Minggu, 24 November 2019

MENCEGAH KEPUNAHAN SUATU NEGARA

Berbicara tentang kepunahan ternyata tidak terbatas  punahnya  Flora dan Fauna.    Kepunahan juga terjadi dalam peradaban maupun negara.  Begitu dalam pewayangan terjadi kepunahan, seperti cerita Ramayana Rama dan Rahwana punah, disusul cerita Mahabarata Pandawa dan Kurawa akhirnya punah juga.

Sejarah di Negeri Nusantara sebelum merdeka, mengalami perubahan yang berakhir dengan   kepunahan juga.    Seperti Kerajaan Kalingga, Sriwijaya, Kediri, Singosari, Mojopahit, Mataram yang saat itu mengalami jaman keemasan sampai Champa, Madagaskar akhirnya tinggal nama.   Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno Hatta tanggal 17 Agustus 1945, kalau tidak kita jaga dan kita pertahankan bisa jadi akan senasib seperti Yugoslavia maupun Rusia.   

Tulisan  para ilmuwan yang memprediksi  suatu peradaban atau negara yang akan mengalami persoalan serius ternyata  cukup banyak.  Indonesia diprediksi akan mengalami kebangkrutan  mengarah ke punah pada urutan ke 5.   Urutan pertama diduduki Korea Selatan, disusul Jepang, Tiongkok, Jerman dan terakhir Indonesia (liputan6dotcom, 8/3/2018)

Faktor Kepunahan Peradaban atau Negara menurut ilmuwan  Jared Mason Diamond.

Jared yang merupakan pemenang penghargaan Pulitzer, pernah menyinggung beberapa negara yang akan mengalami  keruntuhan atau kepunahan diantaranya Indonesia.   Adapun faktor penyebab keruntuhan peradaban maupun negara karena Pengrusakan Lingkungan, Perubahan Iklim, Hubungan Sekutu dengan Negara Tetangga, Permusuhan dengan Negara Tetangga, yang terakhir karena faktor Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Lebih lanjut Jared mengatakan bahwa dalam kondisi kekinian, penyebab kepunahan peradaban atau negara karena faktor konflik kepentingan.  Disebutkan  konflik kepentingan jangka pendek adalah kepentingan para elit pembuat keputusan.  Selanjutnya konflik kepentingan jangka panjang adalah masyarakat secara keseluruhan. Dari penjelasan Jared kemungkinan yang terjadi di Indonesia adalah faktor yang kelima yaitu masalah Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya.  Melihat perkembangan yang terjadi di Indonesia terutama pasca  pilpres tahun ini, walau kenyataannya  Jokowi  dan Prabowo sudah menyatu dalam kabinet, namun situasi Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya masih  gaduh.  Untuk mencegah hal hal yang tidak kita inginkan, yang akan menuju runtuhnya peradaban, kiranya perlu langkah-langkah seperti dibawah ini.

Kembali ke UUD 45 yang Asli namun tidak tabu Adendum

Banyak pakar yang menilai bahwa hasil Amandemen UUD 45 telah menyimpang dari ruh Pembukaan UUD 45.   Asas musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan masalah, sudah merupakan barang langka.  Pilpres secara langsung mengakibatkan  persatuan di kehidupan berbangsa dan bernegara terusik,  bahkan mengarah perpecahan.   Pilpres  sudah selesai, bahkan Jokowi sebagai Presiden terpilih sudah bersatu dengan rivalnya Prabowo  dalam satu Kabinet, namun perpecahan dalam masyarakat  masih terasa.   Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya perpecahan yang berkepanjangan sistem pemerintahan harus ditata ulang dengan kembali ke UUD 45 namun tidak tabu adanya Adendum.   

Sebetulnya  buku kajian  untuk kembali ke UUD 45 yang Asli sudah terlalu banyak.   Di lingkungan Purnawirawan TNI POLRI sudah ada Buku UUD 45 disertai Adendum dan Buku Kaji Ulang Perubahan UUD 45.  Dari Kalangan sipil ada Buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 45.  Disamping itu ada juga beberapa pemikiran dalam artikel lepas seperti dari  Prof Dr Kaelan, Letjen TNI Purn Sayidiman Suryodiprojo, Jendral TNI Purn Widjoyo Soejono, Salamudin Daeng, Bambang Wiwoho, Hariman Siregar, Jendral TNI Purn Agustadi Sasongko Purnomo, Laksamana TNI Purn Tedjo Edy Purdjiatno, Marsekal TNI Purn Imam Sufaat, Mayjen TNI Purn Prihanto dan masih banyak lagi.

Pembangunan harus Berlanjut dan Berkesinambungan

Langkah lain untuk terhindarnya kepunahan peradaban atau NKRI adalah konsistensi terhadap Pembangunan Nasional.  Selama ini sering terjadi Pembangunan tidak berlanjut dan berkesinambungan.  Contoh pembangunan Sarana Olah Raga di Hambalang yang menghabiskan Dana Triliunan, dibiarkan mangkrak.   Memang terjadi kasus penyalahgunaan wewenang atau terjadi korupsi, namun apa tidak ada cara lain untuk pecahkan masalah, sehingga tidak terjadi kerugian yang makin besar ? 

Dalam pengadaan barang pun juga terjadi kasus yang hampir sama.   Pengadaan Alutsista yang menghabiskan  ratusan milyar juga dibiarkan tidak ada tindak lanjut.  Pengadaan pesawat AW 101, dari luar negeri sudah tiba di tanah air, dibiarkan tidak operasi.  Pesawat sudah hampir tiga tahun menjadi besi bekas.   Langkah langkah pembiaran seperti ini akan mengakibatkan pemborosan luar biasa, dan mengarah kebangkrutan.  Oleh sebab itu pembangunan yang berlanjut berkesinambungan  akan menghindari terjadinya pemborosan, yang mengarah kebangkrutan yang akhirnya bisa mengarah punah.


Budaya Ganti Pemimpin Ganti Aturan harus Dihentikan

Penulis sebagai pengamat Perumahan merasakan adanya aturan yang berubah ubah, sebagai contoh pola subsidi rumah, selalu berbeda setiap terjadi pergantian menteri yang urusi perumahan rakyat.    Awalnya dengan Subsidi Uang Muka, berubah Selisih Suku Bunga, ada Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan), KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) belum terbitnya Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang sudah berjalan hampir empat tahun namun belum ada realisasinya.  

Belum sebulan pelantikan para menteri baru, sudah ditunjukkan pola yang berbeda dengan kebijakan menteri sebelumnya.   Contoh di  kementerian BUMN, program Holding Infrastruktur dan Perumahan yang tinggal selangkah lagi menunggu Peraturan Pemerintah, dengan tegas menteri menolaknya.  Padahal program tersebut merupakan prioritas tahun 2015 - 2019.   Peraturan atau kebijakan  yang berubah ubah atau inkonsistensi tanpa alasan yang mewadahi, bisa berdampak tumbuhnya ketidakpercayaan  yang mengarah  perpecahan. 

Kepedulian terhadap Kesejahteraan Rakyat harus diprioritaskan

Melihat tingkat kemiskinan saat ini, cukup memprihatinkan.  Dari data BPJS, tercatat bahwa masyarakat yang tidak mampu membayar iuran BPJS melebihi 50 % dari total penduduk Indonesia.  Bahkan BPJS sendiri  melansir ada sekitar 131 juta jiwa iur BPJS ditanggung Pemerintah.  

Penulis pernah mengadakan pengkajian untuk melihat kondisi para Pensiunan Pegawai Pemerintah.   Pada enam  tahun terakhir ini, penghasilan para pensiunan tidak cukup untuk kebutuhan hidup sehari hari hari.   Penulis sudah pensiun 15 tahun.  Diawal tahun pensiun sampai dengan tahun kesepuluh, gaji pensiun penulis selalu 2x UMR DKI.  Namun di tahun ke 11 (2015) sampai saat ini (2019),  gaji penulis dari tahun ke tahun menurun dan saat ini gaji penulis hampir sama dengan UMR DKI.   Kalau gaji pensiunan pegawai pemerintah  saja dibawah UMR, bagaimana nasib para Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Kemiskinan membuat masyarakat mudah terpengaruh, seperti tahun 1965 terjadi tragedi nasional gerakan G 30 S/PKI.   Ideologi komunis akan mempengaruhi dan memanfaatkan rakyat miskin.   Kalau kita tidak waspada dan tidak antisipasi terhadap akan bangkitnya PKI, tidak menutup kemungkinan negeri kita akan diambang kehancuran.   Banyak kalangan yang mengatakan PKI sudah mati, namun ingat ideologi komunis tidak mati. Oleh sebab itu untuk menghindari arah kepunahan Indonesia, tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia harus menjadi prioritas.

Sejarah Diajarkan  di Sekolah Dini.

Jangan sekali kali meninggalkan sejarah atau JASMERAH adalah jargon Bung Karno dalam pidato terakhir sebelum lengser 17 Agustus 1966.   Kenapa  kurikulum sejarah  perlu diajarkan agar  agar para generasi penerus belajar dari sejarah bangsanya.  Mengambil hal hal yang baik dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan dan hal-hal yang buruk.

Mencermati kondisi saat ini dan sejarah kita masa lalu, terletak pada persoalan Persatuan Indonesia.   Persatuan sangatlah menentukan dalam mengusir penjajah.  Perpecahan akibat politik adu domba yang dimainkan penjajah dengan para kompradornya dimasa lalu, hendaknya menjadi pembelajaran untuk tidak boleh terjadi dimasa kini.   Mari kita mengisi kemerdekaan ini melalui Persatuan Indonesia.

Waspada Bahaya Laten Komunis

Akhir bulan November 2019 tepatnya pada tanggal 23 November ada kegiatan bedah buku PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G30S/1965 di Lemhannas  dan ternyata peminatnya luar biasa.   Dalam bedah buku tersebut mendapat sambutan positif dari Pemerintah dimana Menhan memberikan sambutannya walau dibacakan oleh  Rektor Unhan Letjen TNI Tri Legionosuko.   Dalam sambutan Menhan mengingat kita untuk selalu waspada terhadap bahaya laten Komunis.    Komunis adalah Ideologi, walaupun banyak kalangan bicara Komunis sudah mati, tidak laku namun Komunis di Indonesia mempunyai sejarah kelabu.  Bahkan PKI sudah berusaha menggantikan Ideologi Pancasila.   Dalam sejarah PKI sudah 3 kali memberontak, tahun 1926, 1948 dan puncaknya tahun 1965.   

Walaupun Negara Uni Soviet sudah runtuh dan punah, bukan berarti ideologi Komunis turut runtuh atau punah, fakta paham atau ideologi Komunis masih dianut oleh  Cina.   Apalagi cina saat ini menjadi Negara Super Power kedua setelah Amerika Serikat.   Dan ideologi Komunis di Indonesia patut diduga masih eksis, hal ini adanya keturunan PKI mulai masuk di semua Lembaga Negara dan terang terangan ada yang merasa bangga sebagai anak PKI.   Kedekatan pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Cina bisa dimanfaatkan oleh sisa sisa PKI untuk bangkit kembali.   

Oleh sebab itu berdasar Tap MPR no 25/1966 yang menetapkan PKI merupakan organisasi terlarang, harus tetap digunakan sebagai landasan untuk mencegah bangkitnya kembali PKI.  Langkah ini perlu disosialisasikan secara terus menerus, karena kalau PKI bangkit yang pasti akan pertahankan ideologinya, yang akan gantikan Pancasila.    Apabila Pancasila tergantikan akan akibatkan runtuhnya NKRI atau NKRI akan punah tinggal nama atau kenangan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar