Sabtu, 09 Januari 2021

PENGALAMAN HADAPI KONDISI EMERGENCY DI UDARA

Umum

Penulis tergolong Pilot Jadul, sewaktu aktif terbang pesawat yang dikendalikan pakai otot.  Berbeda dengan pilot pilot jaman now, semua serba otomatis.   Bahkan untuk exterior inspetion saja, cukup dilihat dari ruang kemudi.  Begitu lulus dari sekolah penerbang masuk skadron 2 terbang Dakota, pesawat seperti belum jadi.   Kenapa pesawat belum jadi ? Karena dinding cabin dalam tidak tertutup, sehingga kabel kabel control, maupun kabel kabel terlihat telanjang.   

Dari Skadron 2 masuk Skadron 17, terbang pesawat Cessna 401/402 dan pesawat Casa 212.   Pesawat sedikit modern dari pesawat Dakota, cabin dalam tertutup rapi.   Dari Skadron 17 masuk Skadron 4 pesawatnya adalah  pesawat Skadron 17 yaitu Dakota, Cessna dan Casa.   Karena pesawat jadul, maka untuk exterior inspection, betul betul lihat langsung dan mengilingi pesawat.   Jelas perlu tenaga extra berbeda dengan pesawat yang serba canggih.    Semua dijalankan dengan duduk manis di cockpit.   Penulis sekedar akan berbagi dalam menghadi emergency diudara, semoga bisa untuk pelajaran bagi adik2 yang masih terbang.

Single Engine Jayapura Wamena

Sebagai mantan pilot Skadron 4, terutama pilot Casa, pasti mengalami standby di Jayapura.   Waktu itu kalau tidak salah dikenal operasi Malirja (Maluku Irian Jaya).   Di Jayapura distanbykan pesawat Casa bergantian, dari AD, AL dan AU.  Penulis tergolong Pilot yg selalu pegang SOP.   Dari AD n AL apa perintah Pangdam selalu iikuti. Kalau penulis selama bertentangan dengan SOP, tidak akan ikuti perintah Pangdam.   

Kala itu Pangdamnya Pak Wismoyo, kalau dari AD n AL selalu jaga berjajar sebelum Pangdam masuk Pesawat.  Saat  penulis mau menerbangkan untuk pertama kali dengan Pangdam, hanya penulis yang laporan . Tidak ada jaga berjajar.   Sempat beliau menegur yang lain dimana ? Penulis jelaskan bahwa SOP di TNI AU, yang jaga berjajar hanya untuk Kapala Staf Keatas.  Penulis tambahin bahwa Panglima akan sampai disana nanti.  Beliau malah nepuk pundak penulis.

Pada suatu saat , sewaktu beliau akan ke Wamena, sebagai crew menyiapkan pesawat sebaik baiknya. Semua prosedur baik exterior maupun interior dilakukan dengan teliti.   Dari start engine sampi take off normal.   Saat cruising tiba tiba oil pressure menyala.   Tanpa nunggu waktu engine langsung penulis matikan.   Terbang dengan satu engine dan kembali ke Jayapura.   

Kebetulan pesawat Casa seri 200 bisa komunikasi dengan penumpang.   Dengan berusaha tenang penulis lapor, bahwa terpaksa kembali ke Jayapura karena pesawat mengalami gangguan.   Saya mohon semua penumpang tetap duduk dikursi dan gunakan sabuk pengaman.  Penulis juga langsung kontak Tower Sentani minta prioritas karena single engine.   Pesawat bisa mendarat dengan sempurna. Bahkan begitu parkir dan mati mesin, Pangdam ke cockpit dan komentar dan menepuk pundak penulis kamu mendarat mesin satu kok malah mulus.   Penulis hanya nyengir, dalam hati mungkin karena Pangdam dan penumpang lainnya tegang, sehingga saat mendarat terasa mulus.

Saat turun penulis melihat ibu Pangdam masih pucat pasi, jelas ketakutan.   Penulis putuskan malam harinya seluruh crew penulis  ajak ke kediaman Pangdam sekaligus silahturahmi.   Walau prosedurnya harus ijin, namun malam itu lansung menuju kediaman Panglima.   Misal tidak di terima anggap saja rekeasi ke kota Jayapura.

Penulis beserta crew diterima dan dipersilahkan masuk oleh petugas piket, namun yang menemui hanya ibu Pangdam, karena Pangdam lagi main tenis.   Niat Penulis beserta crew silahturahmi ke kediaman Pangdam, adalah untuk meyakinkan bahwa selama ikuti SOP, terbang dengan satu mesin tetap aman.    Betul juga ibu Pangdam menyampaikan bahwa takut untuk naik pesawat lagi.   Penulis ceritakan bahwa para pilot itu selalu dilatih menghadapi emergency.   Terbang dengan satu mesin secara rutin dilatihkan.   Akhirnya ibu Pangdam merasa tenang, beliau bilang sejak mendarat tidak bisa tidur, merasakan trauma.   Penulis lupa siapa saja crewnya saat itu.

Dua Mesin Casa Mati, Namun Bisa Selamat Mendarat

Kejadian yang tidak akan terlupakan sepanjang hayat.  Ketika sebagai Komandan Skadron 4, penulis mendapat tugas untuk tes pesawat yang selesai menjalani perwatan di Skatek.   Sebetulnya saat itu penulis menolak terbang karena jam terbang sudah melebihi 80 jam dalam sebulan.   Dan hal ini penulis sampaikan kepada Wadanlanud.  Namun saat itu dinstrukikam tetap harus Test Flight.  Sebagai Prajurit tidak berani membantah perintah atau putusan.

Penulis beserta crew menuju Skatek dan mempersiapkan diri untuk Test Flight.   Semua dilakukan sesuai SOP.   Saat ground check,  engine kiri ada sedikit catatan, dimana saat full power ITT nyala, berarti SRL tidak sempurna.  Oleh penulis digunakan sebagai catatan.

Setelah diyakinkan semua baik dilanjut test flight.   Saat turning crosswind, penulis lihat oil pressure nyala.   Tanpa melihat engine mana yang nyala, penulis langsung feather engine kiri.   Ternyata yang nyala, engine kanan, itupun setelah enginer teriak engine kanan pak.  Tanpa pikir panjang engine kanan penulis teather.  

Dua mesin mati, penulis masih ingat basic terbang waktu Sekbang.   Kalau mesin mati angkat samampu mungkin dengan  minimum speed dan  lakukan gliding n select the field untuk emergncy landing.  Namun dengan  reflek penulis belok kiri karena mau restart engine kiri sambil kembali ke landasan.   Runway in use 17 tapi penulis minta runway 35.

Penulis sambil terbang teriak minta Airstart engine kiri.  Enginer balas teriak ITT masih tinggi.  Penulis teriak windmilling.  Begitu ITT dibawah 500 Penulis teriak pencet.   Konsentrasi Penulis hanya arahkan pesawat ke final 35 ,  karena misal mesin tidak hidup, bisa  mendarat di kebun tebu. Alhamdulillah mesin bisa hidup, dan dengan menambah power pesawat bisa sedikit naik dan bisa mendarat dengan selamat.

Saat itu tidak terpikir bahwa pesawat dalam perawatan Skatek, pesawat penulis parkir di Skadron 4.   Tim tehnisi Skatek datang ke Skadron 4 dan ternyata tutup oil tank terbuka, oil tumpah yang menyebabkan oli pressure menyala.   Setelah ditangani oleh tim Skatek, pesawat di ground test bagus dan siap terbang lagi.   Mungkin karena semangatnya, penulis test flight lagi dan hasilnya bagus.  Penulis hanya ingat Copil Ratih dan engineernya alm Pak Petrus.

Penulis sengaja menulis pengalaman ini, karena adanya kecelakaan Pesawat Sriwijaya yang terjadi tanggal 9 Januari 2021.  Walau semua itu sudah kehendak YME, namun dengan selalu pegang SOP, Insya Allah hal hal yang tidak kita kehendaki bisa kita hindari.   Semoga bermanfaat ,,, Aamiin (Renungan Marsda Purn Tumiyo awal Januari 2021)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar