Senin, 09 Desember 2024

MENGENAL LOGIKA SYLLOGISME & LOGIKA DEONTIK DALAM PERTIMBANGAN HUKUM

Semua Sarjana Hukum (law graduates) pasti tahu bahwa  logika Syllogisme dibangun atas 3 (tiga) komponen, yakni : 
a. Premis  mayor
b. Premis minor  dan 
c. Konklusi. 

Sebagai contoh : Semua mahasiswa yang tinggal di komplek perumahan Kemang Pratama adalah mahasiswa Universitas Trisakti (premis mayor). Susanto Raharjo adalah mahasiswa yang tinggal di komplek perumahan Kemang Pratama (premis minor). Susanto Raharjo adalah mahasiswa Universitas Trisakti (konklusi).   Cara berpikir dengan menggunakan pola logika Syllogisme ini menarik suatu kesimpulan (konklusi) secara deduktif yakni menarik suatu kesimpulan (konklusi) dari yang umum ke yang khusus.   Di dalam perkara yang diperiksa oleh hakim, yang umum tersebut adalah hukum yang berlaku (Ius constitutum = positief recht), sedangkan yang khusus adalah fakta hukumnya atau peristiwa hukumnya (rechtsfeiten). 

Pada dasarnya (basically), hakim di dalam memutus suatu perkara (baik perkara pidana, perkara perdata dan perkara2 lainnya), selalu berpegang atau berpedoman pada pola logika Syllogisme.  Langkah tersebut untuk mengetahui, apakah suatu tindakan hukum  (rechtshandeling) yang berakibat hukum (rechtsgevolg).  Dalam arti yang telah dilakukan oleh subyek hukum (baik yang natuurlijke persoon maupun yang rechtspersoon). Secara yuridis dianggap / dikategorikan sebagai perbuatan yang Rechtmatige  atau Onrechtmatige  jika dikaitkan dengan hukum yang berlaku  (Ius constitutum = Positief recht).   Atau dapat juga dikatakan, apakah tindakan / perbuatan tersebut akan dianggap Wederrechtelijk  atau tidak.


Namun, disamping pola logika Syllogisms, hakim di dalam pertimbangan hukum (ratio decidendi) di dalam putusannya juga menggunakan pola logika Deontik yang menolak cara bekerjanya pola logika Sylligisme. Pola logika Deontik pada intinya menyatakan bahwa bahwa tidak semua permasalahan hukum (legal issues) dapat dipecahkan dengan cara berpikir Syllogisme. Sebagai contoh : Semua pelaku tindak pidana pembunuhan harus dihukum (premis mayor). Si A telah membunuh B (premis minor). Oleh karena itu, A harus dihukum (konklusi). Menurut cara berpikir Deontik, pola logika Syllogisme tersebut harus ditolak karena berdasarkan fakta hukum (rechtsfeit) yang terungkap, ternyata si A tersebut sakit ingatan (gila).

Sebagai kebalikan Pengambilan Kesimpulan (Konklusi) dengan cara Deduksi  adalah Pengambilan Kesimpulan dengan cara Induksi  yakni pengambilan kesimpulan dari yang Khusus ke yang Umum. Cara ini digunakan di dalam penelitian-penelitiian Empiris yang Obyek penelitiannya adalah gejala-gejala alam atau gejala-gejals sosial yang wujudnya adalah : sikap (attitude), perilaku (behaviour), dan tindakan (action) manusia sebagai makhluk sosial.

Undang-Undang adalah produk hukum dari hasil penelitian Empiris  yang kemudian digunakan oleh hakim sebagai landasan yuridis di dalam pertimbangan hukum dari putusan hakim.  Tentu saja undang-undang  akan dijabarkan di dalam peraturan-peraturan  pelaksanaanya yang merupakan produk derivatif  dari undang2 tersebut.  Konklusi  : Hakim di dalam memeriksa dan memutus perkara, menggunakan pola logika Syllogisme dan pola logika Deontik yang pengambilan kesimpulannya ditarik dari yang Umum  ke yang Khusus (Deduksi).   Oleh Dr. Sunami, S.H, M.H, Law Offices AMIR SYAMSUDIN & PARTNERS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar