai Pemerintah yang sudah berjalan 54 tahun belum ada perubahan ? Memang kondisi ekonomi negeri tercinta saat ini mengalami pertumbuhan yang negatif karena campak covid 19, namun tentunya juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah.   Apalagi para Pegawai Pemerintah setiap bulannya sewaktu aktif dipotong gaji sekitar 4,75 % untuk Dana Pensiun yang dikelola oleh Taspen dan Asabri.   

Melihat Aset Taspen dan Asabri sudah Ratusan Triliun, mestinya sudah waktunya UU no 6 Tahun 1966 perlu direvisi, apalagi era Jkw selama 6 tahun baru ada kenaikan gaji pokok pada tahun 2015 dan 2019.   Semoga tulisan ini ada pejabat yang membaca, terutama dari Kemenkeu sehingga memahami penderitaan para Pensiunan Pegawai Pemerintah dimana gajinya sudah tidak layak untuk memenuhi kehidupan sehari hari, Aamiin 




Jumat, 17 Juli 2020

KETIDAK JUJURAN AKAN MENIMBULKAN KEBUNTUAN BERPIKIR

Mengikuti perkembangan kondisi perpolitikan didalam negeri yang kita cintai ini kok semakin tidak menggembirakan .   Pandemi Corona belum bisa diatasi, cara mengambil kebijakan dari para pejabat baik di di Lembaga Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif bukan membuat rakyat hidup lebih sejahtera tetapi semakin seperti ayam kehilangan induk.   Ada peribahasa gajah perang sama gajah pelanduk mati ditengah tengah.  Sekarang ini masyarakat terutama masyarakat kecil merasakan beratnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari karena dampak pandemi Corona .

Dalam menghadapi semakin banyaknya korban dari Covid 19, di Lembaga Eksekutif , Pemerintah sudah mengeluarkan perpu no 1/2020, ternyata pertumbuhan ekonomi semakin merosot.  Langkah PSBB untuk mencegah menjalarnya Covid 19 belum sepenuhnya berhasil.  Dari hari ke hari pasien semakin bertambah.   Usaha keras memang sudah menunjukkan hasil, dimana semula korban meninggal sampai diatas 9 %, saat ini sudah dibawah 5 %.  Namun roda perekonomian  belum terlihat menggeliat, karena  semua toko toko, mal mal belum buka 100 %.

Di Lembaga Legislatif, dalam kondisi negara seperti ini membuat langkah yang membuat gonjang ganjing didalam negeri.   DPR membuat RUU tentang HIP, dimana ibarat membangunkan ular tidur.   Dalam RUU HIP ada pasal yang memeras Pancasila menjadi Trisila, bahkan menjadi Ekasila yang membuat semua elemen masyarakat terutama kalangan muslim menjadi marah.   Beberapa komponen masyarakat membuat pernyataan sikap menolak keras, baik dari MUI, NU maupun Muhammadiyah.  Tidak ketinggalan Forum Komunikasi Purnawirawan TNI POLRI ikut membuat pernyataan sikap menolak RUU HIP  pada waktu yang bersamaan sekitar tanggal 12 Juni 2020.  Puncaknya tanggal 16 Juli 2020 kmaren ada demo besar besaran didepan kantor DPR menolak RUU HIP.   Pada hari yang sama Pemerintah diwakili Menkopolhukam dan para Menteri dijajarannya mendatangi DPR menyampaikan tanggapan merubah RUU HIP menjadi RUU BPIP.   Bisakah langkah ini mereda kemarahan elemen masyarakat yang menolak RUU HIP ? Kita tunggu episode selanjutnya.

Langkah kebijakan di Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif belum bisa meredam keresahan masyarakat akibat Pandemi Corona, masyarakat kembali diresahkan Putusan MA.   Putusan gugatan Pilpres yang dengan No Putusan 44/2019 tertanggal 28 Oktober 2019 baru dirilis 3 Juli 2020.   Mengalami keterlambatan sampai 9 bulan.    Ini ada maksud apa ? Sengaja membuat situasi semakin resah ? Faktanya ada perdebatan diantara para hukum sendiri.  Seolah mengingatkan kedua kelompok pendukung Calon Presiden untuk berbenturan lagi.   

Kenapa penulis mengambil judul Ketidak Jujuran akan Menimbulkan Kebuntuan Berpikir ? Kita melihat sendiri khususnya masalah RUU HIP, itu inisiatif DPR namun ditanggapi oleh Pemerintah malah diusulkan ganti RUU BPIP.    Baik DPR maupun Pemerintah seperti lupa tentang proses RUU.   RUU itu didahului dengan Kajian Akademik.   Kalau ganti RUU tanpa Kajian Akademik, apa akan nyambung perubahan dari RUU HIP menjadi RUU BPIP ? sebetulnya RUU HIP ini inisiatif dari mana ? Dari DPR atau dari Pemerintah ?  Yang mengherankan BPIP itu dibawah Pemerintah, kenapa yang usul dari DPR ? Ini perlu kejujuran sebetulnya ide RUU HIP dari mana ? 



Minggu, 12 Juli 2020

BP TAPERA BANYAK TANTANGAN

Membaca berita Kumparan Bisnis tanggal 10 Juli 2020, dengan judul Kontroversi Baru Tapera,  menjadi tambah prihatin.  Berbagai kalangan penggiat perumahan di era pandemi corona mengadakan Webinar, pada umumnya menanggapi PP 25/2020 tentang BP Tapera.  Seperti HUD institute adakan Webinar tanggal 24 Juni 2020 dan Asosiasi Jurnalis adakan Webinar pada tanggal 26 Juni 2020.  Tema bahasan hampir sama, kalau HUD Institute dengan tema "Optimalisasi, Peran, Fungsi dan Pelayanan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Bagi Penerima Manfaat Paska Pandemi Covid 19",  dan Asosiasi Jurnalis dengan tema "Mau Dibawa Kemana Tapera ?"

Nara Sumber dari kedua Webinar juga tidak asing lagi baik dari Kemenpupr, BP Tapera, PPDPP, Para Ketum Asosiasi Pengembang termasuk Pakar Pakar Perumahan, kebetulan penulis ikut dari kedua Webinar tersebut.  Ternyata Webinar belum bisa meyakinkan niat mulia dari BP Tapera dimana UU Tapera sudah diundangkan 4 tahun yang lalu.   Berbagai kalangan masih meragukan keberhasilan atau program program BP Tapera.   Terbukti Kumparan Bisnis masih mempermasalahkan bahwa tidak semua peserta Tapera bisa memanfaatkannya, terutama yang bergaji diatas 8 juta.

Kekhawatiran ini memang bisa diterima, karena belum tentu pekerja yang gajinya 8 juta sudah mempunyai rumah.  Padahal rumah adalah kebutuhan harkat hidup manusia selain sandang dan pangan.  Ternyata kekhawatiran tersebut tidak hanya kalangan Pelaku atau Penggiat Perumahan, bahkan dari kalangan anggota DPR juga mengkhawatirkan.   Semua itu dari Instansi yang menangani Pemupukan Dana atau menampung Dana Peserta mengalami kegagalan seperti Jiwasraya maupun Asabri.

Selain kekhawatiran dan kurang percayaan para peserta tentang pengelolaan Tapera, masih ada berita tentang banyaknya para pensiunan PSN/ASN yang merasa dana iur yang dipungut Bapertarum belum dikembalikan.   Berita Eramuslim.com tanggal 11 Juli 2020, Sekjen Korpri menyebutkan masih ada sekitar 200.000 pensiunan PNS/ASN dana Bapertarum belum bisa dicairkan.   Memang masa transisi peralihan dari Bapertarum ke BP Tapera bukan hal yang mudah, apalagi masalah dana.   Peralihan pengelolaan Organisasi yang tidak melibatkan  dana anggotanya saja perlu waktu lama, contoh perpisahan TNI POLRI terjadi tahun 2000 namun UU TNI baru terbit tahun 2004.  Oleh sebab itu sesuai penjelasan dari BP Tapera bahwa dalam transisi ini baru peserta Pegawai Pemerintah (ASN, TNI POLRI) yang akan ditarik iur sebesar 3% gaji.

Sejak awal niat Tapera adalah diutamakan untuk MBR, namun dengan ketentuan yang bisa dilayani adalah yang gaji dibawah 8 juta bahkan disebutkan yang gaji 1,7 juta yang menjadi prioritas.  Keputusan BP Tapera memprioritaskan untuk peserta yang gajinya sekitar 1,7 juta , justru ini mungkin akan memberatkan BP Tapera sendiri maupun pesertanya sendiri.   Dengan gaji 1,7 juta peserta akan mengalami kesulitan untuk membeli atau mengangsur rumah, kecuali dengan potongan 3% gaji peserta tidak dibebani angsuran rumah .

Oleh sebab itu ada beberapa saran atau masukan untuk meringankan beban BP Tapera dalam kelola programnya sebagai berikut :

1. Peserta diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan rumah bukan berdasar kebesaran gaji, tapi berdasarkan belum memiliki rumah.

2. BP Tapera segera membuat aturan untuk para peserta Bapertarum yang sudah Pensiun, namun dananya belum dicairkan.

3.  Skema pola untuk mendapatkan rumah bagi peserta Tapera segera disosialisaikan, sehingga para pekerja  lebih semangat untuk bergabung menjadi peserta Tapera.

4.   Sedapat mungkin Pola BP Tapera akan lebih baik dari pola pola sebelumnya baik dari Bapertarum (ASN) maupun YKPP (TNI POLRI) serta di kalangan karyawan yang tergabung di BPJS Tenaga Kerja.

5.   BP Tapera perlu merekrut karyawannya dari instansi yang pernah menangani KPR, diluar Bapertarum, terutama yang menangani TNI POLRI maupun Karyawan yang tergabung di BPJS Tenaga Kerja. (Penulis Marsda TNI Purn Tumiyo mantan Ketua YKPP)