Di awal tahun 2020 Asabri mengalami musibah yang kedua sejak didirikan tahun 1971, dimana diberitakan kebobolan dana sekitar 10 T, bahkan berita itu disampaikan sendiri oleh Menkopolhukam. Kasus pertama terjadi saat krisis tahun 1998, dimana saat itu kebobolan dana sekitar 410 M. Alhamdulillah kasus 1998 bisa diselesaikan dengan digelar sidang Tipikor tahun 2007 dengan putusan mantan Dirut dipidana 6 tahun dan mitranya dipidana 7 tahun. Walau Asabri dilanda kasus, tidak mengurangi langkah para Pejabat di Asabri dalam memperjuangkan Pesertanya untuk lebih sejahtera, dengan melakukan gugatan tentang UU no 24/2011 ke MK. Gugatan teregistrasi dengan nomor perkara 6/PUU-XVIII/2020.
Sebelum membahas lebih lanjut, perlu kiranya melihat pola pengelolaan dana yang dihimpun Asabri. Berdasarkan Kepres no 8/1977 dana yang dihimpun Asabri adalah potongan gaji pesertanya yang setiap bulannya 8 % meliputi :
1. Potongan 4,75 % untuk Dana Pensiun
2. Potongan 3,25 % untuk Dana THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan).
Sesuai PP 102/2015 Tupoksi Asabri meliputi :
1. THT (Tabungan Hari Tua) besar iurnya 3,25%
2. JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) iur ditanggung Pemerintah dengan besaran 0,41 %
3. JKn (Jaminan Kematian) iur ditanggung pemerintah dengan besaran 0,67%
4. Pensiun dengan besar iur 4,75 %
Dari keempat tugas pokok Asabri tersebut no 1 sd no 3 sejak awal didirikan Asabri secara rutin sudah dilaksanakan. Namun untuk tugas no 4 sejauh ini masalah Gaji Purnawirawan masih menggunakan APBN dan Asabri hanya sebagai penyalur.
Selanjutnya masalah Materi gugatan adalah pasal 65 ayat (1) UU no 24/2011 yang berbunyi PT Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Tenagakerjaan paling lambat tahun 2019. Dalam gugatan tersebut diajukan oleh 4 Punawirawan TNI yang terdiri dari 2 dari Purn AD, 1 Purn AL dan 1 Purn AU. Atas gugatan tersebut sidang pertama dilakukan pada tanggal 27 Januari 2020 dan sidang kedua pada tanggal 23 Juli 2020. Ternyata Gugatan Asabri ini sudah didahului Gugatan oleh Taspen pada akhir tahun 2019. Oleh sebab itu Sidang tanggal 23 Juli 2020 yang menghadirkan Pejabat BPJS TK, TASPEN dan ASABRI. Sidang tanggal 23 Juli 2020 belum menghasilkan putusan MK, karena setelah masing masing Dirut menyampaikan tuntutan dan sanggahan , dari MK masih akan minta penjelasan dari MenBUMN, Menhan dan Kapolri serta Menaker.
Melihat gugatan Asabri memang cukup beralasan karena kalau melihat sejarahnya, sejak era Bung Karno Asuransi untuk Prajurit ABRI dikelola Taspen. Namun karena alasan masa bhakti yang berbeda dengan PNS dan resiko kematian ABRI lebih tinggi, akhirnya di era Presiden Suharto ABRI memisahkan dari Taspen dan didirikan Asabri pada tahun 1971. Oleh sebab itu dalam sidang tanggal 23 Juli yang lalu, alasan itu pulalah yang membuat Asabri keberatan digabung dengan BPJS TK. Dari Taspen juga keberatan digabungkannya Taspen ke BPJS TK dengan alasan belum tentu hasilnya akan lebih baik.
Dari BPJS TK menjelaskan bahwa penggabungan ini amanat UU no 24/2011 dimana dalam pasal 65 diamanahkan baik Taspen maupun Asabri harus bergabung paling lambat tahun 2029. Selama ini 3 Asuransi terbesar adalah BPJS TK yang awalnya adalah Jamsostek, Taspen dan Asabri. Ketiga asuransi tersebut mempunyai pola yang berbeda beda, sebagai contoh untuk Santunan Kematian, BPJS TK berikan dengan nilai 48 Gaji Terakhir, untuk Taspen berikan 60 % x 80 Gaji Pokok Terakhir, sedangkan Asabri berikan dengan Nominal 275 Juta.
Menyikapi adanya Gugatan Asabri terhadap Pasal 65 ayat (1) UU no 24/2011, ada pemikiran sebagai berikut :
1. UU no 24/2011 tentang BPJS adalah penjabaran UU no 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang tentunya penjabaran selanjutnya diharapkan bisa meningkatkan Kesejahteraan Pesertanya.
2. Untuk bergabungnya Taspen dan Asabri ke BPJS TK diberi waktu cukup panjang yaitu 18 tahun, diharapkan untuk didiskusikan tidak hanya sekali dua kali, namun sesering mungkin sehingga ada titik temu. Masih ada waktu sekitar 9 tahun untuk mendapatkan titik temu.
3. Mengingat dalam UU no 24/2011 sudah mengamanahkan adanya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, satu sisi BPJS Kesehatan sudah berjalan dengan kekurangan dan kelebihannya, diharapkan BPJS Ketenagakerjaan bisa mengikuti.
4. Untuk Pihak Asabri sendiri, mengingat mengelola Dana Prajurit TNI dan Anggota Polri, dalam menggugat disarankan melibatkan Polri.
5. Asabri harus mampu menunjukkan bahwa pengelolaannya akan lebih baik daripada dikelola BPJS TK.
6. Dengan adanya PP 102/2015, dimana tupoksi Asabri menangani Pensiun, harus mampu meningkatkan gaji Purnawirawan yang selama 6 tahun terakhir dirasakan tidak mencukupi kebutuhan sehari hari.
7. Dalam menyalurkan PUM, Asabri harus konsisten melalui satu pintu, selama ini melalui YKPP, namun setelah ada PP 102/2015 ditangani Asabri sendiri, sehingga penyaluran PUM ada 2 pintu Asabri dan YKPP.
8. Mengingat Asabri sejak awal memang hanya mengelola Dana Asuransi potongan gaji 3,25 %, dan belum pernah melaksanakan pengelolaan Potongan 4,75%, disarankan Asabri tetap tangani THT, JKK n JKm sedangkan untuk Pensiun serahkan ke BPJS TK