Dalam Majalah tersebut almarhum menyoroti bahwa Amandemen UUD 45 tahun 2002, tidak senafas dengan kepribadian atau jatidiri bangsa. Alm menilai cita cita luhur para pendiri negara yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya, tidak lagi memperoleh tempat, sudah terkikis dan jauh dari harapan. Lebih jauh menjelaskan perbedaan UUD 45 Asli dengan Amandemen UUD 45 tahun 2002 sebagai berikut :
Pertama, Semua Undang Undang apalagi UUD 45 asli memuat penjelasan, sedangkan Amandemen UUD 45 tahun 2002, penjelasan dihilangkan hal ini bisa mengakibatkan salah penafsiran.
Kedua, UUD 45 yang Asli secara filosofis memuat unsur unsur idealisme, gotong royong, dan sikap hidup berdasarkan prinsip, sedangkan Amandemen UUD 45 tahun 2002, unsur unsur yang ada mengarah materialisme, individualisme, dan fragmatis berdasar sikap untung rugi.
Selanjutnya alm memberikan contoh pasal 33 UUD 45 Asli, sebelum Amandemen judul babnya berbunyi Kesejahteraan Sosial dalam Amandemen berbunyi Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial yang berarti Kesejahteraan Sosial dinomor duakan.
Belajar dari tulisan tulisa alm, dari tahun 2014 sampai 2018, penulis bersama tim membuat kajian dan menerbitkan buku UUD 45 disertai Adendum. Buku ini diterbitkan oleh Gramedia dan sudah beredar untuk umum. Dalam menulis buku ini, Tim selalu konsultasi dengan alm bahkan waktu menyerahkan buku tersebut ke MPR alm mendampingi.
Saat menyerahkan Buku UUD 45 disertai Adendum ke Ketua MPR pada awal tahun 2019, Alm Bpk Sayidiman ikut mendampingi Tim
Proses penyelesaian Buku UUD 45 disertai Adendum cukup lama, disusun oleh 15 Pati Purnawirawan serta 10 Pakar Politisi, Akademisi maupun Wartawan. Bahkan Buku UUD 45 disertai Adendum masuk MURI karena setelah Amandemen UUD 45 tahun 2002, baru pertama kalinya terbit dalam buku dan bukan kajian lagi.
Para Penyusun Buku UUD 45 disertai Adendum saat menerima Piagam MURI dari Bpk Jaya Suprana
Latar belakang penulisan buku tersebut selain seperti apa yang dijelaskan Alm Bpk Sayidiman, Tim menilai Amandemen UUD 45 tahun 2002 bukan lagi Amandemen, namun sudah perubahan besar-besaran dengan dengan pertimbangan :
1. Dalam Amandemen UUD 45 tahun 2002, perubahan ayatnya dari sekitar 70 ayat menjadi sekitar 190 ayat.
2. Naskah Asli UUD 45 sudah tidak ada lagi sehingga menghilangkan sejarah.
3. Dalam Amandemen UUD 45 tahun 2002, memang jumlah Bab dan pasal tidak berubah, namun ternyata di Bab IV Amandemen UUD 45 tahun 2002, tidak ada isinya.
Buku UUD 45 disertai Adendum, prinsipnya Naskah Asli tetap menjadi pegangan, kemudian Adendumnya menempel pada Naskah UUD 45 Asli dan buku tersebut ada 19 Adendum. Buku bisa didapatkan di Gramedia dan sampai saat ini sudah cetakan ketiga.
Buku UUD 45 disertai Adendum beserta Tim Penyusun
Akhir-akhir ini wacana untuk kami ulang Amandemen UUD 45 makin menguat, bahkan Ketua DPD RI LaNyala pada tanggal 1 November 2023 menyebar Undangan untuk sekitar 777 undangan dari berbagai kalangan dalam rangka Penyampaian Aspirasi Kembali ke UUD 45 sebelum Amandemen yang dilaksanakan pada tanggal 10 November 2023.
Dalam rangka acara yang akan diselenggarakan pada 10 November 2023, Ketua MPR menyampaikan surat untuk diundur, menunggu waktu yang tepat.
Sebetulnya Ketum DPP LVRI juga mendapat undangan untuk hadir, namun melihat perkembangan situasi membatalkan untuk tidak hadir, salah satunya alasan karena ada surat Ketua MPR tertanggal 7 November 2023.
Seperti diawal tulisan ini sejak tahun 2010, Senior Veteran RI Alm Bpk Sayidiman sudah menginginkan adanya Kaji Ulang Amandemen UUD 45 tahun 2002 dan niat ini berlanjut sampai sekarang. Awalnya dari FOKO membuat kajian tentang Kaji Ulang Amandemen UUD 45 tahun 2002, disusul Rumah Kebangkitan Bangsa dengan Buku UUD 45 disertai Adendum. Selanjutnya menyusul FKPPI, PPM, Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD, Dewan Soksi, bahkan Komisi Kontitusi MPR sendiri mempersiapkan untuk Kaji Ulang. Sayang sifatnya masih kelompok kelompok, namun kenapa kalangan Partai Politik tidak ada yang menyambut? Bahkan Kalangan TNI Polri sifatnya menunggu.
Langkah kajian atau kembali ke UUD 45, dirancang Ketua DPD RI Bpk LaNyala terkesan kurang terkoordinir, terbukti tidak mengindahkan surat Ketua MPR yang menginginkan ditunda. Sebetulnya sebelum ada surat dari Ketua MPR untuk ditunda, sudah ada koordinasi awal antar kelompok yang akan sampaikan aspirasi, namun terjadi seperti perbedaan pendapat, karena Ketua DPD RI memaksakan kehendak. Akhirnya saat akan diadakan deklarasi baik FOKO maupun Kelompok lainnya tidak hadir.
Amandemen UUD 45 tahun 2002 sudah berjalan diatas 20 tahun, dan sudah waktunya dievaluasi atau dikaji ulang, namun selama faktor keinginan individu yang menonjol dan kalangan Pejabat serta politisi apalagi TNI POLRI tidak mendukung, kelihatannya langkah untuk kaji ulang akan alami kendala. Dan ternyata apa yang disampaikan Alm Bpk Letjen TNI Sayidiman ada benarnya bahwa Para Pejabat dan Politisi saat ini mengarah Materialisme, Individualisme dan fragmatis berdasar untung rugi.
(Renungan di Hari Pahlawan 10 November 2023 oleh Marsda TNI Purn Tumiyo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar