Sabtu, 17 September 2022

SUBSIDI RUMAH PERLU DIEVALUASI

Sudah berapa kali penulis sebagai Pengamat Perumahan mengulas tentang Subsidi Rumah (FLPP) untuk dievaluasi, karena pola pagu subsidi semakin tinggi tapi target malah menurun.    Penulis mempunyai pengalaman dengan berikan BUM senilai 30 % harga rumah atau pinjaman uang muka tanpa bunga bisa meng KPR kan sekitar 12.000 Prajurit setiap tahun, itu terjadi  tahun 2007 dengan pagu 168 M.    Prajurit yang akan KPR tidak perlu siapkan Uang Muka, mereka langsung mengangsur, itu sudah dimulai sejak 1984.

Mengamati Subsidi Rumah, terutama setelah adanya FLPP, Pagu semakin besar tetapi target semakin kecil, kita lihat data FLPP dari saat dimulai tahun 2010 :

1. Tahun 2010 sd 2014 tercatat dengan Pagu 16,2 T untuk 361.107 unit.
2. Tahun 2015 sd 2019 tercatat dengan pagu 27,6 T untuk 294.495 unit
3. Tahun 2020 sd 2022 tetcatat 47,4 T untuk 428.694 unit

Dari data tersebut pelaksanaan FLPP periode 2010 sd 2014 paling optimal, namun dalam periode berikutnya pagu subsidi selama 5 tahun meningkat 70 %, targetnya malah menurun.   Memang harga rumah tiap tahunnya naik sekitar 7% tetapi mestinya paling tidak target  bisa dipertahankan, ini malah menurun.  Dalam periode 2020 sd 2022 dalam 3 tahun pagu naik 70 %, target naik, namun masih tidak seimbang dengan kenaikan pagu.

Dengan kenaikan pagu yang cukup tinggi, namun tidak diimbangi dengan kenaikan target, pola penyaluran tidak ada perubahan mestinya ada evaluasi.   Kalau hanya melihat penyerapan FLPP selalu bisa capai target, tapi target atasi backlog rumah tidak tercapai bahkan dari tahun ketahun malah naik, berarti ada sesuatu yang tidak tepat.   Pola sekarang ini,  Program  FLPP oleh Pemerintah bukan orientasi mengatasi backlog rumah, tapi terkesan pagu terserap.  

Melihat Program FLPP tahun 2022, dimana dengan pagu 23 T untuk 200.000 unit berarti per unit nilai subsidi senilai 115 juta atau sekitar 75 % dari harga rumah sekitar 150 juta, atau FLPP siapkan dana 75 % sedangkan Bank hanya 25 %.   Pola ini  berbeda dengan awal FLPP tahun 2010 dimana saat itu Dana FLPP 60 % dan Dana Bank 40 %.  Terkesan Pemerintah menaikan Dana FLPP menjadi lebih besar,  tetapi target malah menjadi turun.

Saat ini para Pengembang saling bersaing menawarkan DP 0%, sebetulnya pola ini sudah dirintis oleh ABRI sejak tahun 1984, diawal sudah penulis singgung.   Dengan terobosan para Pengembang ini, pihak BP Tapera yang tangani FLPP. juga perlu ikuti membuat tetobosan.   Caranya ? Kembali ke Pola awal FLPP, bahkan menggabungkan pola ABRI tahun 1984.   Tahun 2010 pola FLPP menyiapkan dana 60 %, Bank siapkan 40% , sedangkan pola ABRI diaphan 30 % Bank 70 %, BP Tapera ambil jalan tengah fifty fifty, siapkan dana 50 %, Bank siapkan 50 %.   Dengan Pola ini Penulis yakin semakin banyak MBR yang bisa mempunyai rumah layak dan backlog rumah bisa semakin menurun.   Syukur nilai subsidi dipatok, bahkan dengan nilai 50 juta per unit, target 2022 tidak hanya 200.000 unit bisa mencapai 460.000 unit.   Semoga ide penulis didengar okeh penentu kebijakan.  Aamiin (Marsda TNI Purn Tumiyo/Mantan Ketua YKPP/Mantan Dewan Pengawas/Tim Ahli LVRI)


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar