Minggu, 12 Juli 2020

BP TAPERA BANYAK TANTANGAN

Membaca berita Kumparan Bisnis tanggal 10 Juli 2020, dengan judul Kontroversi Baru Tapera,  menjadi tambah prihatin.  Berbagai kalangan penggiat perumahan di era pandemi corona mengadakan Webinar, pada umumnya menanggapi PP 25/2020 tentang BP Tapera.  Seperti HUD institute adakan Webinar tanggal 24 Juni 2020 dan Asosiasi Jurnalis adakan Webinar pada tanggal 26 Juni 2020.  Tema bahasan hampir sama, kalau HUD Institute dengan tema "Optimalisasi, Peran, Fungsi dan Pelayanan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Bagi Penerima Manfaat Paska Pandemi Covid 19",  dan Asosiasi Jurnalis dengan tema "Mau Dibawa Kemana Tapera ?"

Nara Sumber dari kedua Webinar juga tidak asing lagi baik dari Kemenpupr, BP Tapera, PPDPP, Para Ketum Asosiasi Pengembang termasuk Pakar Pakar Perumahan, kebetulan penulis ikut dari kedua Webinar tersebut.  Ternyata Webinar belum bisa meyakinkan niat mulia dari BP Tapera dimana UU Tapera sudah diundangkan 4 tahun yang lalu.   Berbagai kalangan masih meragukan keberhasilan atau program program BP Tapera.   Terbukti Kumparan Bisnis masih mempermasalahkan bahwa tidak semua peserta Tapera bisa memanfaatkannya, terutama yang bergaji diatas 8 juta.

Kekhawatiran ini memang bisa diterima, karena belum tentu pekerja yang gajinya 8 juta sudah mempunyai rumah.  Padahal rumah adalah kebutuhan harkat hidup manusia selain sandang dan pangan.  Ternyata kekhawatiran tersebut tidak hanya kalangan Pelaku atau Penggiat Perumahan, bahkan dari kalangan anggota DPR juga mengkhawatirkan.   Semua itu dari Instansi yang menangani Pemupukan Dana atau menampung Dana Peserta mengalami kegagalan seperti Jiwasraya maupun Asabri.

Selain kekhawatiran dan kurang percayaan para peserta tentang pengelolaan Tapera, masih ada berita tentang banyaknya para pensiunan PSN/ASN yang merasa dana iur yang dipungut Bapertarum belum dikembalikan.   Berita Eramuslim.com tanggal 11 Juli 2020, Sekjen Korpri menyebutkan masih ada sekitar 200.000 pensiunan PNS/ASN dana Bapertarum belum bisa dicairkan.   Memang masa transisi peralihan dari Bapertarum ke BP Tapera bukan hal yang mudah, apalagi masalah dana.   Peralihan pengelolaan Organisasi yang tidak melibatkan  dana anggotanya saja perlu waktu lama, contoh perpisahan TNI POLRI terjadi tahun 2000 namun UU TNI baru terbit tahun 2004.  Oleh sebab itu sesuai penjelasan dari BP Tapera bahwa dalam transisi ini baru peserta Pegawai Pemerintah (ASN, TNI POLRI) yang akan ditarik iur sebesar 3% gaji.

Sejak awal niat Tapera adalah diutamakan untuk MBR, namun dengan ketentuan yang bisa dilayani adalah yang gaji dibawah 8 juta bahkan disebutkan yang gaji 1,7 juta yang menjadi prioritas.  Keputusan BP Tapera memprioritaskan untuk peserta yang gajinya sekitar 1,7 juta , justru ini mungkin akan memberatkan BP Tapera sendiri maupun pesertanya sendiri.   Dengan gaji 1,7 juta peserta akan mengalami kesulitan untuk membeli atau mengangsur rumah, kecuali dengan potongan 3% gaji peserta tidak dibebani angsuran rumah .

Oleh sebab itu ada beberapa saran atau masukan untuk meringankan beban BP Tapera dalam kelola programnya sebagai berikut :

1. Peserta diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan rumah bukan berdasar kebesaran gaji, tapi berdasarkan belum memiliki rumah.

2. BP Tapera segera membuat aturan untuk para peserta Bapertarum yang sudah Pensiun, namun dananya belum dicairkan.

3.  Skema pola untuk mendapatkan rumah bagi peserta Tapera segera disosialisaikan, sehingga para pekerja  lebih semangat untuk bergabung menjadi peserta Tapera.

4.   Sedapat mungkin Pola BP Tapera akan lebih baik dari pola pola sebelumnya baik dari Bapertarum (ASN) maupun YKPP (TNI POLRI) serta di kalangan karyawan yang tergabung di BPJS Tenaga Kerja.

5.   BP Tapera perlu merekrut karyawannya dari instansi yang pernah menangani KPR, diluar Bapertarum, terutama yang menangani TNI POLRI maupun Karyawan yang tergabung di BPJS Tenaga Kerja. (Penulis Marsda TNI Purn Tumiyo mantan Ketua YKPP) 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar