Rabu, 25 Desember 2019

MENDUKUNG PROGRAM SEJUTA RUMAH JKW DI PERIODE KEDUA

Penulis awal tahun 2015 telah menulis konsep mendukung Program Sejuta Rumah dengan Judul Rumah Gratis untuk Pegawai Pemerintah (http://www.propertynbank.com/rumah-gratis-untuk-pns-prajurit-tni-polri/). Yang dimaksud Pegawai Pemerintah adalah Anggota PNS dan Anggota TNI POLRI.   Konsep penulis saat itu dengan harapan setiap anggota Pegawai Pemerintah yang akan Pensiun sudah memiliki rumah pribadi.

Konsep Penulis sepertinya kurang mendapat perhatian, karena syaratnya adalah perlunya didukung oleh Taspen dan Asabri.   Kalau awal 2015 targetnya untuk para pegawai yang akan pensiun, konsep kali ini adalah bagi pegawai yang akan berkeluarga.   Penulis adakan survey kecil kecilan mendata  pegawai   pemerintah yang berkeluarga setiap tahunnya.   Ternyata setiap tahun pegawai yang berkeluarga itu sekitar 2% dan pada umumnya mereka belum siap rumah.   Setelah berkeluarga ada yang tinggal bersama mertua ada yang cari kontrakan.   Penulis kembali kemukakan konsep merumahkan ASN maupun Prajurit TNI POLRI terutama yang tergolong MBR atau yang baru saja nikah.

Para ASN dan Anggota TNI POLRI setiap bulannya potongan gaji untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan) sebesar 3,25%.   Dana tersebut untuk ASN dikelola TASPEN, dan untuk TNI POLRI dikelola ASABRI.   Berdasarkan  data jumlah Pegawai Pemerintah (ASN TNI PLORI) saat ini sekitar 5,5 jt.   Dari survey yang nikah setiap tahunnya sekitar 2 % atau sekitar 110.000 personil.   Harga rumah sederhana saat ini sekitar 150 jt, berarti perlu dana sekitar 16.5 T.   Kalau melihat Aset TASPEN n ASABRI saat ini mendekati  300 T, menurut perhitungan penulis, hasil pengembangan Aset bisa untuk merumahkan Pegawai Pemerintah atau Pemegang Polis TASPEN n ASABRI.

TASPEN n ASABRI merupakan BUMN, tentunya kalau Pemerintah membuat PP untuk mendukung Program Sejuta Rumah Jkw, bukan merupakan pelanggaran.   Apalagi maksud dan tujuan didirikan TASPEN dan ASABRI untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang Polisnya.

Mengingat Pegawai Pemerintah (ASN, TNI POLRI) sejak disumpah menjadi Pegawai Pemerintah setiap bulannya diopotong gaji dan potongan tersebut saat ini sudah ratusan T, menurut penulis mereka sudah waktunya untuk mempunyai rumah sendiri.   Bahkan begitu menikah langsung bisa memiliki rumah sederhana sesuai program pemerintah.   Sehingga mereka bisa bekerja lebih optimal, tidak memikirkan masalah biaya sewa atau kontrak rumah.  Rumah dinas yang ada belum bisa mencukupi untuk seluruh Pegawai Pemerintah baik ANS maupun TNI POLRI.  Semua tinggal menunggu perhatian para Pejabat terkait terutama Menteri PUPR bahkan Presiden.  Presiden sangat peduli dalam Program Sejuta Rumah.  

Penulis yakin bila ide penulis ini dibaca Jkw, insya Allah akan terwujud.  Merumahkan Pegawai Pemerintah dengan uang mereka tanpa mengganggu APBN.   Anggaran dari Pemerintah bisa untuk merumahkan MBR diluar Pegawai Pemerintah, dengan syarat TASPEN dan ASABRI mendukung sepenuhnya.   Awal tahun 2015, dalam rangka mendukung Program Sejuta Rumah Jkw, konsep penulis ada di Majalah Property &Bank dengan judul Rumah Gratis untuk Pegawai Pemerintah, kali ini penulis mencoba kembali dengan tulisan Mendukung Program Sejuta Rumah Jkw di Periode Kedua.  



Selasa, 10 Desember 2019

SARAN TINDAK PEMBENAHAN ASABRI DAN YKPP

ASABRI dan  YKPP adalah instansi yang didirikan untuk meningkatkan Kesejahteraan Prajurit dan Purnawirawan serta Keluarga Besarnya.  Sesuai dengan PP 102/2015 program Asabri meliputi THT, JKK, JKm dan Pensiunan, bahkan ada amanah ASABRI siapkan Pinjaman Uang Muka bagi pesertanya yang masih aktif.   Sedangkan Tupoksi YKPP adalah menyiapkan Bantuan Uang Muka atau Pinjaman Uang Muka tanpa Bunga bagi Prajurit TNI POLRI dan PNS nya serta untuk Purnawirawan dan Pensiunan  PNSnya   yang akan  KPR.  Namun fakta di lapangan kedua instansi tersebut kurang mensosialisasikan programnya kepada Prajurit maupun Purnawirawan yang mengakibatkan banyak yang tidak memahami.   Bahkan para Pejabat yang terkait yang semestinya mengontrol ASABRI dan YKPP, disibukkan oleh Tupoksinya.  

Pinjaman Uang Muka baik dari ASABRI maupun YKPP dikembalikan saat penerima menjalani pensiun, diperhitungkan dengan Santunan yang akan diterima dari ASABRI.   PUM dari ASABRI kembali ke ASABRI, PUM dari YKPP dikembalikan ke YKPP.  Oleh sebab itu hubungan antara ASABRI dan YKPP harus selalu harmonis, dan setiap tahunnya selalu diadakan rekonsiliasi untuk mencocokkan para Purnawirawan yang memanfaatkan PUM baik yang berasal dari ASABRI maupun YKPP.

Sejarah ASABRI dan YKPP

Awalnya semua prajurit ABRI maupun PNS nya menjadi peserta Taspen yang didirikan pada tahun 1963.   Namun dalam perjalanannya tahun 1971 ABRI memisahkan diri dari Taspen dan didirikan ASABRI pada tahun 1971.  Selanjutnya dalam kelola ASABRI, acuan yang digunakan untuk kelola Dana Iur Prajurit berdasar Kepres no 8 tahun 1977,  yang isinya setiap bulan Prajurit dipotong gaji 10% dengan rincian sebagai berikut 

a. Potongan Gaji 4,75 % untuk Dana Pensiun
b. Potongan Gaji 2% untuk Dana Kesehatan
c. Potongan Gaji 3,25% untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan)

Sesuai dengan fungsinya untuk meningkatkan kesejahteraan Prajurit, pada tahun 1984, ASABRI mendirikan Proyek Pengelola BUM KPR yang tugasnya menyiapkan Bantuan Uang Muka tanpa bunga bagi Prajurit yang mau KPR.  Dana yang digunakan untuk modal Proyek KPR adalah hasil pengembangan dana yang ada di ASABRI.   Mulai tahun 1984 ASABRI selain sebagai Perum Asuransi Sosial  ABRI juga menyelenggarakan KPR.   Selanjutnya tahun 1991 Perum ASABRI berubah menjadi Persero atau menjadi PT ASABRI.   Proyek Pengelola BUM KPR pada tahun 1995 berubah menjadi Badan Pengelola KPR (BPKPR)

Tahun 1998 ada kebijakan dari Menhankam untuk mengelola BUM KPR lebih fokus, didirikan Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit (YKPP) langsung dibawah Menhankam.  Selain untuk lebih fokus dalam kelola BUM KPR, didirikan YKPP karena adanya penyalah gunaan dana di ASABRI sebesar  410 M.  Kasus ini baru tuntas tahun 2007 dan yang terlibat baik mantat Dirut ASABRI dan Mitranya dipidana.  Tupoksi YKPP tidak berbeda dengan BPKPR.  Mulai saat itu PT ASABRI tidak lagi menangani BUM KPR sampai sekarang.  PT ASABRI kembali hanya menangani Asuransi Sosial bagi Anggota ABRI dan PNS nya.   Pejabat terkait yang mengontrol ASABRI dan YKPP adalah :

1. Untuk ASABRI :

a. Menhan sebagai Regulator
b. Panglima TNI, Kapolri dan Kepala Staf Angkatan selalu mendapat tembusan Laporan berkala ASABRI
c. Dirut dan sebagian Komisaris dijabat Purnawirawan

2. Untuk YKPP :

a. Menhan sebagai Pembina
b. Panglima TNI dan Kapolri sebagai Anggota Pembina
c. Sekjen Kemhan sebagai Pembina Harian 
d. Irjen Kemhan sebagai Pengawas
e. Pengurus dijabat oleh Purnawirawan.

Perkembangan PT ASABRI dan YKPP

Setelah PT ASABRI tidak menangani BUM KPR, selanjutnya hanya  fokus menangani Asuransi Sosial.  Selanjutnya di era Jkw ada tepatnya pada tahun 2015 keluar PP 102/2015 tentang PT ASABRI, ada perubahan yang sangat menonjol.   Dimana sejak 1991 PT ASABRI dalam menjalankan tupoksinya berdasar PP 67/1991 hanya mengatur iur 3,25 %, namun berdasar PP 102/2015 terhitung 1 Juli 2015 PT ASABRI juga mengelola iur 4,75%.  Akhirnya terjadi ada perubahan drastis dari Anual Report PT ASABRI.   Anual Report PT ASABRI sampai dengan 2014 Total Aset PT ASABRI tercatat sekitar 11,9 T namun di Anual Report PT ASABRI tahun 2015 Aset PT ASABRI melonjak menjadi sekitar 32,3 T.   Dalam setahun ada peningkatan Aset sekitar 20,4 T.   Selain menangani THT, JKK, JKm n Pensiun, ASABRI kembali memberikan PUM (Pinjaman Uang Muka tanpa Bunga) bagi Prajurit TNI POLRI yang akan KPR.  Sesuai Permen Menhan no 19/2017 besaran PUM sebagai berikut :

a. Untuk Tamtama 20 juta
b. Untuk Bintara 25 juta
c. Untuk Pama 30 juta
d. Untuk Pamen 35 juta
e. Untuk Pati 40 juta

YKPP (Yayayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit) yang berdiri sejak 1998, tahun 2007 digabung dengan YKPBS (Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman) dan YSBP (Yayasan Satya Bhakti Pratiwi).  Penggabungan ketiga Yayasan ini nama tetap YKPP namun singkatan dari Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan.   Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit menjagi Pelaksana Kegiatan Perumahan (Lakgiat Perum), YKPBS menjadi Badan Pelaksana Pendidikan (BP Dik) dan YSBP menjadi Pelaksana Kegiatan Sosial Bantuan Pendidikan (Lakgiat Sisbabdik).

Sejak digabungnya ketiga Yayasan tersebut, saat itu juga Lakgiat Sosbabdik dilikuidasi.  Selanjutnya setelah UPN menjadi Negeri, BP Dik sudah tidak berfungsi kembali.  Praktis yang berfungsi tinggal Lakgiat Perum.   Namun kenyataannya sampai saat ini kegiatan Lakgiat Perum juga mengalami kemunduran.   Dari laporan YKPP sendiri kalau di tahun 2008 mampu meng KPR kan sekitar 12.000 unit, di tahun 2017 hanya sekitar 275 unit, bahkan tahun 2018 dan 2019 jauh dibawah pencapaian  tahun 2017. Padahal sejak 2016 besaran BUM/PUM dari YKPP ditingkatkan yang semula 14 juta menjadi 25 juta

Langkah yang perlu diambil

Mengingat Menhan sebagai Regulator PT ASABRI dan Pembina YKPP, serta Panglima TNI sebagai Anggota Pembina YKPP,  kiranya perlu diambil langkah langkah sebagai berikut :


1. Mengingat sejak 2015 Anual Report PT ASABRI ada peningkatan Aset yang luar biasa, perlu adanya  audit khusus, apabila terjadinya peningkatan aset karena ada kesalahan managemen perlu diusut dan ditindak untuk menghindari terulangnya hal yang sama.

2.  Dalam PP 102/2015 ada amanah untuk dievaluasi setiap paling lama dua tahun, namun PP sudah berjalan hampir empat tahun belum ada evaluasi, disarankan perlu segera dievaluasi.

3.  Salah satu Program PT ASABRI adalah  masalah Pensiun, dan mengingat sejak adanya PP 102/2015,  gaji para Pensiunan hanya naik 5 % selama 5 tahun, perlu adanya peninjauan besaran gaji Pensiun.

4.  Mengingat para Prajurit masih banyak yang belum mempunyai rumah pribadi, bahkan masih ada Purnawirawan juga  belum memiliki rumah, kiranya YKPP terutama Lakgiat Perum dioptimalkan kembali.

5. Kinerja YKPP merosot tajam, dimana dalam tahun 2018 dan 2019 seperti stagnan, perlu adanya audit independen, dan apabila merosotnya kinerja disebabkan kesalahan managemen, perlu diusut dan adanya  sangsi agar tidak terulang kembali.

6. Dalam PP 102/2015, ASABRI diamanahkan untuk siapkan Pinjaman Uang Muka tanpa Bunga kepada para pesertanya, mengingat masalah BUM/PUM sejak 1998 disalurkan melalui YKPP, disarankan PUM dari ASABRI tetap disalurkan satu pintu melalui YKPP, untuk menghindari duplikasi Penyaluran dan ASABRI lebih fokus dengan tupoksinya sebagai Asuransi dan untuk menghindari terulangnya penyalahgunaan Dana ASABRI.

7. Besaran BUM/PUM ASABRI dan YKPP perlu diseragamkan, mengingat yang menerbitkan Ketentuan tersebut adalah Menhan, karena yang berlaku saat ini ada perbedaan, PUM ASABRI variasi dari 20 sd 40 juta sedangkan dari YKPP sama sebesar 25 juta, padahal penerimanya sesama prajurit.  Penyeragaman ini untuk menghindari kecemburuan bagi prajurit yang ambil PUM di ASABRI dan YKPP.

Demikian saran tindak untuk pembenahan PT ASABRI maupun YKPP yang sejak didirikan kedua instansi tersebut selalu saling mendukung dibawah tanggung jawab Menhan (Marsda TNI Purn Tumiyo)

Selasa, 03 Desember 2019

SEKILAS TENTANG YKPP

SEJARAH 

Bahan Sosialisasi

KEKAYAAN 

2006 Sebesar 1,579 T
2009 Sebesar 1,571 T
2012 Sebesar 1,455 T

Dlm kurun Waktu 3 tahun berkurang 116 M ? 

INVESTASI (25 % KEKAYAAN)

2009 sebesar 355,8 M (22,6%) 
2012 sebesar 479,3 M (32,9%)
(Diatas 25 %)

Tahun 2011 dlm 6 bulan keluarkan PKS 304,7 M

PENYALURAN BUM

2006 sebanyak 11.439 unit
2009 sebanyak 12.562 unit
2012 sebanyak  3.078 unit

2017 sebanyak  363 unit


Minggu, 01 Desember 2019

TULISAN LAMA TENTANG PANCASILA

TULISAN LAMA TTG RADIKAL..

👇👇👇👇

*RADIKALISASI PANCASILA*

Oleh *Kuntowijoyo*
(Dimuat _Kompas_, 20 Februari 2001)

SEJAK dihapuskannya sebagai asas tunggal untuk partai dan organisasi massa (ormas) oleh kekuatan reformasi, Pancasila tidak terdengar lagi gemanya. Ia kehilangan kredibilitas sebagai ideologi, karena begitu banyak penyelewengan yang mengatasnamakannya. 

"Anti-Pancasila" begitu mudah diluncurkan para pejabat Orde Baru (Orba) untuk membekuk musuh-musuhnya, ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Pancasila, temuan para founding fathers yang paling cemerlang, menjadi dokumen mati. Hanya para mahasiswa-setidaknya mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada) yang harus mengambilnya selama dua semester masih menekuninya, meski banyak di antara mereka mempertanyakan relevansinya. Sebab, menurut mereka, sepertinya negara ini berjalan juga tanpa Pancasila.

Agaknya kita perlu memberi ruh baru pada Pancasila, sehingga ia mampu menjadi kekuatan yang menggerakkan sejarah. Selama ini Pancasila hanya jadi lip service, tidak ada pemerintah yang sungguh-sungguh melaksanakannya. Ada indoktrinasi di zaman Orde Lama (Orla) dan penataran di zaman Orba, tetapi keduanya tidak pernah efektif, hanya dipandang sebagai ritual politik yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kenyataan sejarah. Kini kita perlu kembali Pancasila, agar perjalanan sejarah bangsa tidak kehilangan arah.

Tulisan ini mencoba memberi ruh baru itu. Pertama-tama akan dikemukakan kriteria keberadaan Pancasila dan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan Orla dan Orba, agar penyelewengan serupa tidak terjadi lagi. Kemudian tiba giliran untuk membicarakan ruh baru yang kita sebut radikalisasi Pancasila. (Tulisan ini akan menyingkat Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Ketuhanan, Kemanusiaan yang adil dan beradab dengan Kemanusiaan, Persatuan Indonesia dengan Persatuan, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dengan Kerakyatan, dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dengan keadilan Sosial).

Penyelewengan-penyelewengan keberadaan Pancasila dapat diukur melalui tiga kriteria, yaitu *_konsistensi_*, *_koherensi_*, dan *_korespondensi_*. Konsistensi berasal dari bahasa Latin consistere yang berarti "berdiri bersama". Jadi konsistensi artinya "sesuai", "harmoni", atau "hubungan logis". Satu sila dalam Pancasila harus mempunyai hubungan terpadu, teks dengan teks, dengan dokumen-dokumen lain seperti UUD, Penjelasan UUD, Keputusan MPR, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan pernyataan pejabat. Koherensi berasal dari bahasa Latin cohaerere yang berarti "lekat satu dengan lainnya". Jadi koherensi ialah satu sila dalam Pancasila harus terkait dengan sila lainnya, tidak boleh terlepas. Sila Kemanusiaan harus terkait dengan sila persatuan, sila Ketuhanan harus terkait dengan sila Kerakyatan, dan sila Keadilan Sosial harus terkait dengan sila Kemanusiaan. Korespondensi berasal dari dua kata Latin, yaitu co yang artinya "bersama" dan respondere yang berarti "menjawab". Jadi korespondensi ialah samanya teori dengan praktik, murni dengan terapan.

Dari ketiga kriteria itu dapat dilihat apakah Pancasila dalam suatu kurun sejarah mempunyai konsistensi, koherensi, dan korespondensi atau tidak. Kita lihat apa yang tertulis, dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat Orla dan Orba.

Orla ternyata tidak konsisten terhadap Pancasila. Pancasila yang aslinya mempunyai lima sila itu diperas menjadi tiga, disebut Trisila, dan diperas lagi menjadi satu sila, disebut Ekasila. Anehnya, Ekasila ialah Gotong Royong di mana sila-sila yang lain hilang. Kata lain dari gotong royong ialah kolektivisme. Seperti diketahui kolektivisme adalah faham komunisme. Hilangnya Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial pasti karena pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI). Sila Ketuhanan hilang karena PKI menganut materialisme yang tidak percaya kepada Tuhan. Sila Kemanusiaan hilang karena PKI menganut kontradiksi kelas antara borjuasi dan buruh. Sila Persatuan hilang karena PKI menganut internasionalisme, bukan kebangsaan. Sila Kerakyatan hilang karena PKI menganut diktatorisme proletar, meski kata "rakyat" sepertinya adalah monopoli PKI. Sila Keadilan Sosial tidak diperlukan lagi karena PKI adalah representasi dari Keadilan Sosial itu sendiri.

Orla juga tidak koheren. Sila Kerakyatan tidak lagi diperlukan, karena Soekarno adalah "penyambung lidah rakyat". Juga Demokrasi Terpimpin menyebabkan tidak diperlukannya sila Kerakyatan. Atau, Pancasila tidak lagi koheren, sebab sila kerakyatan sudah menjadi sila Kedaulatan Pemimpin.

Karena tidak konsisten dan tidak koheren itulah maka Orla juga tidak koresponden, ideologi teoretis dalam Pancasila berbeda dengan praktik politik. Misalnya, Orla membiarkan PKI tumbuh subur di Indonesia yang berdasar Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan. Sedangkan PKI sebagai kekuatan politik, jelas-jelas tidak berketuhanan. PSI dan Masjumi dilarang, berarti tidak ada kesesuaian antara sila Kerakyatan dengan realitas politik. Juga saat ada Manifes Kebudayaan pada tahun 1963. Orla melarangnya, padahal Manifes itu jelas cerminan langsung sila Kemanusiaan dengan cita-cita humanisme universalnya dan mendukung Pancasila tanpa reserve.

Penyelewengan zaman Orla adalah untuk kepentingan kekuasaan Soekarno pribadi. Penyelewengan itu adalah karena desakan PKI yang dipersangkakan oleh Presiden amat kuat. Penyelewengan Orla bersifat simbolis, kecuali Demokrasi Terpimpin dan dibolehkannya PKI. 
Berbeda dengan itu, penyelewengan Orba semuanya bersifat substantif, kecuali penyelewengan sila Ketuhanan. Penyelewengan yang substantif itu berupa inkorespondensi, yaitu ketidaksesuaian antara ideologi dengan kenyataan. Penyelewengan itu tidak mencolok di mata rakyat kebanyakan, hanya warga negara yang kritis yang benar-benar sadar akan penyelewengan Orba.

Inkorespondensi itu terletak dalam beberapa hal, yaitu sila Keadilan Sosial diganti dengan kapitalisme, sila Kerakyatan dengan otoritarianisme, sila Persatuan dengan militerisme, sila Kemanusiaan dengan kekerasan politik. Hanya sila Ketuhanan yang tak tersentuh substansinya; ada rekayasa khotbah tetapi hanya bersifat prosedural. Prosedur itu di antaranya ialah direkrutnya beberapa organisasi dakwah ke dalam partai pemerintah, pengawasan terhadap khatib, dan sejumlah peraturan yang menghambat dakwah.

Digantikannya sila Keadilan Sosial oleh kapitalisme yang melanggar Pasal 33 UUD 1945 itu tampak dalam banyak hal, seperti Pembangunan Nasional at all cost, pembentukan kroni di sekitar presiden, maraknya konglomerasi, suburnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), pemberian HPH (hak pengusahaan hutan) kepada para konglomerat, kontrak-kontrak karya (ingrat Freeport dan Busang) kepada perusahaan asing yang penuh persekongkolan, dan pemberian monopoli dan monopsoni kepada kroni-kroni Soeharto (pengapalan minyak dan gas, perniagaan cengkeh, minuman keras, berbagai tender), dan penerbitan Keppres untuk memperkaya keluarga presiden.

Digantikannya sila Kerakyatan oleh otoritarianisme itu tampak dalam beberapa hal, seperti adanya monoloyalitas bagi PNS, lumpuhnya MPR/DPR, intervensi yang kelewat batas pada institusi pengadilan, tuduhan PKI, tuduhan anti-Pancasila, stigmatisasi ekstrem kanan dan ekstrem kiri, tuduhan DI/TII, dan tuduhan "mendirikan negara Islam".

Digantikannya sila Persatuan oleh militerisme tampak dalam beberapa hal, seperti pembentukan dinas-dinas intelijen untuk memata-matai rakyat, pembentukan Bakorstranas dan Bakorstranasda, pengaruh militer yang amat pervasif dalam banyak kegiatan yang bersifat bisnis sampai olahraga, dan tindakan represif lain seperti DOM. Sila Kemanusiaan digantikan oleh kekerasan politik, berupa pelanggaran HAM di banyak tempat, seperti Aceh, Tanjung Priok dan Lampung, pembredelan media massa, izin pementasan, izin ceramah, izin penerbitan koran, dan sensor atas isi ceramah.

Kata "radikalisasi" mungkin mengingatkan orang pada gerakan-gerakan radikal, seperti radikalisasi massa, buruh, tani, dan mahasiswa. Mereka galak, beringas, tak terkendali, dan di luar hukum. Bukan "radikalisasi" semacam itu yang dimaksud. Radikalisasi dalam tulisan ini adalah revolusi gagasan, bukan orang. Karena itu, radikalisasi hanya berarti membuat Pancasila tegar, efektif, dan jadi petunjuk bagaimana negara ini diorganisir.

Seorang teman, Damardjati Supadjar dari UGM, mempunyai saran untuk mengefektifkan Pancasila. Caranya ialah menjadi perumusan sila-sila yang berupa kata benda abstrak sebagai kata kerja aktif. Jadi, bukan saja Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi "Mengesakan Tuhan". Bukan hanya Kemanusiaan yang adil dan beradab, tetapi "Membangun kemanusiaan yang adil dan beradab". Bukan saja persatuan Indonesia, tetapi "Mempersatukan Indonesia". Bukan saja Kerakyatan, tetapi "Melaksanakan kerakyatan". Bukan hanya Keadilan Sosial, tetapi "Mengusahakan Keadilan Sosial".

Tulisan ini menuntut lebih dari itu. Radikalisasi ialah:
(1) mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara, 
(2) mengganti persepsi dari Pancasila sebagai ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu, 
(3) mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila, dan korespondensi dengan realitas sosial, dan 
(4) Pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal.

Kembalikan Pancasila kepada jati dirinya, yaitu sebagai ideologi negara. Selama pemerintahan Orba Pancasila sebagai gagasan telah dikembangkan sedemikian rupa, tetapi sebagai perbuatan ia telah dikebiri habis-habisan. Dalam bahan-bahan P-4 sejak Ketetapan (Tap) MPR No II/ MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa), Pancasila sudah diartikan sebagai pandangan hidup, jiwa, penuntun sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, kepribadian bangsa, dasar negara, pegangan hidup, dan dirinci ke dalam butir-butir-semula 36 butir lalu bertambah dari waktu ke waktu. Pancasila yang ekspansif itu sudah berkembang amat jauh, sehingga sering bertabrakan dengan wilayah lain, seperti etika dan agama. Butir-butir Pancasila yang selalu bertambah memasukkan juga, misalnya, soal "menghormati orangtua" yang menjadi wilayah etika dan agama. Pancasila juga disosialisasikan tanpa melihat fakta sejarah. Para penatar akan mengatakan, Pancasila adalah "sumber hukum", tanpa mempertimbangkan kenyataan bahwa hukum kita berasal dari Belanda, adat, dan Islam. Pancasila itu diperluas dan diperdalam pada tahun 1985 dengan adanya UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang penataan partai dan ormas yang mengharuskan adanya asas tunggal.

Pastilah itu sebuah penyelewengan yang hanya melayani kepentingan penguasa, sebab dalam "Pembukaan UUD 1945" dinyatakan, Pancasila-kata ini bahkan tidak disebut-adalah dasar negara. Jadi, jati diri Pancasila ialah memberi visi kenegaraan. Satuan besar yang bernama negara, bukan satuan kecil yang bernama partai, ormas, dan kelompok-kelompok sosial. Satuan-satuan kecil itu dapat mempunyai ideologi apa saja asal secara terbuka atau tersembunyi tidak berusaha menggugurkan ideologi satuan besar, Pancasila. Satuan-satuan kecil itu dapat mengembangkan diri-sendiri sesuai bahan-bahan dalam yang dimiliki: sosialisme, Marhaenisme, nasionalisme, kapitalisme, kekaryaan, moral agama, atau Islam. 

Kedudukan Pancasila sebagai ideologi satuan besar terhadap ideologi-ideologi satuan kecil ialah sebagai pemberi rambu-rambu petunjuk arah dan common denominator yang mempertemukan ideologi-ideologi itu. Pancasila yang terlalu ambisius adalah Pancasila yang kabur, yang kehilangan fokus.

*Dr Kuntowijoyo, budayawan tinggal di Yogyakarta.*

Minggu, 24 November 2019

MENCEGAH KEPUNAHAN SUATU NEGARA

Berbicara tentang kepunahan ternyata tidak terbatas  punahnya  Flora dan Fauna.    Kepunahan juga terjadi dalam peradaban maupun negara.  Begitu dalam pewayangan terjadi kepunahan, seperti cerita Ramayana Rama dan Rahwana punah, disusul cerita Mahabarata Pandawa dan Kurawa akhirnya punah juga.

Sejarah di Negeri Nusantara sebelum merdeka, mengalami perubahan yang berakhir dengan   kepunahan juga.    Seperti Kerajaan Kalingga, Sriwijaya, Kediri, Singosari, Mojopahit, Mataram yang saat itu mengalami jaman keemasan sampai Champa, Madagaskar akhirnya tinggal nama.   Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno Hatta tanggal 17 Agustus 1945, kalau tidak kita jaga dan kita pertahankan bisa jadi akan senasib seperti Yugoslavia maupun Rusia.   

Tulisan  para ilmuwan yang memprediksi  suatu peradaban atau negara yang akan mengalami persoalan serius ternyata  cukup banyak.  Indonesia diprediksi akan mengalami kebangkrutan  mengarah ke punah pada urutan ke 5.   Urutan pertama diduduki Korea Selatan, disusul Jepang, Tiongkok, Jerman dan terakhir Indonesia (liputan6dotcom, 8/3/2018)

Faktor Kepunahan Peradaban atau Negara menurut ilmuwan  Jared Mason Diamond.

Jared yang merupakan pemenang penghargaan Pulitzer, pernah menyinggung beberapa negara yang akan mengalami  keruntuhan atau kepunahan diantaranya Indonesia.   Adapun faktor penyebab keruntuhan peradaban maupun negara karena Pengrusakan Lingkungan, Perubahan Iklim, Hubungan Sekutu dengan Negara Tetangga, Permusuhan dengan Negara Tetangga, yang terakhir karena faktor Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Lebih lanjut Jared mengatakan bahwa dalam kondisi kekinian, penyebab kepunahan peradaban atau negara karena faktor konflik kepentingan.  Disebutkan  konflik kepentingan jangka pendek adalah kepentingan para elit pembuat keputusan.  Selanjutnya konflik kepentingan jangka panjang adalah masyarakat secara keseluruhan. Dari penjelasan Jared kemungkinan yang terjadi di Indonesia adalah faktor yang kelima yaitu masalah Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya.  Melihat perkembangan yang terjadi di Indonesia terutama pasca  pilpres tahun ini, walau kenyataannya  Jokowi  dan Prabowo sudah menyatu dalam kabinet, namun situasi Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya masih  gaduh.  Untuk mencegah hal hal yang tidak kita inginkan, yang akan menuju runtuhnya peradaban, kiranya perlu langkah-langkah seperti dibawah ini.

Kembali ke UUD 45 yang Asli namun tidak tabu Adendum

Banyak pakar yang menilai bahwa hasil Amandemen UUD 45 telah menyimpang dari ruh Pembukaan UUD 45.   Asas musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan masalah, sudah merupakan barang langka.  Pilpres secara langsung mengakibatkan  persatuan di kehidupan berbangsa dan bernegara terusik,  bahkan mengarah perpecahan.   Pilpres  sudah selesai, bahkan Jokowi sebagai Presiden terpilih sudah bersatu dengan rivalnya Prabowo  dalam satu Kabinet, namun perpecahan dalam masyarakat  masih terasa.   Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya perpecahan yang berkepanjangan sistem pemerintahan harus ditata ulang dengan kembali ke UUD 45 namun tidak tabu adanya Adendum.   

Sebetulnya  buku kajian  untuk kembali ke UUD 45 yang Asli sudah terlalu banyak.   Di lingkungan Purnawirawan TNI POLRI sudah ada Buku UUD 45 disertai Adendum dan Buku Kaji Ulang Perubahan UUD 45.  Dari Kalangan sipil ada Buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 45.  Disamping itu ada juga beberapa pemikiran dalam artikel lepas seperti dari  Prof Dr Kaelan, Letjen TNI Purn Sayidiman Suryodiprojo, Jendral TNI Purn Widjoyo Soejono, Salamudin Daeng, Bambang Wiwoho, Hariman Siregar, Jendral TNI Purn Agustadi Sasongko Purnomo, Laksamana TNI Purn Tedjo Edy Purdjiatno, Marsekal TNI Purn Imam Sufaat, Mayjen TNI Purn Prihanto dan masih banyak lagi.

Pembangunan harus Berlanjut dan Berkesinambungan

Langkah lain untuk terhindarnya kepunahan peradaban atau NKRI adalah konsistensi terhadap Pembangunan Nasional.  Selama ini sering terjadi Pembangunan tidak berlanjut dan berkesinambungan.  Contoh pembangunan Sarana Olah Raga di Hambalang yang menghabiskan Dana Triliunan, dibiarkan mangkrak.   Memang terjadi kasus penyalahgunaan wewenang atau terjadi korupsi, namun apa tidak ada cara lain untuk pecahkan masalah, sehingga tidak terjadi kerugian yang makin besar ? 

Dalam pengadaan barang pun juga terjadi kasus yang hampir sama.   Pengadaan Alutsista yang menghabiskan  ratusan milyar juga dibiarkan tidak ada tindak lanjut.  Pengadaan pesawat AW 101, dari luar negeri sudah tiba di tanah air, dibiarkan tidak operasi.  Pesawat sudah hampir tiga tahun menjadi besi bekas.   Langkah langkah pembiaran seperti ini akan mengakibatkan pemborosan luar biasa, dan mengarah kebangkrutan.  Oleh sebab itu pembangunan yang berlanjut berkesinambungan  akan menghindari terjadinya pemborosan, yang mengarah kebangkrutan yang akhirnya bisa mengarah punah.


Budaya Ganti Pemimpin Ganti Aturan harus Dihentikan

Penulis sebagai pengamat Perumahan merasakan adanya aturan yang berubah ubah, sebagai contoh pola subsidi rumah, selalu berbeda setiap terjadi pergantian menteri yang urusi perumahan rakyat.    Awalnya dengan Subsidi Uang Muka, berubah Selisih Suku Bunga, ada Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan), KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) belum terbitnya Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang sudah berjalan hampir empat tahun namun belum ada realisasinya.  

Belum sebulan pelantikan para menteri baru, sudah ditunjukkan pola yang berbeda dengan kebijakan menteri sebelumnya.   Contoh di  kementerian BUMN, program Holding Infrastruktur dan Perumahan yang tinggal selangkah lagi menunggu Peraturan Pemerintah, dengan tegas menteri menolaknya.  Padahal program tersebut merupakan prioritas tahun 2015 - 2019.   Peraturan atau kebijakan  yang berubah ubah atau inkonsistensi tanpa alasan yang mewadahi, bisa berdampak tumbuhnya ketidakpercayaan  yang mengarah  perpecahan. 

Kepedulian terhadap Kesejahteraan Rakyat harus diprioritaskan

Melihat tingkat kemiskinan saat ini, cukup memprihatinkan.  Dari data BPJS, tercatat bahwa masyarakat yang tidak mampu membayar iuran BPJS melebihi 50 % dari total penduduk Indonesia.  Bahkan BPJS sendiri  melansir ada sekitar 131 juta jiwa iur BPJS ditanggung Pemerintah.  

Penulis pernah mengadakan pengkajian untuk melihat kondisi para Pensiunan Pegawai Pemerintah.   Pada enam  tahun terakhir ini, penghasilan para pensiunan tidak cukup untuk kebutuhan hidup sehari hari hari.   Penulis sudah pensiun 15 tahun.  Diawal tahun pensiun sampai dengan tahun kesepuluh, gaji pensiun penulis selalu 2x UMR DKI.  Namun di tahun ke 11 (2015) sampai saat ini (2019),  gaji penulis dari tahun ke tahun menurun dan saat ini gaji penulis hampir sama dengan UMR DKI.   Kalau gaji pensiunan pegawai pemerintah  saja dibawah UMR, bagaimana nasib para Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Kemiskinan membuat masyarakat mudah terpengaruh, seperti tahun 1965 terjadi tragedi nasional gerakan G 30 S/PKI.   Ideologi komunis akan mempengaruhi dan memanfaatkan rakyat miskin.   Kalau kita tidak waspada dan tidak antisipasi terhadap akan bangkitnya PKI, tidak menutup kemungkinan negeri kita akan diambang kehancuran.   Banyak kalangan yang mengatakan PKI sudah mati, namun ingat ideologi komunis tidak mati. Oleh sebab itu untuk menghindari arah kepunahan Indonesia, tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia harus menjadi prioritas.

Sejarah Diajarkan  di Sekolah Dini.

Jangan sekali kali meninggalkan sejarah atau JASMERAH adalah jargon Bung Karno dalam pidato terakhir sebelum lengser 17 Agustus 1966.   Kenapa  kurikulum sejarah  perlu diajarkan agar  agar para generasi penerus belajar dari sejarah bangsanya.  Mengambil hal hal yang baik dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan dan hal-hal yang buruk.

Mencermati kondisi saat ini dan sejarah kita masa lalu, terletak pada persoalan Persatuan Indonesia.   Persatuan sangatlah menentukan dalam mengusir penjajah.  Perpecahan akibat politik adu domba yang dimainkan penjajah dengan para kompradornya dimasa lalu, hendaknya menjadi pembelajaran untuk tidak boleh terjadi dimasa kini.   Mari kita mengisi kemerdekaan ini melalui Persatuan Indonesia.

Waspada Bahaya Laten Komunis

Akhir bulan November 2019 tepatnya pada tanggal 23 November ada kegiatan bedah buku PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G30S/1965 di Lemhannas  dan ternyata peminatnya luar biasa.   Dalam bedah buku tersebut mendapat sambutan positif dari Pemerintah dimana Menhan memberikan sambutannya walau dibacakan oleh  Rektor Unhan Letjen TNI Tri Legionosuko.   Dalam sambutan Menhan mengingat kita untuk selalu waspada terhadap bahaya laten Komunis.    Komunis adalah Ideologi, walaupun banyak kalangan bicara Komunis sudah mati, tidak laku namun Komunis di Indonesia mempunyai sejarah kelabu.  Bahkan PKI sudah berusaha menggantikan Ideologi Pancasila.   Dalam sejarah PKI sudah 3 kali memberontak, tahun 1926, 1948 dan puncaknya tahun 1965.   

Walaupun Negara Uni Soviet sudah runtuh dan punah, bukan berarti ideologi Komunis turut runtuh atau punah, fakta paham atau ideologi Komunis masih dianut oleh  Cina.   Apalagi cina saat ini menjadi Negara Super Power kedua setelah Amerika Serikat.   Dan ideologi Komunis di Indonesia patut diduga masih eksis, hal ini adanya keturunan PKI mulai masuk di semua Lembaga Negara dan terang terangan ada yang merasa bangga sebagai anak PKI.   Kedekatan pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Cina bisa dimanfaatkan oleh sisa sisa PKI untuk bangkit kembali.   

Oleh sebab itu berdasar Tap MPR no 25/1966 yang menetapkan PKI merupakan organisasi terlarang, harus tetap digunakan sebagai landasan untuk mencegah bangkitnya kembali PKI.  Langkah ini perlu disosialisasikan secara terus menerus, karena kalau PKI bangkit yang pasti akan pertahankan ideologinya, yang akan gantikan Pancasila.    Apabila Pancasila tergantikan akan akibatkan runtuhnya NKRI atau NKRI akan punah tinggal nama atau kenangan.




Sabtu, 23 November 2019

HOLDING PERUMAHAN AKAN SENASIB DENGAN HOLDING INFRASTRUKTUR ?

Membaca Medsos akhir minggu terakhir November 2019, tentang Holding BUMN sangat menarik.  Beberapa Media menayangkan tentang Holding BUMN Karya yang terancam gagal.   Padahal MenBUMN Rini Sumarno begitu optimisnya meyakinkan bahwa Holding Infrastruktur dan Holding Perumahan akan tuntas tahun 2019.  Penulis sempat heran juga kenapa Holding BUMN Karya yang tinggal selangkah lagi bahkan tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sepertinya sedang dikaji kembali ? Rencana Holding Infrastruktur (Holding Karya) ini terdiri dari PT Hutama Karya, PT Jasa Marga, PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Yodya Karya dan PT Indra Karya.0

Holding BUMN merupakan Rencana Strategis Kementerian BUMN 2015 - 2019, bahkan sebagian holding sudah terwujud.   Contoh Holding Industri Pertambangan (HIP) dengan identitas baru diluncurkan sebagai hadiah dalam merayakan ke 74 Kemerdekaan  Indoesia tepatnya tanggal 17 Agustus 2019.  Identitas baru dari HIP ini adalah MIND ID (Mining Industry Indonesia yang menaungi PT Antam, PT Bukit Asam, PT Timah dan PT Inalum.   HIP sendiri didirikan tepatnya tanggal 27 November 2017.

Salah satu tujuan adanya Holding BUMN adalah untuk meningkatkan kapasitas perusahaan, serta supaya lebih efisien dan memotong panjangnya proses pengambil keputusan di internal BUMN.  Tetapi kenapa Proses BUMN Holding BUMN Infrastruktur yang tinggal selangkah lagi jadi mundur bahkan terancam gagal ? Di era SBY ada pengalaman membangun Tol di Bali yang dikenal Tol Mandara, walau belum merupakan  Holding namun dengan sinergi antara PT Jasa Marga, PT Adi Karya, PT Waskita Karya, PT Wjaya Karya dan PT Hutama Karya mampu menciptakan Karya Pembangunan Tol diatas laut yang pertama dan tercepat  saat itu.

Mengikuti perkembangan Holding BUMN terutama Holding Infrastruktur maupun Holding Perumahan, sepertinya pola ganti Pemimpin ganti Kebijakan masih membudaya. Program Holding BUMN yang sudah dipersiapkan sejak 2015, tinggal selangkah harus mulai dari nol.   Begitu ada pergantian Menteri BUMN, menteri Erick Thohir jelas menolak Pembentukan Holding BUMN Karya atau Infrastruktur.  Langkah MenBUMN ini diikuti oleh MenPUPR Basuki Hadimulyono.   Padahal infrasruktur ini pendukung utama Program Perumahan.  Akankah Program Holding BUMN Perumahan yang terdiri Perum Perumnas, PT PP, PT Wijaya Karya, PT Amarta Karya, PT Bina Karya dan PT Indah Karya akan ikuti seperti Holding BUMN Karya ? 

Alasan pembentukan Holding BUMN akan mendominasi dan akan melemahkan swasta, rasanya terlalu berlebihan.   Fakta dalam membangun permukiman sebagai contoh, BUMN justru ketinggalan dengan swasta.   Swasta lebih efisien dalam memanfaatkan SDM, tapi BUMN banyak yang terkendala banyaknya SDM, karena semua itu karena warisan.   Namun perlu kita tunggu perkembangannya, semoga yang sudah dirintis para pendahulu tidak sia sia 

Rabu, 20 November 2019

PP 102 TAHUN 2015

Tepatnya tanggal 22 Desember 2015, terbit PP 102/2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit TNI, Anggota POLRI, Dan Pegawai ASN di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Repuplik Indonesia.   PP ini merevisi PP No 67/1991 dan mulai berlaku surut 1 Juli 2015.   Secara garis besar PP 102/2015, menyebutkan fungsi Asabri meliputi 4 Program yaitu :

a. THT
b. JKK
c. JKn
d. Pensiun

Yang menarik dari semua Program bagi Purnawirawan ada Program Keempat yaitu masalah Pensiun.  Dalam pasal 1 ayat 11 disebutkan bahwa Pensiun adalah Penghasilan yang diterima oleh Penerima Pensiun setiap bulan berdasarkan peraturan perundang undangan.  Melihat bunyi pasal 1 ayat 11 berarti ASABRI sudah selayaknya selalu mengevaluasi Besaran Gaji Pensiun setiap saat.  Sebetulnya dalam pasal 49 disebutkan bahwa perlu evaluasi secara berkala paling lama setiap 2  tahun.

PP 102/2015 juga lebih transparan karena kalau PP 67/1991 hanya mengatur tentang Potongan Gaji 3,25 % (THTP), tetapi PP 102/2015 selain mengatur Potongan Gaji 3,25% juga mengatur Potongan Gaji 4,75% tentang iuran Program Pensiun.   Dasar Besaran Potongan  Gaji adalah Kepres no 8 Tahun 1977 dengan rincian sebagai berikut :

a. Potongan Dana Pensiun sebesar 4,75 %
b. Potongan Dana Kesehatan (BPJS) sebesar 2% dan
c. Potongan Dana Santunan (THTP) sebesar 3,25%.

Seperti penjelasan diatas bahwa PP 102/2015 jauh lebih transparan dari PP 67/1991, dalam Anual Report ASABRI setelah adanya PP tersebut, ada perbedaan yang sangat menonjol.   Sebagai contoh Anual Report sd 2014, Aset yang dilaporkan ASABRI hanya Aset tentang Dana Santunan (potongan 3,25%), namun setelah ada PP 102/2015 Anual Report ASABRI meliputi Dana Santunan dan Dana Pensiun.  Tahun 2014 dalam Anual Report Aset ASABRI hanya sekitar 11,9 T, namun dalam Anual Report 2015 Aset ASABRI menjadi 32,3 T.   Ada lonjakan sekitar 20,4  T, dan dalam  Anual Report 2017 Aset ASABRI sudah mencapai 44,8 T.  Dengan melihat perkembangan Aset Asabri setelah adanya PP 102/2015 pertahunnya meningkat 5 T, tahun 2019 Aset ASABRI bisa mencapai sekitar 55 T.   

Mengingat aturan gaji  Purnawirawan masih berdasarkan 75% Gaji Pokok, dan sejak era Pemerintahan Jkw atau sudah 6  tahun baru sekali ada kenaikan gaji sebesar 5 %, perlu ada penyesuaian Gaji Purnawirawan dengan pertimbangan : 

1. Program ASABRI sesuai PP 102/2015 salah satunya adalah tentang Pensiun.

2. Gaji Purnawirawan tidak cukup untuk penuhi kebutuhan minimal untuk hidup sehari hari.

3.  Dalam PP 102/2015 perlu adanya evaluasi secara berkala paling lama 2 tahun.

4. Sejak berlakunya PP 102/2015 TMT 1 Juli 2015 belum ada perubahan status gaji Purnawirawan.

5. Perlu lebih transparasi dalam membuat Anual Report ASABRI, karena dalam Anual Report 2015  ada lonjakan Aset dimana dalam Anual Report 2014 Aset ASABRI dilaporkan sekitar 11,9 T di tahun Anual Report 2015 Aset ASABRI tahun 2014 dilaporkan 28,1 T ada lonjakan sekitar 16,2 T.



Minggu, 17 November 2019

PERJALANAN KPR PRAJURIT

Penulis sebagai pengamat Perumahan selalu melihat perkembangan ASABRI dan YKPP.   Kenapa selalu melihat ASABRI dan YKPP ? Kedua Instansi inilah yang memulai memecahkan bagaimana Pajurit bisa memiliki rumah pribadi.   Terhitung tahun 1984, Pimpinan tertinggi ABRI saat itu terutama yang di Departemen Pertahanan, era Menhan Pak Jendral Poniman dengan SKEPMENHAN NO 38/M/I/1984 mendirikan Proyek Pengelola BUM KPR dibawah ASABRI.   

Proyek Pengelola BUM KPR bertugas menyiapkan uang muka bagi Prajurit yang mau KPR.  Karena gaji prajurit saat itu masih kecil dan tidak bisa penuhi aturan KPR dg angsuran 1/3 gaji, BUM yang disiapkan sekitar 50 % harga rumah.   BUM adalah Bantuan Uang Muka atau Pinjaman Uang Muka tanpa bunga.   Kebijakan ini menurut penulis langkah luar biasa, karena memberikan Pinjaman Uang Muka tanpa bunga dan pinjaman dikembalikan saat Pensiun diperhitungkan dengan Santunan yang akan diterima oleh Prajurit.   Sebagai ilustrasi Penulis pernah ambil KPR tahun 1990.   Saat itu dapat BUM senilai 6,5 jt dan harga rumah sekitar 13 jt.   Tahun 2005 Penulis pensiun,seharusnya dapa Santunan sekitar 17 jt, namun hanya dapat 10,5 jt karena yang 6,5 jt untuk pengembalian BUM.

Selanjutnya mulai tahun 1998, dengan KEPMENHAN NO 2/II/1998, didirikan  YKPP (Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit), menggantikan Proyek Pengelola BUM KPR dan dibawah langsung DEPHAN bukan lagi dibawah ASABRI.  Tupoksi YKPP tidak berbeda jauh dengan Pengelola Proyek KPR yaitu menyiapkan BUM bagi Prajurit TNI dan Pensiunan yang menginginkan KPR.  Walaupun YKPP tidak dibawah langsung ASABRI, namun karena ASABRI kelola potongan gaji yang 3,25% sesuai Kepres no 8 tahun 1997 yaitu untuk THTP(Tabungan Hari Tua dan Perumahan), ASABRI tetap menyiapkan BUM KPR.  BUM KPR ASABRI ini hanya khusus untuk yang masih aktif dan saat itu disebut BUM PROGRAM KHUSUS.   BUM Program Khusus  ini berjalan sampai akhir tahun 2008, bahkan BUM Program terakhir mencapai 7.500 unit.

Penulis tidak memahami kenapa mulai 2009 BUM Program Khusus ini dihentikan oleh pihak ASABRI.  Bahkan BUM Program Khusus ini terhenti sampai dengan 2017.  Beruntung ada PP 102/2015, dimana diamanahkan dihidupkan kembali program pinjaman uang muka tanpa bunga yg dikenal dengan PUM (Pinjaman Uang Muka) bukan BUM.   Realisasi PUM ini mulai berjalan dengan adanya Permenhan no 19/2017 sebagai tindak lanjut PP 102/2015.   Berdasarkan informasi PUM ini ditangani sendiri oleh ASABRI dan tidak lagi disalurkan lewat YKPP.

Sejak ASABRI hentikan BUM Program Khusus ke YKPP, Kinerja YKPP sendiri semakin merosot bahkan tahun 2008 bisa menyalurkan sekitar 12.000 unit KPR, tahun 2017 hanya sekitar 240 unit bahkan tahun 2018 tidak ada penyaluran KPR untuk Prajurit maupun Pensiunan.  Saat ini masing masing Matra memang sudah ada TWP, namun menurut penulis, akan lebih optimal kalau ASABRI, YKPP dan TWP sinergi sehingga peluang prajurit untuk KPR lebih ootimal.

Terkesan baik ASABRI, YKPP maupun TWP berjalan sendiri sendiri, padahal tupoksinya sama yaitu bagaimana Prajurit bisa punya Rumah.   Program ASABRI dan YKPP hampir mirip memberikan Bantuan atau Pinjaman Uang Muka tanpa bunga.   Perbedaan antara ASABRI dengan YKPP hanya di besaran Uang Muka.   Dimana besaran PUM ASABRI antara 20 sd 40 jt sesuai kepangkatan, untuk YKPP smua pangkat sama besarannya 25 jt. Sedangkan  untuk TWP menyalurkan KPR masih dengan bunga walau bunganya relatif rendah.   

Dari Pengalaman Penulis yang pernah menjabat sebagai Ketua YKPP periode 2006 sd 2009, sinergi ASABRI, YKPP dan TWP hasilnya lebih optimal dalam menyalurkan KPR.  Selain lebih optimal pola sinergi lebih terkontrol karena baik yang mendapatkan PUM ASABRI maupun BUM YKPP maupun yang dikelola TWP bisa dilihat di satu pintu yaitu saat itu oleh YKPP.   Mudah mudahan ada evaluasi dari para penentu kebijakan tentang Penyaluran KPR Prajurit yang memanfaatkan PUM ASABRI, BUM YKPP maupun TWP. ,, Aamiin 

Minggu, 10 November 2019

PENGALAMAN PINJAM AIRFORCE ONE PHILIPINA

Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri selalu konsisten dengan yang tertuang di  Pembukaan UUD 45.  Dalam  alinea  keempat  disebutkan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.   Bahkan sejak tahun 1957 Indonesia sudah terlibat mengirimkan Pasukan Perdamaian ke Mesir dengan sebutan Kontingen Garuda I.   Saat ini Kontingen Garuda yg bertugas di Kongo, merupakan Pasukan Perdamaian  dengan sebutan Kontingen Garuda XXXIX yang dilepas tanggal 31 Agustus 2018.


Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan Pengalaman dalam mempersiapkan dimulainya Perdamaian Konflik antara Bangsa Moro (MNLF) dan Pemerintah Philipina.   Konflik berkepanjangan dan perang  terbuka sejak 1969.   Pemerintah Philipina  sejak era Presiden Ferdinand Marcos tahun 1980 minta pemerintah Indonesia membantu menyelesaikan konflik di Philipina Selatan. Sebetulnya era Presiden Corazon Aquino ada kesepakatan dengan memberikan otonomi kepada Mindanao sebagai pusat MNLF, namun konflik juga belum reda. 

Tahun 1993  Presiden Philipina Fidel Ramos kembali Indonesia menemui Presiden Soeharto untuk membantu penyelesaian konflik .   Akhirnya terwujud perjanjian damai yang ditanda tangani oleh  Pemerintah Philipina dan Bangsa Moro (MNLF) pada tahun 1996.

Setelah adanya perjanjian kedua belah pihak, pimpinan MNLF Nur Missouri yang hidup dalam  pengasingan di Tripoli, sanggup kembali ke Philipina, namun minta diantar oleh pihak Indonesia.  Dari Indonesia Nur Missouri didampingi Menlu Ali Alatas menuju Philipina menggunakan Pesawat B 707 milik AURI.   Penulis selaku Atase Udara di Philipina ikut mempersiapkan kedatangan Pesawat B 707 di Manila.   Selain mempersiapkan di Manila, penulis juga mempersiapkan di General Santos, karena rute penerbangan  dari Jakarta - Manila/Ron - General Santos - Jakarta. Dari Manila ke General Santos selain Pak Duta Besar, penulis sebagai Atase Udara ikut on board.

Dalam penerbangan  dari Jakarta ke Manila, berjalan lancar, namun dari Manila ke General Santos pesawat mengalami trouble pneumatic.   Penulis tahu kasus ini, kebetulan ditengah penerbangan penulis ke Cockpit.   Penulis sempat kaget karena seluruh awak pesawat sibuk buka Manual Pesawat.   Sebagai Penerbang, penulis tahu pasti ada masalah.   Akhirnya Cpt Pilot jujur menjelaskan, bahwa ada trouble pneumatic, namun tidak masalah, pesawat bisa mendarat aman cuma untuk taxy  harus dengan towing  car.  Saat penulis menuju  ke Cockpit ternyata pak Dubes mengikuti.  Pak Dubes kelihatannya punya feeling sama, melihat keanehan karena Crew masih sibuk.  Penulis menjelaskan bahwa setiap Komandan Skadron kalau terbang selalu uji Crew, kalau Crew tidak bisa jawab, mereka buka manual.   Sepintas Pak Dubes puas dengan Jawaban saya dan kembali ke tempat duduk. Penulis tidak cerita apa adanya, karena kalau cerita apa adanya pak Dubes bisa panik.

Sebelum Pesawat B 707 Angkatan Udara Republik Indonesia mendarat di General Santos, Presiden Fidel Ramos sudah mendarat duluan dengan Air Force One Piliphine Air Force.   Pesawat B 707 AURI mendarat dengan mulus dan berhenti di ujung landasan, menuju tempat parkir ditarik dengan towing  car.  Setelah smua penumpang turun awak pesawat mulai mengadakan perbaikan pesawat.  Penulis sebagai Atase Udara tidak ikuti prosesi penyambutan Nur Missouri di Bandara tapi monitor hasil perbaikan pesawat.   Dari hasil pemeriksaan ternyata ada pipa yang pecah dan harus dikirim sparepartnya.

Penulis bekerjasama dengan Cpt Pilot, tentunya Cpt Pilot lapor ke Jakarta dan minta pesawat pengganti untuk membawa Menlu dan Rombongan menjemput ke General Santos.   Kembali menemui masalah, ternyata Bandara General Santos belum dilengkapi fasilitas terbang malam.  Satu satunya jalan adalah Menlu  dan Rombongan harus diantar Pesawat Philipina ke Manado.  
Penulis memberanikan diri menyarankan kepada Dubes untuk meminjam Pesawat Philipina yang ada untuk mengantar mengantar Menlu dan Rombongan ke Manado. 

Pesawat F 28 Philipine  Airforce   merupakan Airforce One of The Philipine

Mungkin karena pihak Indonesia sudah mengantar Nur Missouri dengan B 707, akhirnya Presiden Fidel Ramos mengijinkan Pesawat Air Force One Philippine  mengantar Menlu dan Rombongan ke Menado.   Presiden Fidel Ramos sendiri kembali ke Manila dengan Piliphine Air Lines.   Beruntung Penulis sebelum sebagai Atase Pertahanan pernah dinas di Mabes Abri mengurusi Flight Clearance untuk pesawat yang akan masuk Indonesia.   Dengan gerak cepat penulis hubungi Staf Operasi Mabes ABRI minta bon no flight clearance untuk Pesawat Philipina yang akan ke Manado.   Semua serba kebetulan penulis sudah kenal Cpt Pilot Air Force One Philippine  sebagai teman golf di Manila.

Saat penulis  sampaikan kepada Capt Pilot Air Force  One Philippine  , mereka sampaikan  tidak punya persiapan, untuk refuel di Manado serta belum sempat urus flight clearance untuk masuk Indonesia.   Penulis sampaikan semua sudah beres, termasuk flight clearance sudah ada nomornya serta masalah re fuel  akan ditanggung Indonesia. Penulis tidak ikut ke Manado  tapi mengurusi  Crew Pesawat cari Penginapan di General Santos.   Sebelum Pesawat menuju Manado saya mohon ke Pak Dubes untuk tangani Crew Pesawat Airforce One Philippine, dan menunggu spare part dari Jakarta. 

Alhamdulillah semua misi Accomplish, Pesawat Air Force One Philippine malam  itu kembali dari Manado lewat Davao menurunkan sparepart yang sudah ditunggu oleh Pbu Athan yang bertugas di Davao.   Malam itu juga sparepart langsung dikirim ke General Santos yg perlu perjalanan darat 4 jam dari Davao.   Paginya sparepart dipasang dan Pesawat langsung  kembali ke Jakarta mendarat dengan selamat.

Sekembali ke Manila, saya undang Cpt Pilot Pesawat Air Force One Philippine untuk golf sebagai ungkapan terima kasih.   Ternyata Crew Air Force One malah ucapkan terima kasih karena Pak Dubes luar biasa perhatiannya.   Mereka cerita dibelikan oleh oleh ciri khas Manado, sambil nunggu Pesawat dari Jakarta diajak shopping di Manado dan diberi uang saku yang lumayan untuk ukuran mereka.   Ternyata Pak Dubes berikan uang saku 5.000 Dollar, bahkan Crew sambil bercanda sering saja gunakan pesawat Philippine Air Force.   Ini pengalaman tidak terlupakan dan mungkin satu satunya Dubes yang berani pinjam Pesawat Air Force One di Negara setempat adalah Dubes RI di Manila.(Marsda TNI Purn Tumiyo/Mantan Atase Udara di Philipina)

Kamis, 31 Oktober 2019

BP2BT DIMANA LETAK SUBSIDINYA ?

Di akhir tahun 2019 diperlakukan pola KPR Bersubsidi baru yang disebut BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan.  BP2BT ini merupakan program kerjasama antara Bank BTN dengan Kementerian PUPR yang diberikan bersama dengan subsidi uang muka kepada masyarakat yang telah mempunyai tabungan untuk pembelian rumah tapak dan pembangunan rumah swadaya.   Pola ini terkesan menarik karena dalam brosur yang dikeluarkan Bank BTN tertulis "Dapatkan hunian pertama anda melalui KPR BP2BT dengan Bantuan Subsidi Uang Muka hingga Rp 32,4 Juta dari Pemerintah"

Secara lengkap dalam Brosur yang dikeluarkan Bank BTN, ada ketentuan  sebagai berikut :

1. Subsidi bantuan uang muka hingga sebesar Rp 32,4 Juta
2. Uang Muka minimal 5 %
3. Jangka waktu hingga 20 tahun
4. Bebas premi asuransi dan PPN
5. Jaringan kerjasama yang luas dengan developer di seluruh Indonesia
6. Suku bunga tahun pertama 10%, tahun kedua 11%, tahun ketiga 12%, suku bunga tahun keempat dan seterusnya floating dengan tetap memperhatikan batas tertinggi yang ditetapkan Pemerintah

Selain ketentuan ketentuan yang menarik seperti tersebut diatas masih ada ketentuan lain yaitu Syarat dan Ketentuan, Hak Debitur, Kewajiban Debitur, Larangan, Sangsi, Kelengkapan Dokumen dan cara mendaftar.   Sebetulnya syarat maupun ketentuan untuk Debitur  tidak berbeda jauh dengan Pola KPR  FLPP atau KPR lainnya.   Namun  persyaratan yang dirasakan berat adalah bahwa debitur harus mempunyai tabungan  didalam sistem bank dengan ketentuan batasan saldo dengan periode paling sedikit 6 (enam) bulan terakhir.

Penulis sebagai pengamat atau pelaku yang pernah tangani KPR untuk Prajurit TNI POLRI, melihat Pola BP2BT kadang bertanya tanya dimana letak subsidinya ? Kenapa KPR bersubsidi bunganya lebih tinggi dari KPR di Bank Bank seperti  yg dikeluarkan detikFinance 28 Oktober 2019 dibawah ini :

1. Bank Mandiri Tbk memberikan bunga KPR sebesar 10,25%.
2. Bank Negara Indonesia Tbk memberikan bunga KPR 10,5%.
3. Bank Tabungan Negara Tbk memberikan bunga KPR 10,75%.
4. Bank Rakyat Indonesia Tbk memberikan bunga KPR 9,9%.
5. Bank CIMB Niaga Tbk memberikan bunga KPR 9,5%.
6. Bank Danamon Tbk memberikan bunga KPR 10,25%.
7. Bank Central Asia Tbk memberikan bunga KPR sebesar 9,9%.
8. Panin Bank Tbk memberikan bunga KPR sebesar 10,62%.
9. OCBC NISP Tbk memberikan bunga KPR sebesar 10,2%.
10. Bank Mayapada Tbk memberikan bunga KPR sebesar 11,9%.

Kalau di Kalangan TNI POLRI melalui ASABRI bisa memberikan Pinjaman Uang Muka untuk KPR kepada Prajurit  tanpa bunga seperti yang tertuang di PP 102/2015,
apakah Pemerintah tidak bisa berbuat demikian ? Semoga Pemerintah melalui Kemenpupr bisa berbuat untuk meringankan MBR yang akan KPR berupa Pinjaman Uang Muka tanpa bunga memanfaatkan Pagu FLPP maupun BP2BT.   Sebetulnya Pola  FLPP maupun BP2BT disalurkan seperti  Pola ASABRI, Pemerintah tidak akan rugi, Dana  tetap kembali dan MBR yg bisa KPR akan lebih banyak.   Program memecahkan Backlog Rumah cepat teratasi ,, Semoga ,, Aamiin

Rabu, 30 Oktober 2019

ADA SECERCAH HARAPAN UNTUK KENAIKAN GAJI PURNAWIRAWAN

Lima tahun pertama pemerintahan Jkw, banyak gebrakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, untuk mencapai Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti bunyi Sila yg kelima Pancasila.   Diantaranya Pembangunan Infrastruktur yang  luar biasa, ada 16 Kebijakan Ekonomi, bahkan di kalangan BUMN semua PP diperbaharui.   Termasuk PP 102/2015 tentang ASABRI , adalah Pembaharuan PP untuk pertama kalinya sejak PP 67/1991.

PP 102/2015 yang ditanda tangani Jkw tanggal 22 Desember 2015 dan berlaku surut 1 Juli 2015, kalau kita selami merupakan kebijakan yang bisa membuat sejahtera para Prajurit dan para purnawirawan.   PP Asabri kali ini justru paling lengkap dan transparan karena kalau PP 67/1991 hanya mengatur  tentang iur Dana Santunan,  tetapi kali ini juga  mengatur  iur Dana Pensiun.   Bahkan dalam Buku Buletin ASABRI  November 2017 sempat menyinggung Kepres 8/1977 tentang Potongan Gaji Prajurit dengan rincian sebagai berikut :

1. Potongan 4,75% untuk Dana Pensiun
2. Potongan 2% untuk Dana Kesehatan/BPJS
3. Potongan 3,25% untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan) atau Dana Santunan.

Dalam PP 102/2015 ditegaskan lagi bahwa Program ASABRI  itu meliputi :

1. Program THT (Penjabaran potongan gaji 3,25 %)
2. Program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) ditanggung Pemerintah.
3. Program JKm (Jaminan Kematian) ditanggung Pemerintah
4. Program Pensiun.  

Yang sangat menarik bagi Purnawirawan adalah Program ke empat dari ASABRI  yaitu Pensiun.  Dimana dalam Pasal 1 ayat 11, Pengertian Pensiun adalah Penghasilan penerima pensiun setiap bulan berdasarkan peraturan perundang undangan.   Menurut penafsiran Penulis, bahwa ASABRI harus bertanggung jawab tentang berapa  besaran gaji Purnawirawan yang layak.  Kebetulan setelah adanya PP 102/2015 tersebut gaji Prajurit tidak ada peningkatan, bahkan saat ini sudah berjalan enam tahun.   Padahal aturan Gaji Purnawiran masih mengacu aturan lama yg besarannya 75 % Gaji terakhir.  Bisa dibayangkan para Purnawirawan sudah di tahun keenam gaji tidak ada kenaikan, padahal harga harga kebutuhan sehari hari setiap tahunnya mengalami kenaikan.   Memang dalam  lima tahun pemerintahan Jkw,  Gaji Purnawirawan naik sekali dan itupun hanya 5%, kenaikan ini belum bisa menutup kebutuhan hidup sehari hari.

Sebetulnya kalau kita melihat misi ASABRI yaitu meningkatkan kesejahteraan peserta ASABRI melalui pengembangan sistem pelayanan dan nilai manfaat asuransi sosial secara berkelanjutan, apalagi dalam Program ke empat masalah Pensiun, ASABRI harus adakan evaluasi tentang gaji Purnawirawan.   Tentunya aturan besaran gaji purnawirawan 75% gaji pokok terakhir, tidak berlaku bila gaji prajurit tidak ada kenaikan.   Sebelumnya gaji Prajurit selalu ada kenaikan berkala bahkan kadang ada kenaikan khusus.   Sebagai pembanding di era Pemerintahan SBY selama 10 tahun Gaji Purnawirawan itu mengalami kenaikan sekitar 114 % dengan data Kumparan Bisnis 11 Maret 2019 sebagai berikut :

1. Tahun 2006 naik 15 %
2. Tahun 2007 naik 20 %
3. Tahun  2008 naik 20%
4. Tahun 2009 naik 15%
5. Tahun 2010 naik 5%
6. Tahun 2011 naik 10 %
7. Tahun 2012 naik 10 %
8. Tahun 2013 naik 7%
9. Tahun 2014 naik 6%
10. Tahun 2015 naik 6%

Kenaikan Gaji Purnawirawan era SBY penulis rasakan sendiri, dimana pensiun di tahun 2005 dengan gaji 1,3 juta, di tahun 2015 gaji penulis 4,2 juta.   Oleh sebab itu dengan adanya PP 102/2015 dan sudah 5 tahun  tidak ada kenaikkan gaji untuk Purnawirawan, ASABRI berkewajiban untuk meninjau kembali tentang Gaji Purnawan karena sesuai Program ASABRI yang ke empat.  Adapun dasar pertimbangannya sebagai berikut :

1. Berdasarkan pasal pasal 49 PP 102/2015, ASABRI harus mengadakan evaluasi berkala paling lama dua tahun, saat ini PP sudah berjalan di tahun ke lima.

2. Aturan Gaji Purnawirawan 75% Gaji Pokok Terakhir sudah tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, karena sudah lima tahun tidak ada kenaikan gaji Prajurit.

3. Gaji para Purnawirawan yang selama ini selalu diatas UMR dan untuk  para  Pati  Purnawirawan dua kali UMR, saat ini hampir sama UMR bahkan dibawah gaji Pasukan Kuning  DKI.

4. Beban ASABRI jauh lebih ringan karena  JKK dan JKm yang semula menjadi beban ASABRI sekarang ditanggung Pemerintah.

5. Aset ASABRI sudah cukup besar berdasar Anual Report 2017 sebesar 44,8 T, sudah mampu untuk mendukung kenaikan Gaji Purnawirawan.

Dari ulasan dan beberapa pertimbangan diatas, ada secercah harapan, semoga  gaji para purnawirawan bisa disesuaikan sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari hari ,, Aamiin

Selasa, 29 Oktober 2019

DENGAN ADANYA PP 102/2015 BISAKAH GAJI PURNAWIRAWAN DINAIKKAN ?

PP 102/2015 tentang ASABRI, yang diundangkan 22 Desember 2015 dan berlaku surut 1 Juli 2015, berarti sudah berjalan menginjak tahun ke 5.  Yang menarik dalam PP tersebut adalah Program ASABRI meliputi :

1. THT (Tabungan Hari Tua)
2. JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja)
3. JKm (Jaminan Kematian)
4. Pensiun (Penghasilan yg diterima oleh penerima pensiun setiap bulan berdasar peraturan perundang undangan)

Dari keempat program tersebut yang masih berkaitan dengan Purnawirawan adalah Program terakhir yaitu tentang Pensiun.  Kita ketahui sejak adanya PP ini justru Gaji Purnawirawan tidak pernah alami kenaikan.  Selama lima tahun Pemerintahan Jkw, Gaji Purnawirawan baru alami sekali kenaikan di awal 2019, yang besarannya cuma 5 %.   Kalau dibandingkan dari era SBY, memang jauh berbeda, dimana selama 10 tahun ada kenaikan gaji sekitar 114%.  rinciannya sebagai berikut :

1. Tahun 2006 naik 15%
2. Tahun 2007 naik 20 %
3. Tahun 2008 naik 20 %
4. Tahun 2009 naik 15 %
5. Tahun 2010 naik 5 %
6. Tahun 2011 naik 10 %
7. Tahun 2012 naik 10 %
8. Tahun 2013 naik 7 %
9. Tahun 2014 naik 6 %
10. Tahun 2015 naik 6 %

Kenaikan era SBY, dirasakan Penulis sendiri, karena saat Pensiun 2005 dengan Gaji 1,3 jt, pada tahun 2015 Gaji Penulis menjadi  4,2 jt

Melihat PP 102/2015 terutama tentang Program Pensiun, sebetulnya ada Peluang untuk menaikan Gaji Purnawirawan.   Sebelum membahas tentang kemungkinan meningkatkan Gaji Purnawirawan, perlu melihat Potongan Gaji Prajurit selama aktif sebesar 10 % sesuai Kepres 8/1977 sebagai berikut :

1. Potongan 4,75% untuk Dana Pensiun
2. Potongan 2% untuk Dana Kesehatan (BPJS)
3. Potongan 3,25% untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan) dikenal juga sebagai Dana Santunan.

Dengan adanya BPJS Kesehatan, dana potongan gaji setiap bulan yang dikelola ASABRI tinggal 8 % dari Dana Pensiun dan Dana Santunan. Sebetulnya di era Jkw ini, awalnya banyak langkah maupun program yg mengarah perbaikan kehidupan rakyat. Sebagai contoh revolusi mental, adanya kebijakan atau paket ekonomi, bahkan di semua BUMN diterbitkan PP baru untuk membenahi.   Termasuk di ASABRI adanya PO102/2015 dimana sejak 1991 belum pernah ada perubahan.   Dengan adanya PP 102/2015, sebetulnya merupakan peluang untuk memperbaiki Gaji Purnawirawa dengan pertimbangan :

1. Setiap tahun selalu adanya inflasi, yang mengakibatkan kenaikan harga harga kebutuhan pokok, dan selama 5 (lima) tahun terakhir Gaji Purnawirawan jalan ditempat. Kondisi ini sangat dirasakan oleh para Purnawirawan bahwa gaji tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari hari

2. Dengan adanya kebijakan Gaji Pokok Prajurit tidak mengalami kenaikan, dan Gaji Purnawirawan masih mengacu 75 % Gaji Pokok, sudah sewajarnya Gaji Purnawirawan dievaluasi.

3. Aset ASABRI saat ini sudah cukup besar, diatas 50 T (Anual Report 2013 sekitar 22,7 T, tahun 2017 sekitar 44,8 T).  Aset sebesar ini sudah waktunya untuk menaikan gaji Purnawirawan.

4. Sebelum adanya PP102/2015, untuk pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja maupun Jaminan Kematian menggunakan Dana Iur Pensiun maupun Dana Santunan, namun dengan adanya PP tersebut untuk JKK dan JKm ditanggung Pemerintah.

5. Dalam PP 102/2015, terutama dalam pasal 49, pelaksanaan Program ASABRI perlu evaluasi berkala paling lama setiap 2(dua) tahun.

6. PP 102/2015 sudah berjalan di tahun ke 5 (lima), dan Gaji Purnawirawan sudah 5 (Tahun) jalan ditempat, kiranya sudah tepat Gaji Purnawirawan untuk ditinjau kembali.

7. Sesuai Program ASABRI, terutama mengenai Program Pensiun, hanya ASABRI yang mempunyai kewenangan untuk evaluasi Gaji Purnawirawan.

Dengan beberapa pertimbangan diatas, semoga pihak ASABRI tergugah untuk memperbaiki Gaji Purnawirawan mengingat sudah  5 (lima tahun) tidak ada perubahan. (Penulis Marsda TNI Purn Tumiyo/mantan Ketua YKPP)

Selasa, 15 Oktober 2019

CARA MUDAH ATASI KEBUTUHAN RUMAH PEGAWAI PEMERINTAH

Mengikuti berita pertemuan Jkw dengan REI, APRESI dan HIMPERA tanggal 16 September 2019, ada secercah harapan bagi pegawai pemerintah (ASN, TNI dan POLRI) untuk bisa memiliki Rumah.  Dalam pertemuan tersebut Pemerintah akan mempercepat  pembangunan sekitar 1.580.000 untuk Pegawai Pemerintah dengan rincian :

1. Untuk ASN sekitar 945.000 unit.
2. Untuk TNI sekitar 275.000 unit.
3. Untuk Polri sekitar 360.000 unit.

Percepatan Pembangunan tersebut jelas menjadi angin segar, terutama bagi ASN yang sejak 2016 seperti kehilangan induk untuk memproses kebutuhan rumah.   Hal itu disebabkan begitu UU no 4/2016 tentang  Tapera diundangkan Bapertarum langsung dilikuidasi.   Sudah 3 tahun para ASN tidak jelas siapa yang nangani proses KPR.   Kalau untuk TNI dan Polri masih lumayan, masing masing Matra  ada TWP, yang melayani kebutuhan Prajurit untuk KPR.  

Penulis yang sudah mengamati pola KPR TNI POLRI, sekitar hampir 20 tahun, melihat Rencana Pemerintah untuk mempercepat Pembangunan Rumah untuk Pegawai Pemerintah seperti impian.   Melihat laporan PPDPP tentang FLPP dari tahun 2010 sd tanggal 9 September 2019, hampir 9 tahun sejak adanya FLPP, pegawai Pemerintah baru sekitar 95.300 orang  yang memanfaatkan FLPP (15%). Program FLPP sejak dicanangkan tahun 2010, secara total baru mencapai 635.321 unit.

Pemerintah akan mempercepat pembangunan 1.580.000 unit hanya untuk pegawai pemerintah, bagaimana untuk MBR lainnya ? Apa dasar Pemerintah begitu optimis untuk percepatan pembangunan rumah untuk pegawai pemerintah ? Selama ini melalui Kemenpupr, menyalurkan Program Subsidi Rumah dan untuk FLPP saja sejak tahun 2010 sd September 2019 sudah tersalur sekitar 42,3 T untuk 635.321 unit.  Untuk percepatan 1.580.000 unit akan perlukan biaya berapa T ? Anggaran untuk itu akan memerlukan biaya diatas 100 T.

Penulis mempunyai pengalaman meng KPR kan Prajurit TNI POLRI tidak menggunakan APBN namun setahun bisa sekitar 12.000 unit.   Dengan pola mensinergikan ASABRI dan YKPP bekerjasama dengan Pengembang dan Bank Penyalur Kredit.   Untuk mempercepat Pembangunan Rumah untuk Pegawai Pemerintah, sebetulnya Pemerintah tidak perlu keluarkan Anggaran, cukup sinergikan TASPEN, ASABRI, PENGEMBANG dan BANK PEMERINTAH.   Para Pegawai Pemerintah itu setiap bulan dipotong gaji 10 %, dimana rinciannya sebagai berikut :

1. Potongan 4,75 % untuk Dana Pensiun.
2. Potongan 2% untuk BPJS.
3. Potongan 3,25 % untuk THT.

Kalau kita buka Kepres no 8/1977 potongan 3,25 % itu untuk THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan) dan potongan ini dikelola oleh ASABRI untuk TNI POLRI, dan dikelola TASPEN untuk ASN.   Apabila kita melihat Aset TASPEN dan ASABRI saat ini sudah diatas 300 T.   Dari hasil pengembangan Aset, ibarat bunganya saja sudah bisa untuk membantu para Pemegang Polisnya untuk menyiapkan rumah mereka.  Setiap tahun pegawai pemerintah itu yang berkeluarga hanya sekitar 2 %.   Menurut Penulis dengan Dana TASPEN n ASABRI sdh diatas 300 T, hasil pengembangannya sudah mampu untuk menyiapkan rumah bagi Pegawai Pemerintah yang berkeluarga.   Bahkan bisa diberikan rumah gratis, memanfaatkan uang iur mereka setiap bulan 3,25 % dari gajinya.   Tentunya dengan diberikan rumah gratis  harus diperhitungkan dengan hasil nilai asuransi yang mereka iur tiap bulan.   Hal ini tidak semudah balik tangan, inilah perlunya Pemerintah mensinergikan TASPEN, ASABRI, dengan PENGEMBANG maupun BANK PEMERINTAH.   Apalagi TASPEN, ASABRI dan BANK PEMERINTAH serta PERUMNAS semua BUMN, tinggal disinergikan BUMN dan TASPEN.    Semua bisa dilakukan oleh  Pemerintah dengan mesinergikan  Kemenpupr, Kemenbumn dan Kemenkeu.   Kalau sinergi ini terwujud, Pemerintah tidak perlu siapkan Anggaran, tetapi para Pegawai Pemerintah bisa miliki rumah menggunakan uang mereka sendiri yang dikelola TASPEN dan ASABRI.

Rabu, 11 September 2019

SSB, SBUM, FLPP, TAPERA, BP2BT, KPBU MAU APA LAGI ?

Sebagai Pengamat Perumahan, melihat Pola Pemerintah dalam atasi Backlog Rumah, menjadi tambah prihatin.   Kementerian yang urusi kebutuhan pokok harkat hidup manusia tentang kebutuhan papan atau perumahan sepertinya setiap ganti Presiden selalu ganti aturan.   Kementerian yang mengurusi Perumahan Rakyat mulai berkiprah pada saat era Presiden Soeharto tepatnya mulai Kabinet Pembangunan  III tahun 1978.  

Menteri Perumahan saat itu adalah  Alm Bpk Cosmas Batubara.   Sebagai pengamat, era Presiden Soeharto dapat dikatakan berhasil, karena ada tiga tiga pilar pembangunan perumahan Nasional yang sinergi dalam merumahkan MBR.   Kementerian Perumahan sebagai Regulator, Perum Perumnas sebgai Pengembang dan BTN sebagai Penyalur Kredit.   Subsidi Rumah tersalur dengan baik, para Pegawai Pemerintah merasakan kemudahan dalam memperoleh KPR.   Gaji mereka saat itu masih kecil, untuk mengangsur dengan ketentuan 1/3 gaji saja, mereka sebetulnya banyak yang merasa berat.   Untuk Anggota ABRI 1/3 gaji belum cukup untuk angsuran.

Oleh sebab itu khususnya kalangan ABRI saat itu ada kebijakan memberikan Pinjaman Uang Muka tanpa bunga,  besarannya sampai dengan 50 % harga rumah. Dengan adanya PUM, para Prajurit bisa mengangsur dengan 1/3 Gaji.  Sebagai ilustrasi Penulis tahun 90 an, gaji sekitar 300 ribu, ambil KPR dg Angsuran 98 ribu karena dapat pinjaman 6,5 jt saat itu.  Kalau beli cash harga rumah 13 jt.   Diangsur selama 15 tahun, lunas tahun 2005 namun harga rumah saat itu sudah sekitar 150 jt.

Sebetulnya Subsidi Rumah saat ini sudah ukup besar dan setiap tahunnya selalu ada kenaikan.  Sebagai contoh era SBY Subsidi Rumah, awalnya sekitar 300 M di tahun 2005, akhir tahun 2009 sekitar 2,5 T bahkan tahun 2010 menjadi sekitar 4,5 T.   Sayangnya begitu Subsidi Rumah meningkat, pola penyaluran berubah.  Dari data yang ada pada era SBY (2010 sd 2014) Pagu FLPP sekitar 18,7 T tareserap 361.105 unit.   Era Jkw (2015 sd 2019) Pagu FLPP meningkat menjadi 32,6 T tapi Targetnya 335.685 unit (Laporan PPDPP).

 Awalnya ada pola SSB (Subsidi Selisih Bunga), SBUM (Subsidi Bantuan Uang Muka), Bantuan PSU.  Begitu Subsidi makin besar mencapai triliunan timbul pola FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dimulai tahun 2010.  Pola ini oleh Jkw dilanjutkan bahkan ada pola baru BP2PT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan), adalagi pola KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha), selain pola Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).

Inilah kelemahan pola penyaluran Subsidi Rumah, menurut penulis Pola baru FLPP perlu dievaluasi, fakta Anggaran makin besar tapi realisasi makin kecil.   FLPP Bukan dievaluasi, malah  ada beberapa pola baru, kementerian  perumahan  layaknya kementerian litbang.  Sebagai contoh tahun 2016 ada UU no 4 tentang Tapera, yang mestinya tahun 2018 sudah berjalan tapi malah ada pola BP2PT.  Pola BP2PT masih sosialisasi sudah ada pemikiran pola KPBU.   Pola2 tersebut diatas timbul setelah Kementerian Perumahan digabung dengan Kementerian Pekerjaan Umum.

Melihat Rencana Program Kemenpupr yang begitu besar di era Pemerintahan Jkw yang kedua ini, dimana untuk Perumahan saja diperlukan 780 T (skema KPBU edisi 163 P&B).   Semestinya Pengelolaan Perumahan perlu ditangani Kementerian tersendiri.  Pola Penyaluran tidak perlu berbagai bermacam macam.  Perlukah ada SSB, SBUM, FLPP, TAPERA, BP2BT dan KPBU ? 


Semoga Kemenpupr bisa lebih memahami bahwa MBR tidak perlu aturan yang bermacam macam.  Mereka bisa memiliki rumah layak dengan cara KPR dan bunga tidak memberatkan serta aturan tidak ribet.   Pola Subsidi Rumah FLPP perlu evaluasi, yang selama ini dirasakan tidak meringankan para MBR.  Mungkin perlu belajar ke TWP (Tabungan Wajib Perumahan)TNI POLRI, terutama TWP TNI AU, dimana Prajurit dalam KPR tanpa Uang Muka dan bunga KPR  cuma 3%.










Minggu, 01 September 2019

MEMAHAMI UU ORMAS

PPAU adalah Ormas yang sudah berbadan hukum dengan Keputusan Menkumham no AHU-31.AH.01.06 Tahun 2010 tanggal 11 Maret 2010.   Dari sejarah PPAU didirikan tahun 1998 tepatnya tanggal 24 Agustus 1998, namun berbadan hukum baru mulai 2010.   Sesuai dengan perkembangan situasi dan dengan adanya Reformasi, UU Ormas saat  era Orde Baru dengan UU no 8/1985, mengalami beberapa perubahan.   Diawali pada tahun 2013 dengan UU no 17/2013 dan pada tahun 2017 ada Perpu no 2/2017. 

Untuk lebih jauh memahami tentang UU Ormas, mari kita ulas UU Ormas no 8/1985, UU no 17/2013 dan Perpu no 2/2017 :

1. UU no 8/1985, diundangkan era Presiden Soeharto tepatnya 17 Juni 1985, secara garis besar :

a. Masih sangat Simple, hanya 9 Bab dan 20 Pasal, disana belum ada ketentuan harus berbadan hukum atau tidak.

b. Merupakan Organisasi Masyarakat, dibentuk secara sukarela dan ikut berperan dalam pembangunan Nasional dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila.

c  Bentuk Organisasi belum mengikat, hanya disyaratkan mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

d. Sanksi terhadap ormas yang melakukan pelanggaran hanya sebatas Pembekuan dan Pembubaran.

2. UU No 17/2013, diundangkan era Presiden SBY pada tanggal 22 Juli 2013, dengan garis besar sebagai berikut :

a. Undang Undang merupakan pengganti UU no 8/1985, lebih detail terdiri 19 Bab dan 87 Pasal

b. Bentuk Ormas dalam UU ini  lebih mengikat bisa berupa Perkumpulan atau Yayasan.

c. Ormas bisa berbadan hukum, namun juga diijinkan  untuk tidak berbadan hukum.

d. Ormas yang berbadan hukum akta pendirian harus disyahkan oleh Menkumham.

d. Ormas yang sudah berbadan hukum setiap ada perubahan Pengurus dan Perubahan AD diharuskan lapor kepada Menteri.

e. Untuk sanksi Ormas yang melanggar UU, melalui Pengadilan Negeri bahkan bisa berlanjut ke MA

f. UU no 8/1985 dianggap tidak berlaku lagi, semua Ormas segera menyesyaikan dengan UU baru diberi peluang 2 tahun setelah diundangkan.

3. Perpu 02/2017, terbit era Jkw tepatnya pada tanggal 10 Juli 1917, dengan intisari sebagai berikut :

a. Perpu ini merevisi UU no 17 tahun 2013 Pasal 1,59, 60, 62 dan  menghapus pasal 63 sd 81 serta menambah pasal 80A, 82A , 83A  dan menambah Bab XVIIA

b. Untuk membubarkan Ormas tidak perlu sidang di Pengadilan.

c. Sanksi Pengurus atau anggota   Ormas yang melanggar UU, cukup berat dapat pidana kurunga  paling singkat 6 bulan bahkan bisa seumur hidup.

d. UU no 17/2013 masih berlaku selama tidak bertentangan Perpu no 2/2017.

Melihat dari ketiga UU tersebut, PPAU melaksanakan Penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  sangat tepat sekali.  Kebutulan  sejak ada pengesahan dari Menkumham tahun 2010, belum pernah ada Perubahan atau Revisi.   Dalam rangka Perubahan, Revisi, Penyempurnaan maupun Penyesuaian, kiranya ada hal hal yang perlu menjadi perhatian :

1. Dalam Setiap Keputusan Menkumham selalu mengingat tentang Staatsblad 1870 nomor 64 dan Staatsblad 1904 nomor 272, dimana ormas yang berbentuk Perkumpulan  dan sudah berbadan hukum sedapat mungkin Organnya terdiri dari  Pendiri, Pembina, Pengawas dan Pengurus.

2. Organ yang ada di PPAU saat ini adalah Penasehat, Pengawas, Pengurus dan Pelindung.

3. Membaca Laporan Ketua Badan Penasehat pada Konggres ke IV PPAU, pada halaman 4 (e) Struktur Organisasi PPAU, menyarankan adanya validasi struktur organisasi yang baru (ii) berbunyi "Penyatuan Badan Penasehat dan Badan Pengawas, mengingat tugas dan tanggung jawabnya yang sangat mirip"

Melihat beberapa catatan tersebut diatas, kiranya dalam penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, khususnya tentang Organ seyogyanya terdiri dari Pendiri, Pembina, Pengawas, Pengurus dan Pelindung dengan pertimbangan:

1. Pendiri dicantumkan dalam organ agar supaya para generasi penerus tidak kehilangan sejarah atau jejak.

2. Badan Penasehat berubah menjadi Badan Pembina yg anggotanya para mantan Jatayu yang tupoksinya membina Pengawas dan Pengurus.

3. Badan Pengawas tetap dan funsinya mengawasi termasuk menasehati Pengurus.

4. Badan Pengurus tetap yang tupoksinya menjalankan organisasi PPAU yg mempunyai hak mutlak sebagai eksekutor organisasi.

5. Pelindung dijabat Ex Officio oleh Kasau unt  Tingkat Pengurus Pusat dan para Danlanud untuk  Tingkat Pengurus Cabang, Dansatrad/Dansatrudal/Kaperwal untuk Tingkat Pengurus Perwakilan.

Tulisan ini sekedar penyegaran dan Saran, semoga bermanfaat ,, Aamiin

Senin, 26 Agustus 2019

KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT PERLU DIHIDUPKAN KEMBALI

Dalam rangka memperingati HUT ke 74 Republik Indonesia, Kemenpupr membuat tulisan di Harian Rakyat Merdeka dengan judul 5 Tahun Membangun Negeri.   Ada Logo KemenPUPR yang dibawahnya ada tulisan SIGAP MEMBANGUN NEGERI.  Hasil Pembangunan selama 5 tahun dituangkan dalam highlight dimana ada  14 Jenis  Pembangunan yang terdiri dari  11  Pekerjaan Umum dan 3 macam  Perumahan Rakyat.

Pembangunan Pekerjaan Umum meliputi :

1. Pembangunan Bendungan di 55 Lokasi
2. Pembangunan Jaringan Irigasi mencapai 865.393 Ha
3. Pembangunan Embung 945 buah
4. Sistem Penyediaan Air Minum mencapai 21.500 liter/detik
5. Penanganan Kawasan Kumuh 23.407 Ha
6. Pembangunan Jembatan 41.063 m
7. Konektivitas Pembangunan Jalan 3.387 Km
8. Konektivitas Pembangunan Jalan Tol 782,8 Km
9. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara 11 Lokasi
10. Penanganan Sanitasi dan Persampahan 9,8 Juta KK
11. Pembangunan Venue Asian Games 79 tempat.

Untuk Pembangunan Perumahan Rakyat meliputi :

1. Rumah Susun 756 Tower dengan 43.158 unit
2. Rumah Khusus 22.333 unit
3. Rumah Swadaya 494.169 unit

Sebagai pengamat Perumahan, penulis melihat Program PUPR selama 5 tahun akhir ini ada sedikit keprihatinan.   Kemenpupr ini gabungan dari Kemenpu dan Kemenpera, namun dalam penjabaran Program sangat tidak imbang.   Dari laporan diatas Program PU mendominasi ada 11 Program , PR hanya 3 Program.   Padahal untuk Program  Perumahan Rakyat itu untuk penuhi kebutuhan pokok harkat manusia yaitu bidang Papan selain Sandang dan Pangan.

Apa karena Menteri PUPR dari Kemenpu ?  Atau karena ada program  prioritas di bidang Infrastruktur ? Kemenpera ini berjalan sejak awal era orde baru sd akhir era SBY, bahkan era Menteri Alm Cosmas Batubara sangat berhasil, dalam mengembangkan permukiman untuk MBR.   Permukiman yang awalnya diluar kota saat ini sudah menjadi Kota seperti yang di Depok , Bandung, Palembang , Medan , Surabaya dan Makasar.   Waktu itu yang merintis Perumnas bahkan saat itu sudah membangun Rusun di kota kota tersebut.  

Kebutuhan Rumah seperti diungkap diatas merupakan kebutuhan pokok harkat manusia, dan fakta Backlog Rumah masih tergolong tinggi.   Mestinya untuk penuhi kebutuhan Perumahan Rakyat perlu ada Kementerian tersendiri. Sehingga lebih fokus dan serius dalam penanganan  bukan seperti dititipkan ke Kemenpupr.   Melihat logo Kementerian PUPR pun simbul PR tidak terlihat, sehingga  ada kesan seperti dianak tirikan.  Melihat Program PR,  5 tahun terakhir juga kurang  menggigit,   sebagai contoh Program Subsidi Rumah, dilihat dari Pagu Anggaran naik hampir 50 % dari 5 tahun sebelumnya (pagu Subsidi Rumah 2010 sd 2014 sebesar 16,5 T dan Subsidi Rumah 2015 sd 2019 sebesar 24,7 T).  Namun dari segi target kenapa kok malah menurun ? Bahkan menurun hampir 37 % ( dari 361.107 unit menjadi 263.445 unit)

Dari hasil pengamatan selama ini, untuk lebih fokus menangani Perumahan Rakyat dan untuk mengatasi Backlog Rumah kiranya Kementerian Perumahan Rakyat perlu dihidupkan kembali pumpung Kabinet Presiden Jkw Periode kedua belum terbentuk dengan pertimbangan :

1. Kemenpera sudah berjalan lebih 30 tahun sejak era Presiden Soeharto sampai dengan era Presiden SBY.

2.  Perumahan Rakyat  merupakan Kebutuhan Pokok Harkat Manusia, bahkan sejak era Bung Karno sudah dipikirkan untuk memenuhi kebutuhan Papan, Konggres Perumahan Nasional Pertama pada tanggal 25 Agustus 1950 digunakan sebagai dasar Hari Perumahan Nasional

3.  Dalam Kampanye Pilpres 2019, pemisahan Sektor Perumahan Rakyat berpisah atau tetap di Kemenpupr menjadi wacana atau isue yang hangat.

4.   Para Pengembang pada umumnya condong menginginkan Sektor Perumahan Rakyat dipisah dari Kemenpupr, dengan alasan PR mencakup hal hal kemanusiaan, kebutuhan rumah  yang tidak bisa dihentikan,  sedangkan PU sewaktu waktu bisa berubah.

Presiden Jkw yang selalu dekat dengan Rakyat Kecil, semoga dapat memenuhi harapan MBR untuk bisa memiliki rumah layak dan ada Kementerian tersendiri yang menangani Perumahan Rakyat,, Aamiin 

Kamis, 22 Agustus 2019

JERITAN PENSIUNAN

Membaca Harian Rakyat Merdeka edisi tanggal 22 Agustus 2019, dalam Halaman 2 tajuk Kontroversi, sebagai Pensiunan penulis merasa prihatin.   Ada 2 Pejabat yang nanggapi tentang Rancangan APBN 2020 dimana didalamnya tidak ada Rencana Kenaikan Gaji PNS.   Pejabat tersebut adalah Sekjen Korpri dan Dirjen Anggaran Kementeriaan Keuangan.   Walau Sekjen Korpri mengharapkan masih ada peluang Gaji Naik dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan menyatakan walaupun  tidak ada kenaikan Gaji tapi masih ada Tunjangan.   Namun penulis melihat kedua Pejabat tersebut seperti tidak memahami pola gaji maupun sejarah Perkembangan Gaji  para Pensiunan. Aturan Gaji Pensiunan saat ini masih sebesar 75 % Gaji Pokok sebelum Pensiun.   Kalau Gaji ASN tidak naik berarti Gaji Pensiunan tidak naik juga dan kembali jalan ditempat seperti tahun 2015 sd awal 2019. Gaji ASN tidak naik mungkin tidak begitu terasa karena ada Remunerasi.  Bagaimana dengan Pensiunan, yang setiap tahun hadapi inflasi ?

Selama Pemerintahan Jkw 5 tahun ada kenaikan gaji baru sekali di April 2019, itupun hanya 5 %, padahal inflasi setiap tahunnya mungkin lebih 5%.   Jadi ingat tulisan penulis di blog resmi,  tanggal 9 Juni 2018 dengan judul Kajian Gaji Purnawiran, dimana penulis uraikan salama era Jkw, Gaji Purnawirawan jalan ditempat.  Dan tulisan tersebut oleh salah satu Politisi RSN disampaikan ke Jkw dengan surat terbuka tertanggal 10 Juni 2018.   Alhamdulillah dalam Pidato Jkw tanggal 16 Agustus 2018, dijanjikan gaji ASN maupun TNI POLRI beserta para Pensiunannya akan naik 5%, dan terbukti mulai April 2019 gaji naik.

Namun sangat disayangkan dalam Pidato Jkw tanggal 16 Agustus 2019, tidak ada tanda tanda gaji ASN, TNI POLRI maupun para Pensiunan akan naik.   Penulis sebagai Purnawirawan, sebetulnya selalu menanyakan, apakah para pejabat tidak memahami bahwa semua Pegawai Pemerintah baik ASN dan Anggota TNI POLRI setiap bulan dipotong gaji 10% ? Dimana rinciannya sebagai berikut :

1. Potongan 4,75% untuk Dana Pensiun

2. Potongan 2 % untuk Dana Kesehatan sekarang untuk BPJS Kesehatan

3. Potongan 3,25 % untuk Dana Santunan atau THTP (Tabungan Hari Tua dan Perumahan)

Selain dana Kesehatan, dana tersebut dikelola Asabri untuk anggota TNI POLRI dan dikelola Taspen untuk ASN.  Pengalaman Penulis, Gaji pensiunan itu setiap tahun selalu naik, sebagai contoh era SBY, selama 10 tahun gaji naik mencapai 114 %.  Data kumparanBISNIS 11 Maret 2019  sebagai berikut :

1. Tahun 2006, naik 15 %
2. Tahun 2007, naik 20 %
3. Tahun 2008,naik 20 %
4. Tahun 2009, naik 15 %
5. Tahun 2010, naik 5 %
6. Tahun 2011, naik 10 %
7. Tahun 2012, naik 10 %
8. Tahun 2013, naik 7 %
9. Tahun 2014, naik 6 %
10. Tahu. 2015, naik 6 %(Kebijakan Agustus 2014)

Tujuan didirikan Taspen dan Asabri salah satunya untuk meningkatkan kesejahteraan para Pemegang Polisnya, terutama setelah Pensiun.   Yang sangat disayangkan kenapa era Jkw ini Gaji Pensiunan selama 5 tahun cuma naik 5 % ? Bisa dibayangkan Gaji para Pensiun saat ini betul betul tidak cukup untuk hidup layak.  Sebelum Pilpres 2019 ada kenaikan gaji untuk Pensiunan walau hanya 5%, dengan harapan nantinya setiap tahun bisa naik gaji minimum sebesar nilai inflasi.   Namun begitu saat pidato Presiden tanggal 16 Agustus 2019, tidak ada kenaikan gaji untuk 2020, para Pensiunan akan merasakan dampaknya.   Ibarat mau menjerit sudah tidak keluar suara. 

Sebetulnya masih ada peluang para Pensiunan bisa naik gaji, dengan catatan Asabri dan Taspen mau evaluasi kinerjanya.  Sebagai contoh untuk Asabri, sesuai PP 102 tahun 2015 disana diamanahkan  untuk menentukan besaran Gaji Pensiun.   Dalam pasal 2 PP 102/2015 disebutkan sebagai berikut : Asuransi Sosial dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi program :

a. THT
b. JKK
c. Jkm; dan
d. Pensiun

Dalam pasal 1ayat 11, disebutkan Pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun setiap bulan berdasarkan peraturan perundang undangan.   Dalam hal ini berarti Asabri mempunyai mandat untuk ikut menentukan Gaji Pensiunan atau Purnawirawan.

Semoga Taspen n Asabri yang kelola dana Iur ASN dan Anggota TNI POLRI tergugah untuk memperhatikan Gaji para Pensiunan mengingat Aset yang dikelola cukup besar.

Selasa, 16 Juli 2019

MENATA YKPP KEDEPAN

PENGGABUNGAN YAYASAN

Kementerian Pertahanan awalnya mempunyai 3 Yayasan yaitu YKPP (Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit), YKPBS (Yayasan Kejuangan Panglima Sudirman) dan YSBP (Yayasan Satya Bhakti Pratiwi).    Namun terhitung 2007 ketiga Yayasan tersebut digabung menjadi satu dengan nama tetap YKPP dari singkatan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan.  Penggabungan ini disahkan dengan Kepmenkumham no AHU-103.AH.05 tahun 2008.

Diawal penggabungan, Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit menjadi Pelaksana Kegiatan Perumahan, Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman menjadi Badan Pelaksana Pendidikan dan Yayasan Satya Bhakti Pratiwi menjadi Pelaksana Kegiatan Sosial Bantuan Pendidikan.

Melihat Aset YKPP, sejak awal Penggabungan memang aset dari bidang Perumahan yang paling tinggi, dimana dari Aset Penggabungan sekitar 1,922 T rinciannya sebagai berikut :

a. Aset Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit 1.579,7 M

b. Aset Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman 316,2 M

c. Aset Yayasan Satya Bhakti Pratiwi 26,4 M

KINERJA YKPP

Melihat kondisi YKPP saat ini, sepertinya sudah keluar dari ruh saat penggabungan, diharapkan kinerja akan semakin efisien namun malah satu persatu Yayasan yang bergabung berguguran.   YSBP saat bergabung menjadi sebagai Pelaksana Kegiatan Sosbandik akhirnya dilikuidasi.   YKPBS sebagi Badan Pelaksana Pendidikan yang membawahi UPN, sekarang UPN sudah lepas dari YKPP.  Lepasnya UPN setelah UPN menjadi Negeri 2014.    Praktis saat ini YKPP tinggal mengurusi Bidang Perumahan dan SMA Taruna.

Melihat kinerja YKPP saat ini khususnya dibidang Perumahan,  semakin menurun dimana dari data yang ada pada tahun 2008 bisa meng KPR kan sekitar 11.800 Prajurit, di tahun 2017 hanya sekitar 270 Prajurit (data terlampir).   Padahal pada tahun 2016, Menhan selaku Ketua Pembina YKPP mengeluarkan Keputusan No : Kep/03/BINA/YKPP/X/2016.  Dalam keputusan tersebut ada perubahan besaran BUM/PUM yang semula senilai Rp 14 jt menjadi Rp 25 jt.   Dengan peningkatan BUM/PUM tersebut semestinya para Prajurit maupun Purnawirawan atau Pensiunan  semakin bergairah untuk mengambilnya.   Selain mengeluarkan Keputusan tersebut Menhan Selaku Regulator Asabri, berdasar PP 102/2015 mengeluarkan Permenhan no 19 tahun 2017 tentang PUM untuk Prajurit Aktif akan KPR besarannya 20 sd 40 jt sesuai kepangkatan. 

POLA KPR TNI SAAT INI

Semakin merosotnya kinerja YKPP, dalam memenuhi kebutuhan rumah untuk Prajurit saat ini, pada umumnya masing masing Matra mengoptimalkan TWP.   Namun masing masing Matra berbeda beda dalam mengaplikasikannya.   Sebagai contoh untuk Matra Darat Bunga KPR TWP masih dengan Bunga 6 %, sedangkan untuk KPR TWP Matra Udara  bunga hanya 3%. 

Semestinya Bunga KPR TWP tidak melebihi Bunga KPR yang ditentukan oleh Pemerintah, karena Bunga KPR FLPP ditentukan hanya 5%.   Apalagi TWP ini bukan Lembaga keuangan, tentunya melakukan KPR berfungsi seperti Bank, membungakan uang pasti tidak dibenarkan.

Selain memanfaatkan TWP dari masing masing Matra, sebetulnya untuk memenuhi Kebutuhan Rumah bagi Prajurit, semestinya bisa manfaatkan YKPP dan Asabri karena Menhan selaku Ketua Pembina YKPP dan sebagai Regulator Asabri sudah mengeluarkan Kep dan Permen untuk BUM/PUM. Saat ini yang nangani KPR untuk Prajurit ada 3 instansi yaitu Asabri, YKPP dan TWP.



KESIMPULAN

1. YKPP adalah Yayasan Dephan yang mempunyai Aset cukup besar, dalam Kepmenkumham tercatat sekitar 1,9 T itu merupakan laporan buku sejak Yayasan dibentuk, kalau berdasarkan harga saat ini mungkin Aset bisa lebih besar.

2.  Tupoksi YKPP  sebagai Penyelenggara Pendidikan Tinggi sudah tidak berfungsi lagi karena ketiga  UPN yang ada sudah beralih menjadi Negeri.

3. YKPP saat ini tinggal menangani bidang Perumahan dan SMA Taruna.

4. Kinerja YKPP terutama dalam bidang Perumahan semakin merosot bahkan di tahun 2018 dapat dikatakan tidak ada lagi penyaluran BUM/PUM.

5. Masih ada Purnawirawan yang menempati rumah dinas dan para Prajurit masih kesulitan untuk memiliki rumah sendiri.

6. Yang tangani KPR ada 3 instansi yaitu Asabri, YKPP dan TWP.

SARAN

1. Mengingat Aset Yayasan cukup besar dan  ternyata yang berasal dari YKPBS dan YSBP sudah tidak dibawah YKPP lagi, perlu ada audit untuk mengetahui Aset yang sebenarnya.

2. Mengingat masih banyak Purnawirawan yang tinggal di rumah dinas dan para Prajurit masih kesulitan untuk memiliki rumah pribadi, fungsi YKPP untuk menyiapkan BUM/PUM disarankan tetap dipertahankan.

3. Walaupun ada Permenhan dan Kep Pembina YKPP  tentang BUM/PUM, dan KPR TWP dari masing masing Matra,  YKPP tetap dilibatkan untuk proses penyalurannya, karena YKPP sudah  menangani  BUM sejak 1984 dan YKPP mempunyai data base untuk seluruh Prajurit yang manfaatkan BUM.

4. Perlu Sinergi antara YKPP, ASABRI dan TWP Matra, terutama untuk menyamakan besaran BUM/PUM maupun pola KPR, sehingga  bisa  menghindari  terjadinya kesalahan administrasi.

 
Demikian Konsep menata kembali YKPP kedepan sehingga bisa membantu Prajurit maupun Purnawirawan dan Pensiunan untuk bisa mendapatkan rumah pribadi atau tempat tinggal yang layak.

Kamis, 11 Juli 2019

FLPP, PERLU BERLANJUT ?

Program merumahkan MBR, mulai mendapat perhatian Pemerintahan  SBY,  terutama setelah terpilih yang kedua kalinya.   Kalau di awal pemerintahan nya Pagu Program  Subsidi Rumah setahun awalnya tahun 2005  hanya sekitar 300 M, di tahun 2008 meningkat menjadi 800 M dan di tahun 2009 menjadi sekitar 2,5 T.   Saat itu dikenal ada Program 1.000 Tower, diharapkan di kota kota besar hunian berubah dari rumah tapak (Landed House) menjadi Rusun (Rumah Susun).  Di 5 tahun pertama pemerintahan SBY total pagu Program Subsidi Rumah sekitar 4,1 T dan terserap sekitar 560.922 unit.

Untuk periode ke 2 Pemerintahan SBY, pagu Program Subsidi Rumah semakin meningkat dari  4,1 T menjadi 16, 5 T.   Namun dari pengamatan penulis, justru serapannya menurun dari 560.922 unit menjadi 361.107 unit.   Apakah penurunan ini karena pola penyaluran Subsidi Rumah berubah ? Memang di periode ke 2 era SBY, dalam pelayanan penyaluran Subsidi Rumah menggunakan Pola Baru yaitu FLPP.   FLPP adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.   Program Subsidi Rumah bertujuan mengatasi Backlog Rumah dan membantu atau  memudahkan MBR bisa memiliki rumah yang layak. 

Di Era Jkw kelihatannya seperti tidak mengevaluasi Program Subsidi Rumah yang menggunakan Pola FLPP.   Selama 5 tahun hanya melanjutkan pola lama, padahal mempunyai  icon Program Sejuta Rumah.   Dari Pagu Program Subsidi terus meningkat dimana tahun 2010 sd 2014 dari 16,5 T menjadi 24.7 T dari 2015 sd 2019.    Ada peningkatan Pagu Anggaran sekitar 50 %, tetapi kenapa serapan malah menurun dari 361.10e7 unit menjadi 263.445 unit ?

Di era Jkw memang ada perubahan nomenklatur, sebelumnya masalah Perumahan dikelola oleh Kemenpera, namun era Jkw Kemenpera digabung dengan Kemenpu zmenjadi Kemenpupr.    Kalau sebelumnya yang menangani Pembiayaan Perumahan ditangani Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Perumahan (PPP), terhitung 2015 berubah menjadi Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP).  

Melihat fakta di lapangan dengan adanya pola FLPP dimana Pagu Subsidi Rumah semakin meningkat, namun serapan atau target unit semakin menurun, kiranya perlu evaluasi tentang Pola FLPP tersebut.   Mudah mudahan untuk periode ke 2 Pemerintahan Jkw ini,  Program Sejuta Rumah betul betul bisa memenuhi harapan para MBR untuk bisa memiliki rumah yang layak.  

Sabtu, 22 Juni 2019

2019 PELUANG INDONESIA MASUK ANGGOTA DEWAN ICAO


Sejak tahun 1962 Indonesia selalu sebagai Anggota Dewan ICAO, namun kedudukan itu lepas setelah adanya Reformasi.   Tepatnya sejak 2001 Indonesia tidak lagi sebagai Anggota Dewan ICAO sampai saat ini.   Terakhir Indonesia berjuang untuk masuk sebagai Anggota Dewan ICAO di tahun 2016.    Indonesia gagal lagi, padahal utusan Indonesia dalam sidang ICAO dipimpin oleh Menteri Perhubungan sendiri.

Kekecewaan selalu gagal untuk menjadi anggota Dewan ICAO,  jelas dirasakan oleh pihak Indonesia, bisa dibayangkan dari 1962 sampai dengan 1998 tidak pernah absen menjadi Dewan ICAO, namun setiap sidang selalu kandas.   Indonesia duduk sebagai Dewan ICAO tahun 1962, 1968, 1971, 1974, 1987,  1980, 1983, 1986, 1989, 1992, 1995, 1998. Dalam kurun 36 tahun bisa sebagai Dewan ICAO 12 x, kali ini dalam kurun  19 tahun  (2001 sd 2019) belum berhasil.

Ketidak berhasilan Indonesia bisa dimaklumi karena faktanya hasil audit keselamatan penerbangan di Indonesia hasilnya kurang bagus.   Hasilnya selalu dibawah rata rata dunia sekitar 64,71 %.   Hasil audit tahun 2007 hanya 54,95 %, tahun 2014 hasilnya lebih jelek yaitu 45,33 %, tahun 2016 hasilnya lebih baik sekitar 51,41 % namun masih dibawah rata rata dunia 64,71 %.

Audit terakhir yang dilakukan ICAO terhadap  keselamatan penerbangan Indonesia dilakukan pada tahun 2017, hasilnya sangat mengembirakan.   ICAO menyebutkan skor layanan navigasi Indonesia sebesar 84,09 % melebihi skor rata rata dunia 62,43 %.  

Berikut hasil lengkap audit ICAO terhadap delapan bidang keselamatan penerbangan Indonesia pada 2017:

1. Primary Aviation Legislation and associated civil aviation regulations 71,43% (rata-rata dunia 71,46%)
2. Civil Aviation Organizational structure 69,23% (67,75%)
3. Personnel Licencing activities 75% (72,87%)
4. Aircraft Operations 87,5% (67,97%)
5. Airworthiness of civil aircraft 90,91% (77,28%)
6. Aerodromes 72,73% (58,53%)
7. Air Navigation Services 84,09% (62,43%)
8. Accident and Serious incident investigations 63,73% (55,54%)

Dengan hasil audit terakhir ini, insya Allah dalam sidang ICAO ke 40 yang merupakan sidang 3 tahunan yang akan dilaksanakan tanggal 24 September sd 4 Oktober 2019, Indonesia berhasil menjadi Anggota Dewan ICAO.   Dengan menjadi Anggota Dewan ICAO, Indonesia  akan lebih mudah  dalam  ambil alih FIR Singapore. (Marsda TNI Purn Tumiyo)